Suarapantau.com, Jakarta – Polemik penambahan orang dalam gangguan jiwa (ODGJ) masuk ke dalam DPT pemilu 2019 terusb bergulir.
Direktur Eksekutif Nurjaman Center for Indonesian Democracy (NCID) Jajat Nurjaman menilai hal tersebut wajar dipersoalkan publik.
Pasalnya, lanjut Jajat, meskipun pada dasarnya keputusan tersebut berdasarkan landasan hukum. Namun masyarakat di negeri ini, pernah dibuat trauma dengan aksi ODGJ yang salah satunya terkait pembacokan kepada ulama beberapa waktu lalu.
“Yang perlu menjadi catatan dalam hal ini adalah ketika ada hak pilih berarti mempunyai hak untuk dipilih. Jika melihat dasar keputusan MK No. 135/PUU-XIII/2015 itu dikeluarkan tahun 2016,” tuturnya.
Jajat menegaskan, sangat disayangkan kenapa aturan tersebut baru dieksekusi saat ini.
Padahal sebelumnya di tahun 2016 dan 2017 ada pelaksanaan pemilukada serentak yang seharusnya bisa di manfaatkan untuk melakukan sosialiasi dan pendataan sehingga tidak mengganggu tahapan pemilu 2019.
“Wajar lah jadi pro kontra, tahun sebelumnya berlangsung pemilukada tapi aturan tersebut tidak ramai dibahas,” tegas Jajat.
nah loh ga transparan tuh
di agama org dengan gangguan jiwa tidak akan diminta pertanggungjawaban apa yg mereka perbuat didunia , lah ko ini kpu malah nyuruh nyoblos ,,