SUARAPANTAU.COM, MAKASSAR – Kinerja Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Dit Krimum) Polda Sulsel mendapat kritik keras dari Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum Mahasiswa Islam Cabang (LKBHMI) Makassar dalam penanganan kasus dugaan pidana pengrusakan secara bersama-sama yang telah menjerat, Jemis Kontaria dan rekannya Edy Wardus sebagai tersangka.
Menurut Direktur LKBHMI Cabang Makassar, Juhardi, kasus yang menjerat pemilik toko emas Bogor dan seorang pemborong tersebut ditangani sejak tahun 2017.
Namun hingga saat ini berkas perkara keduanya tak juga dinyatakan lengkap (P.21). Malah terus bolak-bolak antara Jaksa dan Penyidik.
“Kapolda dan Kajati harus segera evaluasi kinerja bawahannya ini. Sangat tidak masuk akal, kasus yang begitu jelas bahkan diperkuat oleh putusan praperadilan malah sulit dirampungkan dan dinyatakan P.21. Kami curiga ada dugaan kongkalikong,” tegas Jo sapaan akrab Juhardi dalam rilisnya, Selasa (19/2/2019).
Ia berjanji secara kelembagaan akan melakukan unjuk rasa besar-besaran di Kantor Kejati Sulsel dan Mapolda Sulsel guna menagih progres penanganan kasus tersebut.
Sekaligus, lanjut Jo, pihaknya akan menantang Polda Sulsel dan Kejati Sulsel untuk segera mengadakan gelar perkara terbuka agar semuanya kelihatan secara terang benderang.
“Tak jelasnya penanganan kasus ini menandakan jika supremasi hukum di Sulsel belum berjalan maksimal. Kami akan segera turun menagih kejelasan kasus ini agar masyarakat mendapatkan kepastian hukum,” ucap Jo.
Tak jelasnya progres kasus ini pun berdampak luas. Pelapor melalui Penasehat Hukumnya, Jermias Rarsina melakukan upaya hukum lain dengan melaporkan oknum Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam perkara tersebut, Andi Fitriani ke bidang pengawasan Kejaksaan Agung dan Komisi Kejaksaan.
Ia menduga kasus ini terhalang karena prilaku Fitriani yang diduga tak profesional dalam menangani perkara pidana dugaan pengrusakan secara bersama-sama yang telah menjerat Jemis Kontaria dan Edy Wardus tersebut.
“Klien kami selaku pelapor telah menjelaskan ke Jamwas dan Komjak terkait tindakan JPU dalam penanganan perkara pidana yang kami laporkan. Dimana sebagai JPU, ia melakukan hal yang tidak sesuai dengan tata cara pemeriksaan perkara pidana,” terang Jermias.
Ia, beber Jermias, terus mengembalikan berkas perkara pidana dugaan pengrusakan ruko secara bersama-sama yang telah menjerat Jemis Kontaria dan rekannya Edy Wardus ke penyidik Polda Sulsel dengan alasan yang tidak jelas alias petunjuk yang diberikan ke penyidik dianggap sebagai petunjuk buntu.
“Perkaranya masih P.18 alias belum lengkap menurut JPU Fitri. Sehingga dikembalikan ke penyidik Kepolisian untuk kembali dilengkapi,” beber Jermias.
Sayangnya, ungkap Jermias, pengembalian berkas perkara itu sama sekali tak dibarengi petunjuk jelas dari Fitri selaku JPU. Yakni terkait upaya apa atau langkah apa yang harus dilakukan penyidik Polda Sulsel agar berkas perkara penyidikan yang menjerat Jemis dan Edy bisa segera lengkap alias P.21.
Melainkan Fitri hanya sebatas memberi definisi atau batasan mengenai pertanggungjawaban pihak vicarious liability atau pertanggungjawaban pengganti dalam petunjuknya ke penyidik terkait perkara yang dimaksud.
Padahal, secara substansi, menurut Jermias, posisi kedudukan hukum Jemis Kontaria sebagai pemilik bangunan terkesan telah dihilangkan dan menurut Fitri tidak dapat dikenakan sebagai pelaku tindak pidana pengrusakan dalam kedudukan hukumnya sebagai tersangka.
“Seharusnya secara hukum pengembalian berkas perkara oleh JPU disertai petunjuk ke arah mana jalan keluar pertanggung jawaban pidananya tentang Vicarious Liability? Juga tidak boleh menghilangkan substansi pertanggung jawaban pidana para terlapor yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam putusan praperadilan perkara nomor 32/Pid.Prap/2017/ PN MKs tanggal 19 desember 2017,” jelas Jermias.
Tindakan hukum yang dilakukan Fitri selaku JPU tersebut, dinilai Jermias, telah bertentangan dengan putusan praperadilan yang menetapkan terlapor sebagai tersangka, bahkan terkesan ada itikad menghilangkan pertanggung jawaban pidananya.
“Tindakan Fitri selaku JPU mengembalikan berkas perkara laporan pidana kami tanpa petunjuk yang jelas dan menghilangkan pertanggung jawaban pidana terhadap tersangka maka kuat dugaan ia telah berpihak kepada tersangka dalam pemeriksaan berkas perkara,” ujar Jermias.
Berdasarkan alasan dan pertimbangan hukum maupun fakta tersebut, kliennya selaku pelapor menempuh upaya mengadu ke Kejagung melalui Jamwas Kejagung agar segera dibentuk tim guna memeriksa JPU, Fitri yang menangani perkara tersebut sebagai fungsi kontrol dan pengawasan terhadap penuntut umum.
Diketahui, kasus dugaan pengrusakan ruko di Jalan Buru, Kecamatan Wajo, Makassar awalnya dilaporkan oleh korbannya, Irawati Lauw pada tanggal 8 Agustus 2018 dengan bukti LP Nomor STTLP/343/VIII/2017/SPKT.
Dalam perjalanan penyelidikan kemudian ditingkatkan ke tahap penyidikan, penyidik Polda Sulsel kemudian menetapkan dua orang tersangka masing-masing Jemis Kontaria dan Edi Wardus Philander.
Sayangnya, meski keduanya menyandang status tersangka dan dijerat dengan sangkaan pasal 170 KUHP Juncto Pasal 406 KUHP dan atau pasal 167 KUHP, penyidik Polda Sulsel tak menahan keduanya.(AD)