SuaraPantau.com, Jakarta – Direktur Eksekutif Nurjaman Center for Indonesian Democracy (NCID) Jajat Nurjaman mengaku cukup kaget dari deklarasi ulama se-Madura dukung Jokowi yang dihadiri langsung oleh Jokowi.
Menurut Jajat, tidak sedikit pihak yang mempertanyakan jumlah ulama yang hadir dalam acara deklarasi.
Ia menambahkan, ada informasi bahwa dukungan tersebut malah hanya dihadiri 13 ulama.
“Pasca beredarnya kabar tentang rencana aksi potong leher La Nyala jika Jokowi kalah membuat Madura dalam perhelatan pilpres kali ini terasa lebih istimewa dan La Nyala juga menyatakan ada 1000 ulama yang ikut Deklarasi dukung Jokowi,” tuturnya.
Jajat menilai, hingga acara deklarasi ulama yang dimaksud berlangsung. Pihaknya, mencatat tidak seheboh apa yang dilontarkan oleh tim Jokowi.
“Saya kira jika sebatas klaim mungkin sah-sah saja, tapi mungkin perlu di pertegas sama tim pak Jokowi jika ada perbedaan mana santri mana ulama yag hadir sehingga tidak menimbulkan persepsi berbeda” tutur Jajat.
Jajat manambahkan, dalam pilpres kali ini klaim dukungan ulama menjadi primadona sehingga berapa banyaknya dukungan ulama yang diberikan kepada capres dianggap menjadi tolak ukur dalam perhelatan pilpres 2019.
Pasalnya, meskipun tidak seperti dalam pilkada DKI yang lalu, faktanya isu yang berkaitan dengan Islam selalu menarik perhatian bahkan sampai saat ini topik tersebut lebih menarik dibanding membahas visi misi kedua capres.
Lebih jauh, kata Jajat, isu sensasional politisi saat ini mulai rapuh dan bahkan cenderung mulai ditinggalkan masyarakat.
“Politisi yang hanya mengandalkan isu sensasional dan minim gagasan mulai membuat masyarakat jenuh. Dalam jangka panjang, gaya politik seperti itu menurunkan kualitas demokrasi,” tandasnya.
Jajat menambahkan, isu sensional La Nyalla terkait rencananya potong leher guna menggaransi dukungan terhadap Jokowi gagal meyakinkan publik.
“Sampai saat ini janji seorang politikus masih sulit untuk diterima rakyat, apalagi berkaitan dengan rencana aksi potong leher La Nyala, karena hal serupa juga pernah terjadi saat ada politikus yang membantah tidak korupsi siap di gantung di Monas, saya kira cara-cara tidak elok seperti ini sangat tidak layak dipertontonkan meskipun hanya bertujuan untuk menarik simpati publik,” tutup Jajat.(RN)