SUARAPANTAU.COM, JAKARTA – Analis politik Karyono Wibowo mengatakan, potensi kerawanan Pemilu 2019 bisa dideteksi dengan menyusun Indeks Kerawanan Pemilu dengan mengelompokkan potensi kerawanan. Pengelompokan kerawanan ke dalam empat dimensi yang dibuat Bawaslu RI sudah cukup baik. Empat dimensi tersebut adalah dimensi sosial politik, dimensi penyelenggaraan, dimensi kontestasi, dan dimensi partisipasi.
“Yang penting bukan sekadar mendeteksi kerawanan tapi pencegahan dini dan penegakan hukum serta sikap tegas dari penyelenggara pemilu”, ujar Karyono dalam diskusi Potensi Ancaman dan Kerawanan Pemilu, di kawasan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat,. Sabtu, 23/02/2019.
Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute (IPI), Karyono Wibowo melihat adanya sejumlah potensi kerawanan pada Pemilu 2019 mendatang.
Ia menilai menguatnya politik identitas menjadi salah satu potensi yang cukup rawan mengancam pelaksanaan kontestasi politik tersebut.
“Pertama menguatnya politik identitas. Masih menggunakan isu SARA, isu agama sebagai propaganda politik,” ujar Karyono.
Ia juga menyoroti adanya teror terhadap situasi keamanan yang terus menerus terjadi.
Karyono mencontohkan teror pembakaran kendaraan bermotor yang terjadi di Solo, Temanggung, Semarang hingga menyasar Jawa Timur.
Ledakan di lokasi nobar dalam debat pilpres kedua juga turut disinggungnya sebagai salah satu ancaman yang muncul jelang Pemilu 2019.
Lebih lanjut, pria yang juga pemerhati sosial politik itu juga menyoroti ada penggiringan opini seolah pemilu 2019 dilakukan dengan berbagai kecurangan. Mulai dari isu daftar pemilih tetap ganda, e-KTP tercecer, kotak suara terbuat dari kardus, hingga hoaks 7 kontainer surat suara tercoblos.
“Di sisi lain, pola politik teror dan intimidasi perlu diwaspadai karena bisa menghancurkan demokrasi. Pasalnya berbagai bentuk teror dari yang halus hingga paling ekstrem seperti intimidasi dalam bentuk spanduk baliho yang mengandung muatan intimidasi hingga pembakaran motor dan mobil bisa jadi tidak berdiri sendiri tetapi bisa jadi berkorelasi dengan kepentingan politik 2019”, tandasnya.
Di tempat yang sama, Stanislaus Riyanta, pengamat intelijen dan keamanan menyebutkan ada lima kerawanan dalam Pemilu 2019 yaitu pertama ketidakakuratan DPT; Kedua adalah permasalahan logistik; Ketiga ketidaknetralan aparat keamanan, ASN dan penyelenggara Pemilu (KPU dan Bawaslu); keempat adalah keterbatasan aparat keamanan; dan kelima adalah kondisi geografis yang luas dan medannya sulit. Kerawanan tersebut jika tidak bisa diatasi akan menjadi ancaman pemilu.
“Potensi ancaman yang perlu diwaspadai pada Pemilu 2019 adalah potensi terjadinya konflik yang dipicu oleh ketidak puasan atas hasil Pemilu 2019 dan sabotase Pemilu dari kelompok yang anti atau yang merasa dirugikan dengan demokrasi, ketiga aksi dari kelompok radikal atau organisasi terlarang termasuk pelaku teror dengan motif ideologi.” kata Stanislaus Riyanta ditembat yang sama
Lanjut Riyanta, Strategi untuk menutup kerawanan dan mencegah terjadinya ancaman tersebut di atas adalah memastikan bahwa DPT sudah tepat atau tidak bermasalah, logistik dalam kondisi siap dan dapat didistribusikan dengan tepat waktu dan aman, dan hal yang penting adalah ASN dan penyelenggara Pemilu 2019 netral dan profesional.
Terakhir yang menjadi benteng penjaga penyelenggaraan Pemilu 2019 adalah pemerintah terutama Polri, TNI, BIN dan Pemeritah Daerah dengan sistem pengamanan yang baik dan terpadu diharapkan mampu mendeteksi dan mencegah dini terjadinya konflik massa, sabotase, penyusupan, terorisme dan gangguan keamanan lainnya. (SP)