SUARAPANTAU.COM, JAKARTA – Proses debat Pilpres 2019 terakhir yang berlangsung di Hotel Sultan, Jakarta, Sabtu (13/4/2019) semalam jadi perhatian publik.
Direktur Eksekutif Nurjaman Center for Indonesian Democracy (NCID), Jajat Nurjaman mengemukakan sejumlah catatan penting selama proses debat berlangsung terkait perbedaan signifikan kedua pasangan capres-cawapres.
Pertama, Jajat menyayangkan kubu petahana, Joko Widodo-Ma’ruf dinilai terlalu kaku dan kurang mampu meyakinkan publik dengan memaparkan sejumlah evaluasi realisasi program selama memimpin.
Bahkan malah menunjukan klaim palsu atas dana desa seolah melupakan sejarah bagaimana perjuangan Undang-undang Dana Desa itu terbentuk yang sempat ditolak PDIP notebene pengusung Jokowi.
Sementara, Prabowo-Sandi berhasil menawarkan sejumlah program strategis yang masih kurang dimaksimalkan selama kepemimpinan Jokowi-JK.
Sebagai contoh, disektor ekonomi, Prabowo-Sandi akan memaksimalkan potensi ekonomi syariah, peningkatam swasembada serta penguatan dibidang lainnya. Hal ini, menunjukan Prabowo-Sandi pintar melihat peluang sektor mana saja yang perlu perbaiki.
“Idealnya debat pilpres adalah panggung petahana memaparkan prestasi atas berbagai program yang telah dicapainya, faktanya tidak demikian toh pembangunan yang dibanggakan petahana malah menuai kritik dari dalam seperti kerugian pembangunan LRT Palembang dan Bandara Kertajadi yang sepi dikritik oleh pak Jusuf Kalla. Seharusnya ini jadi catatan penting dan disampaikan ke publik bagaimana strategi kedepan petahana sehingga publik yakin tuk memilihnya dua periode,” ungkap Jajat.
Selanjutnya, kata Jajat, publik mengapresiasi rencana strategis Prabowo-Sandi untuk melakukan swasembada dan hilirisasi industri demi menguatkan ekonomi nasional. Mengingat, hal ini adalah hal paling mendasar dari berbagai permasalahan yang dihadapi rakyat saat ini.
Ia menyebut, hal tersebut, dapat mewujudkan lapangan kerja yang signifikan sekaligus sebagai otokritik kubu petahana yang kurang maksimal selama ini.
Lebih jauh, Jajat menyayangkan, salah satu sesi debat kubu petahana terkesan kehilangan narasi dan subtansi debat yang cenderung menyerang personal kandidat lain.
“Namun, apapun hasilnya yang pasti bahwa terkait dengan jalannya debat terakhir. Hal ini, juga sebagai sarana pemilih yang belum menentukan pilihan untuk bisa mengambil keputusan karen kedua paslon tampil dengan gaya dan karakter yang berbeda,” terang Jajat.()