Penyelenggaraan Pilkades Di Desa Batuatas Barat Dinilai Cacat Hukum

SUARAPANTAU.COM, BUSEL – Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) serentak, yang digelar, Senin (24/6) di Kabupaten Buton Selatan (Busel) tepatnya Desa Batuatas Barat, Kecamatan Batuatas dinilai sejak awal proses penyelenggaraannya tidak sesuai aturan alias cacat hukum.

Hardodi, salah satu Pengacara Muda (PM) asal Kabupaten Buton Selatan yang berkantor di Jakarta ini mengatakan bahwa benang merah timbulnya keberatan terhadap proses pemilihan Kepala Desa, Desa Batuatas Barat tersebut berawal dari kerancuan Administrasi proses pendaftaran bakal Calon dan Penetapan Calon Kepala Desa.

Ia mengungkapkan,  bahwa pada Tanggal 3 Maret 2019 Badan Permusyawaratan Desa (BPD) membentuk Panitia Pemilihan Kepala Desa (PPKD), sesuai pasal 32 ayat 2 UU No.6/2014 Tentang Desa dan Pasal 1 ayat 7 Permendagri Nomor 112/2014 Tentang Pemilihan Kepala Desa.

Selanjutnya, panitia membuka pendaftaran calon kades, yang diikuti oleh 4 bakal calon yakni Sdr Drs. La Madio, Rinianto, Ali Bara, dan La Ode Buhiya.

Lanjut daripada itu, tanggal 1 Mei 2019 panitia memferivikasi berkas sekaligus menetapkan bakal calon yang lolos berkas menjadi Calon Kepala Desa.

Ada 3 (tiga) nama dari 4 (empat) orang bakal calon yang dinyatakan lolos berkas antara lain Drs. La Madio, Ali Bara, dan La Ode Buhiya sebagai mana yang di tetapkan pada Surat Penetapan Nomor 02/DBB/Pan.Pilkades/2019.

Sementara Sdr. Rinianto dinyatakan tidak lolos berkas karena tidak memperoleh Surat Keterangan Bebas Temuan dari Inspektorat Kabupaten Buton Selatan atas dugaaan ada anggaran fiktif selama dirinya menjabat sebagai bendahara desa di desa Batuatas barat tersebut.

“Surat bebas temuan merupakan syarat administrasi yang harus dikantongi bagi kepala desa dan perangkat desa apabila hendak mencalonkan diri sebagai Kades, sebagaimana di atur dalam pasal 27, 28, 29, 30, 31, dan pasal 32 peraturan daerah nomor 16 tahun 2016 tentang pemilihan kepala desa Kabupaten Buton Selatan.” Kata Hardodi dalam Releasenya pada Suarapantau.com. Kamis, (27/6/2019).

Sementara itu, Pada tanggal 2 Mei 2019, Surat Keterangan Bebas Temuan Drs. La Madio Nomor 820/76/2019 tertanggal 25 Maret 2019 dibatalkan oleh Inspektorat, sesuai surat keterangan pembatalan bebas temuan nomor 820/82/2019 tanggal 2 Mei.

Berdasarkan surat pembatalan tersebut di atas, pada tanggal 28 Mei 2019 Panitiapun membatalkan Surat Penetapan Nomor 02/DBB/Pan.Pilkades/2019 yang telah ditetapkan sebelumnya dan membuat surat penetapan baru dengan nomor 03/DBB/Pan.Pilkades/2019 tertanggal 28 Mei 2019.

“Sesuai surat penetapan nomor 03/DBB/Pan.Pilkades/2019 tertanggal 28 Mei 2019, akhirnya panitia tinggal menetapkan 2 (dua) orang calon kepala desa yang berhak dipilih yakni Sdr. Alibara dan La Ode Buhiya.” Sebutnya

Ia mengungkapkan, Berdasarkan Pasal 26 Permendagri Nomor 112/2014 Tentang Pemilihan Kepala Desa, tepatnya pada hari rabu tanggal 29 Mei 2019 pukul 07:35 Wita, panitia mengadakan proses pencabutan nomor urut dan penetapan dari bakal calon menjadi calon kepala desa yang berhak dipilih.

Selanjutnya, ditetapkan nomor undian 01 atas nama Alibara, nomor undian 02 La Ode Buhiya. Di hari yang sama, panitia membuat pengumuman dipapan pengumuman terkait calon kepala desa yang berhak dipilih.

Pada tanggal 10 Juni 2019 Inspektorat Kabupaten Buton Selatan mengeluarkan surat bebas temuan yang baru terhadap Sdr. Drs La Madio sekaligus mememinta kepada panitia untuk melakukan pencabutan nomor urut dan penetapan ulang dari bakal calon menjadi calon, sedangkan penetapan bakal calon menjadi calon kepala desa sudah dilakukan pada hari rabu tanggal 29 Mei 2019 pukul 07:35 Wita.

Menurut Hardodi, perintah tersebut bertentangan dengan Pasal 26 permendagri nomor 112 tahun 2014 tentang pemilihan kepala desa.

“Dalam permen tersebut kalau sudah dilakukan pemberian nomor urut dan penetapan bakal calon menjadi calon maka tidak bisa lagi dilakukan pencabutan maupun penetapan ulang karena keputusan tersebut sudah bersifat final.” ucapnya

“Panitia terus ditekan oleh camat untuk dilakukan pencabutan nomor urut ulang, oleh ketua panitia Sdr. Alirman dan Sekretaris Panitia Sdr. Fitriana.” sambung Hardodi

Kendatipun demikian, kata Hardodi, Ketua panitia dan Sekertarisnya bersikeras tidak mau menggelar pencabutan nomor dan penetapan bakal calon menjadi calon ulang karena tidak memiliki landasan yuridis.

Akibat dari desakan tersebut, Sambung dia, pada tanggal 15 Juni 2019 Ketua Panitia) dan Sekretaris Panitia memilih memundurkan diri dari jabatannya masing-masing karena diarahkan oleh camat.

“camat diarahkan oleh atasanya bahwa apabila ketua dan sekretaris panitia tidak siap menggelar pencabutan nomor urut dan penetapan ulang, maka harus memundurkan diri dari jabatanya.” Pengakuan ketua dan skretaris panitua
Ia menilai, Langkah panitia yang memundurkan diri tersebut sudah benar dan tepat “tidak perlu mempertahankan jabatan dengan cara melanggar hukum. Itu baru ketua dan sekretaris panitia yang paham hukum.” tandas dia

Menurut dia, Tidak ada landasan hukumnya apabila dilakukan kembali pencabutan nomor urut dan penetapan kembali,

“silahkan baca undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang desa, PP No 43 tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No 6 tahun 2014 tentang Desa dan PP No 60 tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari APBN, permendagri nomor 112 tahun 2014 tentang pemilihan kepala desa, maupun dalam Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Desa dan Peraturan Bupati Nomor 23 Tahun 2017 tentang Pemilihan Kepala Desa.” tegasnya

Lebih lanjut, Ia mengungkapkan, Untuk mengisi kekosongan ketua dan sekretaris panitia pilkades, diangkatlah Sdr. La Sianto dan La Ode Alin, namun tidak diketahui siapa yang angkat sebab diwaktu yang sama, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sudah habis masa jabatanya pada tanggal 3 Maret 2019, sementara BPD yang baru periode 2019 belum di ambil sumpah serta tidak memiliki SK.

“Artinya, keberadaan dua orang tersebut dalam kepanitiaan tidak dibenarkan undang-undang (illegal).” pungkasnya

“Surat surat suara ditandatangani oleh Sdr. La Sianto yang bertindak sebagai ketua panitia padahal tidak memiliki legalitas.” Bebernya

Atas kerancuan tersebut, 3 aktivis mahasiswa yakni Andika, Jodir, dan Jasrin mengajak dialog panitia disaksikan oleh Plt Desa, Babinsa, pihak Polsek dan Sekcam mempertanyakan lagalitas panitia.

“Awalnya dialog tersebut berjalan normal, namun tiba-tiba datang segerombolan pericu ikut mengacaukan suasana tanpa mencerna dengan bijak apa yang disampaikan 3 orang aktivis tersebut.” cetus dia

Hasil dari dilaog tersebut diperoleh keterangan sdr La Sianto dan La ode Alih bahwa mereka tidak memiliki SK, mereka bekerja karena ingin proses cepat selesai, sehingga ketegangan pemilu dapat usai. Tentu alasan ersebut tidak bisa dibenarkan, bagaimanapun uu harus di kedepankan.

“Atas dasar itulah Proses Pemilihan Kepala Desa, Desa Batuatas Barat, Kecamatan Batuatas cacat Yuridis dan dapat dibatalkan secara hukum.”

Dia mengatakan, payung hukum pilkades sudah jelas di atur dalam Undang-Undang No 6 tahun 2014 tentang desa, Permendagri Nomor 112/2014 Tentang Pemilihan Kepala Desa pasal 1 ayat 7  bahwa “Panitia pemilihan Kepala Desa tingkat desa yang selanjutnya disebut Panitia Pemilihan adalah Panitia yang dibentuk oleh BPD untuk menyelenggarakan proses Pemilihan Kepala Desa”.

“Karena Sdr. La Sianto tidak memiliki legalitas sebagai ketua panitia, maka tidak berhak untuk menandatangani dokumen apapun terkait pemilihan kepala desa, desa batuatas barat termaksud berita acara dan kartu suara. Pencabutan nomor urut dan penetapan dari bakal calon menjadi calon kepala desa tidak bisa dilakukan dua kali.”

“Camat, PPK, Inspektorat bahkan Bupati tidak memiliki landasan yuridis menekan panitia untuk mengikuti kehendaknya lebih-lebih terhadap perintah yang tidak berlandaskan yuridis. Panitia pemilihan kepala desa harus netral dalam menjalankan tugasnya sesuai dengan aturan yang berlaku.” sebutnya

Lebih Lanjut, Hardodi menjelaskan bahwa dalam Permendagri Nomor 112 Tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Desa pasal 26 “(1) Penetapan calon kepala desa disertai dengan penentuan nomor urut melalui undian secara terbuka oleh Panitia pemilihan. (2) Undian nomor urut calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dihadiri oleh para calon. (3) Nomor urut dan nama calon yang telah ditetapkan disusun dalam daftar calon dan dituangkan dalam berita acara penetapan calon Kepala Desa.

(4) Panitia pemilihan mengumumkan melalui media masa dan/atau papan pengumuman tentang nama calon yang telah ditetapkan, paling lambat 7 (tujuh) hari sejak tanggal ditetapkan. (5) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (4) bersifat final dan mengikat”.

Jikalau proses pilkades yang tidak konstitusional, maka hasilnya inkonstitusional. Upaya hukum bisa ditempuh baik melalui PPK mau jalur peradilan pidana, HTUN maupun perdata.

“Bagaimanapun menjunjung tinggi hukum adalah kewajiban pemimpin dan seluruh warga negara.
Bupati Buton Selatan melalui PPK dapat memtuskan untuk dilakukah PSU dalam waktu dekat atau menunjuka plt smpai 2021 baru digelar kembali proses pilkades di desa batuatas barat.” tutupnya

Ikuti berita terbaru di Google News

Redaksi suarapantau.com menerima naskah opini dan rilis berita (citizen report).
Silahkan kirim ke email: redaksisuarapantau@gmail.com atau Whatsapp +62856-9345-6027

Pasang Iklan

Pos terkait