SUARAPANTAU.COM, JAKARTA – Pemilu 2019 merupakan salah momentum pemilihan umum secara serentak terbesar sepanjang sejarah pesta demokrasi di Indonesia, pasalnya Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden kali ini dilakukan secara bersamaan dengan pemilihan Calon Legislatif baik dari tingkat Kabupaten/ Kota, Provinsi dan RI, di tambah lagi dengan pemilihan DPD.
Kendatipun demikian, ancaman maupun pelanggaran pemilu 2019 tak ada habis-habisnya hingga sekarang, seperti Isu SARA, Intimidasi, provokasi dan isu Hoaks terus digelontorkan oleh berbagai pihak yang tidak bertanggung jawab, Akibatnya demokrasi kita jadi terancam.
Berbagai lembagapun menyoroti dan ikut prihatin atas peristiwa tersebut melalui acara diskusi publik yang bertemakan ” pelanggaran hukum dalam pemilu 2019 dan potensi ancaman demokrasi” di Kedai Canda Lahar, dikawasan Percetakan Negara, Jakarta Pusat. Rabu, (13/03/19).
Hadir dalam acara tersebut, Direktur IPI, Karyono Wibowo., Analisis Politik, Adi Prayitno., Demisioner Ketua Bawaslu Jabar Periode 2013-2018, Harminus Koto., Direktur eksekutif Perludem, Titi Anggraini., Ketua LBH Trisila, Hasan Lumbanraja.
Direktur IPI, Karyono Wibowo mengatakan bahwa kaitan antara pelanggaran pemilu dengan ancaman demokrasi, yakni seluruh pelanggaran pemilu yang terjadi saat ini merupakan ancaman bagi demokrasi kita ke depan.
“Karena banyaknya pelanggaran pemilu saya mencatat ada 5 poin pelanggaran yg menurut saya paling mengancam demokrasi.” kata Karyono
Direktur IPI, itupun membeberkan lima poin ancaman pemilu yang mengancam demokrasi tersebut, yakni:
Pertama: Eksploitasi politik.
Kata dia, identitas bermuatan SARA jadi upaya untuk menjatuhkan lawan politik. Dalam Pemilihan kepala Daerah tahun 2017 dan 2018 politik identitas sangat menguat bahkan 2019 sangat kuat. Ini ditandai dengan aktivitas dan narasi yang dikemas dengan berbagai varian dan disebarkan di kanal media semakin marak.
“Demokrasi Indonesia jelas menghargai setiap perbedaan yang ada, tapi dengan menguatnya politik identitas maka demokrasi menjadi ternodai.” tandasnya
“Dampaknya itu menimbulkan keretakan sosial dan disharmoni. Kalau ini dibiarkan dan dampaknya bisa timbulkan disintegrasi bangsa. yang terjadi hari ini adalah reside dari pemilu 2014 sampai 2017.” ucap Karyono
Kedua: Maraknya kabar bohong alias hoaks.
Hoaks dampak daya rusaknya sangat luar biasa, apalagi ketika hoaks jadi industri atau dijadikan landang bisnis atau usaha.
“ini lebih bahaya dan mengancam peradaban kemanusiaan. Ketika hoaks masuk ke ranah industri maka akan jadi ancaman apalagi kalau sudah jadi budaya sehingga dianggap biasa.” ucapnya
Padahal, kata karyono, jelas ini fitnah dan merugikan pihak lain. “Saya tempatkan hoaks jadi ancaman demokrasi terbesar kedua setelah penggunaan isu SARA. Setiap bulan produksi hoax meningkat drastis, berati kedepan bisa naik lagi dan ini bisa menjadikan indonesia darurat hoaks.” imbuhnya
Ketiga: Intimidasi dan teror. Menurut Karyono, Intimidasi di dalam spanduk dan baliho, ada teror dengan bakar mobil sepeda motor dan lain-lain, ini bisa jadi bagian dari strategi untuk ciptakan ketakutan di masyarakat.
Ke empat: lanjut dia, money politic (politik uang) adalah ancaman bagi demokrasi kita.
“Rakyat bebas dan netral untuk pilih calon pemimpinnya tapi prosesnya dilakukan dengan menyuap.” bebernya
Dan Kelima: Belanja suara. Orang dapat suara tapi tidak melalui proses pemilihan yang demokrasi jujur dan adil bebas tapi dengan cara belanja suara.
“Kasus belanja suara bahkan anggota DPR pernah bongkar kasus bahwa ada beberapa anggota DPR di parlemen terpilih karena melalui belanja suara.” ungka Direktur IPI itu
Walaupun demikian, Direktur IPI tersebut optimis bahwa Pemilihan Presiden kali ini masi akan berjalan lancar.
“Saya kira pemilu 2019 tanggal 17 april nanti masih berjalan dengan aman baik secara umum. Konflik yang mengeras hanya terjadi di dunia maya.” katanya
“Tumbuhnya kesadaran hukum adalah suatu yang fundamental. Buat saya meskipun langit akan runtuh keadilan dan demokrasi harus tetap tegak.” tegasnya