SUARAPANTAU.COM, WAKATOBI – Pekerjaan Proyek Pengadaan Jasa Konstruksi Revitalisasi Situs Benteng Liya dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI dengan Satuan Kerja dari Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan yang dalam pelelangan proyek tersebut dimenangkan oleh CV. Putra Sama Makmur (CV. PSM) menuai polemik dan protes dari kalangan Praktisi, Akademisi Pemuda dan masyarakat seantero Liya Togo, Kec. Wangsel. Kab.Wakatobi.
Pasalnya, dalam prakteknya proyek tersebut diduga tidak memperhatikan dan mempertahankan nilai-nilai situs sejarah yang ada sebelumnya, justeru pemenang dan pelaksana proyek malah merusak dan mengubah situs sejarah yang ada.
Hal itu di sampaikan oleh Koordinator Lapangan (Korlap) FPM-Kadie Liya, La Ode Hamdan kepada Suarapantau.com. Ia mengungkapkan pihak pemenang dan pelaksana Proyek tersebut bukan saja terindikasi mengubah ataupun melakukan pengrusakan terhadap nilai-nilai situs sejarah di Liya Togo akan tetapi pihak pemegang ataupun pelaksana proyek juga tidak ada sebelumnya koordinasi yang maksimal dengan pihak masyarakat setempat.
“Tidak ada koordinasi maupun konsultasi yang maksimal dengan masyarakat setempat. Saya indikasi mereka merusak atapun mengubah situs sejarah, itu berdasarkan pada apa yang kami lihat dilapangan dimana ada beberapa Kuburan masyarakat yang dijadikan jalan Raba, padahal didalam Gambar atau petunjuk pelaksaan proyeknya itu tidak ada.” ungkap La Ode Hamdan, pada Rilisnya yang dikirim ke Suarapantau.com, Rabu, (13/2/2019).
“Jadi sekali lagi mereka ini bukan saja kami Indikasi merusak situs sekajah tetapi mereka telah merubah dan menghilangkan nilai-nilai filosofis benteng Liya.” tandasnya
La Ode, mengaku Hal inilah yang menuai protes dari masyarakat, pemuda dan mahasiwa setempat karena pekerjaan tersebut tidak sesuai dengan harapan masyarakat.
Selain itu, sambung dia, pihak pemegang atau pelaksana proyek telah melanggar Undang-Undang nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya (pasal 81 terkait pengrusakan situs budaya) dan Undang-Undang nomor 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan ( pasal 27 terkait larangan merubah bentuk dan fungsi situs sejarah).
Tak hanya itu, Proyek Revitalisasi Benteng Liya Togo yang menelan anggaran APBN sebesar Rp 1.693.501.000, bukan saja di indikasi telah merusak dan mengubah bentuk situs sejarah.
Kata La Ode, kami juga menduga ada penggelapan anggaran (korupsi) yang dilakukan oleh pihak pemenang Tender atau proyek yang diwakili oleh CV.Putra Sama Makmur, Pasalnya, yang seharusnya dibeberapa titik proyek tersebut harus menggunakan batu gunung tetapi yang terjadi mereka menggunakan batu galian.
“Pekerjaan proyek Revitalisasi Benteng Liya Togo tersebut terjadi dugaan penyalahgunaan anggaran (Korupsi) hal ini terjadi pada pengadaan material proyek yang seharusnya memakai batu gunung (batu keras) namun yang terjadi dilapangan ada beberapa titik yang memakai batu kapur putih.” ungkapnya
“Tidak ada dalam gambar atau RAB proyek tersebut, namun pihak pelaksana pekerjaan dilapangan ngotot untuk melakukannya serta dibeberapa titik pekerjaan tersebut merubah fungsi situs sejarah tersebut. Hal inilah FPM-Kadie Liya menduga terjadi peyalahgunaan anggaran dan pengrusakan situs sejarah benteng liya.” tegas La Ode
Berdasarkan hal itu, Pemuda dan Masyarakat yang tergabung dalam Forum Pemerhati Masyarakat Kadie Liya (FPM Kadie-Liya) meminta sekaligus mendesak:
1. Mendesak POLRES WAKATOBI untuk segera melakukan penyelidikan dan menangkap pelaku dugaan pengrusakan situs sejarah Benteng Liya Togo yang dilakukan oleh CV. Putra Sama Makmur sebagai pelaksana Proyek.
2. Mendesak Kejaksaan Negeri WAKATOBI untuk melakukan penyelidikan terhadap dugaan yang mengarah kepada tindak pidana Korupsi dalam pelaksanaan proyek pengadaan jasa kontruksi revitalisasi Benteng keraton Liya Togo.
3. Mendesak pelaksana/pemegang proyek yang di Wakili oleh CV. Putra Sama Makmur untuk memperbaiki kembali serta mengganti rugi atas pekerjaannya yang mereka lakukan karena telah menghilangkan nilai-nilai Filosofi benteng keraton Liya Togo.(SP)