SUARAPANTAU.COM, SAMPANG – Calon Presiden nomer urut 02, Prabowo Subianto menutup rangkaian kegiatannya di Jawa Timur selama beberapa hari ini dengan menghadiri undangan Haul Akbar Masyayikh dan Habaib se-Madura di di Lapangan Mbak Tutut, Lengser, Camplong, Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur, Selasa (26/2/2019) malam.
Tak hanya hadir sebagai undangan, Capres yang berpasangan dengan Sandiaga Salahuddin Uno itu juga diminta untuk memberikan pandangan dan sambutannya di hadapan para habaib, ulama, dan Kyai serta puluhan ribu masyarakat yang berasal dari berbagai wilayah di Madura dan kota lainnya.
Dalam kesempatan itu, Prabowo menceritakan bahwa dirinya sudah lama dekat dengan para ulama, Kiyai dan Habaib sejak dirinya masih muda dan menjadi prajurit TNI. Jadi, kedekatannya dengan para ulama dan tokoh agama bukan hanya saat ini saja ketika menjadi seorang calon presiden.
“Saya sejak usia muda dekat dengan Kyai, karena saya dulu prajurit, prajurit itu harus siap mati untuk negara bangsa dan rakyat. Jadi kalo orang mau menghadapi maut ya harus menghadap Kiyai minta doa. Jadi saya dekat sama ulama bukan saat ini saja tapi memang sudah lama,” ungkap Prabowo.
Mantan Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) itu juga menceritakan, karena kedekatannya dengan para ulama maka dirinya dianggap sebagai kelompok radikal. Padahal, islam di Indonesia sangat menghargai perbedaan dan selalu memberikan rahmat bagi semua golongan.
“Jadi ada yang bilang prabowo dekat sama ulama, Prabowo radikal. Islam di indonesia itu tidak radikal, islam di indonesia itu Rahmatan Lil Alamin, ustad ustad saya, Kiyai Kiyai saya, dan Habaib habaib saya mengajarkan bahwa islam di Indonesia melindungi semua suku semua agama semua etnis. Dan kita tidak boleh mengujar kebencian,” tegasnya.
Ia mencontohkan, bukti islam di Indonesia itu menghargai semua golongan dan memberi rahmat bagi semua umat terlihat dalam 17 butir yang ia tandatangani dalam perjanjian yang dibuat oleh ijtima ulama ke 2. Dalam 17 butir perjanjian tersebut tidak ada yang merugikan kelompok, agama, etnis maupun ras lain yang hidup di Indonesia.
“Karena itu waktu saya dipercaya oleh ijtima ulama yang pertama dan kedua dan diminta tandatangan 17 butir itu, tidak ada yang tidak sesuai dengan kepentingan seluruh rakyat Indonesia. Bahkan tiap butir itu menghormati setiap semua agama, suku, ras, dan kelompok etnis. Pihak yang salah pun kita hormati. Kalau kita percaya pasti ada kebaikan di semua pihak, mudah mudahan dia kembali ke jalan yang benar,” tandasnya.