NCID: Krisis Kepercayaan Jokowi Mencoba Peruntungan dengan Janji Baru

SUARAPANTAU.COM, JAKARTA  – Calon presiden nomor urut 01, Joko Widodo dinilai memiliki beban yang cukup jadi penghambat karena mulai krisis kepercayaan.

Sejumlah kalangan bahkan menilai janji pilpres Joko Widodo dinilai usang karena minim realisasi.

Hal tersebut dilontarkan oleh, Direktur Eksekutif Nurjaman Center for Indonesian Democracy (NCID) Jajat Nurjaman, Rabu (6/3/2019).

Jajat mengungkapkan posisi Jokowi yang rawan karena menggunakan strategi yang sama dalam kontentasi pilpres 2019 ini.

Bacaan Lainnya

“Bukan hanya beban janji-janji palsu 2014 yang belum terealisasi, program kartu sakti untuk saat ini bisa dikatakan strategi usang karena minim realisasi,” cetus Jajat.

Jajat menambahkan, saat ini Tim Kampanye Nasional (TKN) memiliki tugas berat untuk meyakinkan kembali rakyat dengan berbagai tawaran janji-janji baru. Salah satunya termasuk tawaran janji rencana pemberian kartu Pra Kerja.

Kartu Pra-Kerja Mustahil Terlaksana

Jajat meyakini, kartu pra-kerja secara umum sangat sulit untuk direalisasikan mengingat kondisi keuangan negara dengan beban utang yang sangat besar.

Ditambah infrastruktur mangkrak tapi dihadapkan dengan program bagi-bagi subsidi yang belum jelas sumbernya nanti darimana.

“Saya kira ini sangat aneh karena orang tidak kerja itu harusnya diberikan lowongan kerja bukan dimanjakan dengan kartu pra kerja”, tutur Jajat.

Jajat menilai, meskipun menghadapi lawan yang sama, namun ada perbedaan yang cukup signifikan antara dukungan yang didapatkan oleh kedua capres kali ini.

Pendukung Jokowi rata-rata dilatarbelakangi kagum akan kepribadian Jokowi yang dianggap sederhana dan berani mengambil resiko utang luar negeri yang katanya untuk membangun infrastruktur. Disisi lain, kalangan ini justru terbatas mengingat sisi ekonomi yang dibangun Jokowi ternyata tidak menyentuh level bawah.

Sebaliknya pendukung Prabowo saat ini didominasi barisan tokoh islam dan arus bawah yang sebelumnya dikecewakan oleh Jokowi.

“Saya kira perbedaan ini akan menjadi kunci dalam pilpres kali ini karena perebutan masyarakat arus bawah itu lebih penting mengingat secara jumlahnya lebih besar,” ungkap Jajat.

“Mengeluarkan program-program yang populis dimasa kampanye untuk mendapatkan perhatian semata hanya menunjukan kelemahan dari kubu petahana. Mengingat, seharusnya hasil kinerja selama masa berkuasa yang dijadikan alat untuk citra diri petahana”.

“Saya kira dengan batas waktu yang semakin dekat ini seharusnya bisa melakukan hal-hal yang lebih konkrit dibanding merencanakan sesuatu yang sifatnya sebatas akan dan nanti. Bagi kubu Prabowo justru diuntungkan karena belum berkuasa, tapi bagi jika petahana masih bicara akan dan nanti, semakin menunjukan kepanikan takut kalah”, tutup Jajat.(*)

Ikuti berita terbaru di Google News

Redaksi Suarapantau.com menerima naskah opini dan rilis berita (citizen report).
Silahkan kirim ke email: redaksisuarapantau@gmail.com atau Whatsapp +62856-9345-6027

Pasang Iklan

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *