SUARAPANTAU.COM, JAKARTA – Hardodi bersama Rekan HFH LAW FIRM, mendatangi Mabes Polri bagian SPKT dalam rangka melaporkan atas dugaan Tindak Pindana Pengrusakan Fasilitas Negara secara berjamaah oleh masa aksi yang dikoordinir La Ode Masrizal Mas’ud (mantan ketua KPU Buton Selatan), Jumat (26/7/2019).
“Disini kami diterima langsung oleh bapak Kompol I Dewa Nyoman, saya menjelaskan letak duduk perkaranya bahwa bermula kejadian ini merupakan aksi protes terhadap kasus dugaan penyelahgunaan uang negara yang melibatkan Plt Bapak Arusani, namun kemudian massa melakukan pengrusakan fasilitas negara antara lain Kantor Bupati Buton Selatan, Bapeda, inspektorat, bagain hukum, ULP, Bagian Keuangan, Bagian Umum.” ucap Hardodi kepada SUARAPANTAU.COM.
“Ini kan bermula kasus korupsi dan yang lainya, kalau ada indikasi pelanggaran yang melibatkan pemda, ya segera laporkan ke pihak yang berwajib, baik Polri, kejaksaan maupun KPK tapi jangan lakukan pengruasakan fasilitas publik.” sambungnya
Ia mengatakan, dalam menyampaikan aspirasi sudah di atur dalam Pasal 28E UUD 1945, Namun kebebasan tersebut di batasi undang-undang, artinya kita boleh menyampaikan aspirasi namun harus sesuai hukum dan tidak boleh sampai merusak fasilitas Negara.
“Kompol I Dewa Nyoman menyampaikan akan mengkoordinasikan dengan Polda Sultra dan Polres Baubau agar para pelaku segera ditindaki. Kompol I Dewa Nyoman berterimakasih karena sudah ikut menegakan hukum, ikut mengatur tatanan sosial. Tindakan-tindakan seperti ini (pengrusakan fasilitas negara) tidak boleh terjadi.” cetusnya
Kendatipun demikian, Kata Hardodi, kasus yang disuarakan oleh para demonstran tersebut, dirinya tidak mempersoalkannya tetapi harus ditempuh sesuai aturan yang berlaku. “kami dukung langkah itu tapi kalau merusak fasilitas negara maka akan berhadapan dengan hukum. sayapun akan melaporkan. Tindakan-tindakan preman seperti itu tidak boleh ada di tanah leluhur busel, karena busel itu seloganya Beradat.” tegasnya
Selain itu, Ia juga menyayangkan sikap Pemerintah Daerah Kabupaten Buton Selatan (Pemda Busel) atas kasus pengrusakan fasilitas Negara yang dilakukan oleh para demonstran dalam aksi unjuk rasanya. Menurut dia, harusnya kasus pengrusakan tersebut Pemda Busel langsung melaporkannya ke pihak yang berwajib agar segera di proses secara hukum.
“Sebanarnya kasus ini harus di laporkan oleh pemda busel, pemda tidak boleh diam saja. Ini menyangkut aset rakyat. Hukum tidak boleh tebang pilih, mau keluarga sekalipun harus di proses, tapi sejauh ini kelihatanya adem-adem Pemda Busel saja, makanya saya berinisiatif secara pribadi sebagai putra Busel ikut menempuh jalur hukum meskipun jauh antara busel dengan Ibu Kota.” Tandas dia
“Kami melaporkan agar tidak terjadi lagi hal serupa dan merupakan edukasi pada semua pihak, sebab buton selatan adalah rumah kita semua, kami yang jauh dinegeri orang tidak pernah menutup mata untuk kebaikan Busel. Saya, teman-teman dan abang-abang disni, khusunya Busel terus berdiskusi untuk kebaikan Busel. Dan inilah salah satu langkah terbaik agar tidak terjadi lagi kedepanya.” tutupnya
Akibat perbuatan tersebut para pelaku di ancam 5 sampai 6 tahun penjara atau melanggar Pasal 170 ayat 2 angka 3 KUHP sebagai berikut: (1) Barang siapa dengan terang-terangan dan secara bersama-sama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
Junto 160 KUHP. Junto Pasal 160 KUHP berbunyi “Barang siapa di muka umum dengan lisan atau dengan tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan yang dapat dihukum, melawan pada kekuasaan umum, dengan kekerasan atau supaya jangan mau menurut peraturan undang-undang atau perintah yang sah yang diberikan menurut peraturan undang-undang, dihukum penjara selama-lamanya enam tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,- (empat ribu lima ratus rupiah).” (SP)