SUARAPANTAU.COM, MAKASAR – Penanganan kasus dugaan pidana pengrusakan ruko yang ditangani sejak tahun 2017 silam hingga menjerat Jemis Kontaria dan Edi Wardus selaku tersangka, belum menemui titik terang untuk dinyatakan rampung (P21).
Kabar terakhir, berkas tersangka kembali dipulangkan ke tangan penyidik Polda Sulsel pasca diperiksa oleh Jaksa Peneliti Kejati Sulsel. Berkas tersangka dinyatakan belum memenuhi kelengkapan dan dinyatakan P.18.
Menanggapi hal itu, Direktur Pusat Kajian dan Advokasi Anti Korupsi (Pukat) Sulsel, Farid Mamma, menyarankan agar dalam kasus tersebut segera diadakan gelar perkara terbuka yang mendudukkan semua pihak yakni ada pihak Jaksa, Penyidik Kepolisian serta berupaya menghadirkan pelapor selaku pihak yang merasa dirugikan.
“Agak heran juga kasus sudah nyaris 2 tahun ditangani bahkan sudah ada tersangka dan dikuatkan oleh alat bukti malah tak ada kejelasan dan tak kunjung P.21. Saya kira perlu ada gelar terbuka atau duduk bersama antara Penyidik dan Jaksa untuk mencari titik temu agar kasus ini segera di P.21,” terang Farid Mamma, Selasa (12/2/2019).
Tak hanya itu, Farid Mamma, juga meminta agar Kapolda Sulsel yang baru bisa memberikan perhatian lebih terhadap mandeknya semua penanganan kasus yang ditangani jajarannya. Diantaranya kasus dugaan pengrusakan ruko yang dimaksud.
“Kita harap demikian, agar tak ada perkara yang mandek atas ketidak profesional penyidiknya. Kasihan kan mereka yang sedang mencari keadilan. Kemana lagi mereka akan mengadu,” ungkapnya.
Sementara itu, Irawati Lauw selaku korban, mengaku mendekat ini akan berangkat ke Jakarta tepatnya ke Bareskrim Mabes Polri dan Kejagung untuk meminta intervensi keduanya agar kasus dugaan pengrusakan yang dialaminya bisa berjalan dengan normal.
Karena menurut dia, penanganan kasusnya sudah sangat janggal. Dimana nyaris memakan 2 tahun tak menemui kejelasan akan tuntas dan masuk ke persidangan.
“Berkas tersangka terus bolak-balik antara Jaksa dan Polisi hingga memakan waktu 2 tahun terus mengambang alias tak ada isyarat akan berstatus P.21. Sehingga kami harap Kejagung dan Mabes Polri nantinya memberikan perhatian penuh terhadap kasus yang ditangani anggotanya di Sulsel,” terang Irawati Lauw.
Meski demikian, ia masih menunggu harapan agar penanganan kasusnya segera ada progres. Diantaranya kabar rencana gelar khusus kasus tersebut untuk mencari titik temu untuk segera bisa berstatus P.21.
“Kami dengar Polda dan Kejati akan duduk bersama gelar khusus kasus ini untuk mencari titik temu bagaimana kasus ini bisa segera P.21 dan selanjutnya disidangkan. Tapi jika sebaliknya, tentu kami akan laporkan ini ke tingkat atas yakni ke Mabes Polri dan Kejagung,” tegas Irawati.
Ia juga menyayangkan sikap Penyidik Polda Sulsel yang diduga tak profesional dalam menangani kasus dugaan pidana yang dilaporkannya.
“Jadi selain kasus pengrusakan ruko, kasus pemalsuan surat yang saya laporkan juga tak berjalan sesuai harapan. Lucunya dengan penyidik yang sama,” bebernya.
Untuk dketahui, kasus tindak pidana dugaan pengrusakan bangunan ruko di Jalan Buruh Kelurahan Melayu, Kecamatan Wajo, Makassar, yang menjerat pengusaha Jemis Kontaria sebagai tersangka, hingga kini tak jelas juntrungannya.
Kasus ini diduga kuat permainan kongkalikong antara pihak oknum penyidik dan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Sehingga kasus ini terkesan sengaja diendapkan dan bahkan tak ada isyarat akan berstatus P.21 apalagi masuk ke Pengadilan.
Menurut korban sekaligus pelapor, Irawati Lauw yang diwakilkan oleh Penasehat Hukumnya, Jermias Rarsina mengatakan selama satu tahun ini kasus tersebut hanya bolak balik antara penyidik Polda dan JPU Kejati Sulsel.
JPU kasus tersebut, Andi Fitriani kata Jernias mengembalikan berkas ke penyidik Polda dengan alasan petunjuk P.18 atau hasil penyelidikan belum lengkap.
Berkas perkara bahkan bolak balik hingga tiga kali, terakhir JPU memberi alasan yang sama yakni masih harus mendalami Vicarious Liability atau pertanggungjawaban pengganti.
Menurut Jermias, keinginan JPU menekankan unsur Vicarious Liability (baca: pertanggungjawaban pidana yang dibebankan kepada seseorang atas perbuatan orang lain) dalam kasus tersebut adalah cara JPU untuk menghilangkan kasus dan menyelamatkan tersangka Jemis Kontaria.
“Dalam putusan praperadilan awal kan sudah diputuskan buruh atau pekerja tidak bisa dijadikan tersangka atau yang bertanggung jawab dalam kasus itu. Mereka hanya bekerja dan mencari nafkah atau upah. Apakah lima buruh itu harus bertanggung jawab semua sedangkan mereka hanya melakukan perintah Jemis Kontaria?” tegas Jermias.
Akademisi Fakultas Hukum UKIP Paulus Makassar itu berharap JPU Andi Fitriani memberikan petunjuk kepada penyidik Polda Sulsel untuk menghadirkan saksi ahli untuk menjelaskan apa maksud Vicarious Liability dan apa hubungannya dengan status para buruh dengan Jemis Kontaria sebagai pemilik rumah.
“Tidak mungkin buruh bisa menjelaskan apa itu Vicarious Liability, apalagi mereka mau menerima begitu saja ditersangkakan hanya karena Jaksa ngotot ada pertanggungjawaban pengganti. Yang bisa menjelaskan lebih detail adalah saksi ahli, bukan buruh yang hanya bekerja mencari nafkah atau mendapat upah,” terang Jermias.
Dia meminta aparat hukum yang menangani kasus ini juga bertindak profesional. Apalagi kliennya merasa sangat dirugikan dengan adanya kasus ini.
Diketahui, kasus dugaan pengrusakan ruko di Jalan Buru, Kecamatan Wajo, Makassar awalnya dilaporkan oleh korban Irawati Lauw pada tanggal 8 Agustus 2017 dengan bukti LP Nomor STTLP/343/VIII/2017/SPKT.
Dalam perjalanan penyelidikan kemudian ditingkatkan ke tahap penyidikan, penyidik Polda Sulsel kemudian menetapkan dua orang tersangka masing-masing Jemis Kontaria dan Edi Wardus Philander.
Sayangnya, meski keduanya menyandang status tersangka dan dijerat dengan sangkaan pasal 170 KUHP Juncto Pasal 406 KUHP dan atau pasal 167 KUHP, penyidik tak menahan keduanya.