Kebijakan Impor Rektor Asing, Benarkah Cara Yang Tepat?

ANCO (Foto Istimewa)

Oleh: ANCO (Mahasiswa S3 UNJ)

SUARAPANTAU.COM, JAKARTA – Akhir- akhir ini Prof. Dr. Mohamad Nasir Menteri riset, tekhnologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) sangat fenomenal bak seorang selebriti, hal itu disebabkan akibat kebijakannya yang menui polemik baik itu dikalangan akademis, guru, pegiat pendidikan, politisi maupun masyarakat secara umum. Bagaimana tidak ada beberapa kebijakan pendidikan yang menui kontrofersi mulai dari kebijakan impor dosen asing hingga impor rektor asing.

Beberapa kebijakan pendidikan tersebut menuai beragam tanggapan, ada yang mengapresiasi kebijakan sang menteri, tapi ada juga yang tidak sepakat dengan kebijakan tersebut. Hal yang perlu dipahami bahwa, beberapa produk kebijakan kementrian riset, teknologi dan pendidikan tinggi (Menristekdikti) semata- mata demi kemajuan pendidikan. Yang menjadi dasar pemikiran dari kebijakan impor rektor asing adalah berangkat dari kondisi pendidikan bangsa Indonesia yang jauh tertinggal dibandingkan Negara- Negara lain, sebagai anggota ASEAN, ternyata Indonesia masih berada dibawa Negara tetangga Malaysia dalam dunia pendidikan.

Berikut peringkat pendidikan Negara- Negara ASEAN seperti dilansir Deutsche Welle. Posisi pertama adalah singapura dengan skor 07,768, singapura tidak hanya memiliki salah satu system pendidikan berkualitas di ASEAN, tapi juga dunia. Posisi ke dua adalah Brunai Darusalam dengan nilai indeks alian EDI sebesar 0,692, brunai Darusalam menempati posisi 30 di Dunia dan nomor dua Asia Tenggara. Posisi ketiga Malaysia dengan tingkat literasi penduduk dewasa yang mencapai 94%, tidak heran jika Malaysia mampu membukukan skor 0,671 di indeks pendidikan UNDP.

Posisi ke empat adalah Thailan dengan skor EDI 0,608. Sedangkan Indonesia berada pada posisi kelima di ASEAN dengan skor 0,603. Secara umum kualitas pendidikan ditanah air dibawa palestina, samao dan Mongolia. Hanya sebanyak 44% menuntaskan pendidikan menengah. Sementara 11% murid gasal menuntaskan pendidikan alias keluar dari sekolah.  Secara umum kualitas pendidikan bangsa Indonesia masih bertengger di posisi bawah dibanding Negara- Negara ASEAN lainya, seperti singapura, brunai darusalam Malaysia dan thailan.

Kemudian peringkat univesitas di Indonesia juga masih berada pada posisi bawah dibandingkan dengan universitas lain yang ada di ASEAN apalagi pada skala Dunia. Hal Ini bisa dilihat dari QS World Univerisity Ranking yang telah merilis pemeringkatan universitas terbaik di Asia untuk tahun 2018 – 2019.

Berikut pemeringkatan 10 universitas terbaik di ASEAN: 1. National University of Singapore (NUS), Singapura (urutan 11 dunia) 2. Nanyang Technological University (NTU), Singapura (urutan 12 dunia) 3. Universiti Malaya (UM), Malaysia, (urutan 87 dunia) 4. Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM), Malaysia (urutan 184 dunia) 5. Universiti Putra Malaysia (UPM), Malaysia (urutan 202 dunia) 6. Universiti Sains Malaysia (USM), Malaysia (urutan 207 dunia) 7. Universiti Teknologi Malaysia, Malaysia (urutan 228 dunia) 8. Chulalongkorn University, Thailand (urutan 271 dunia) 9. Universitas Indonesia (UI), Indonesia (urutan 292 dunia) 10. Universiti Brunei Darussalam (UBD), Brunei (urutan 323 dunia).

Dari data dirilis QS World Univerisity Ranking universitas nomor satu di Indonesia yakni universitas Indonesia (UI) hanya berada pada urutan ke 9 dalam skala ASEAN dan urutan 292 di dunia. Sedangkan Institut Teknologi Bandung (ITB): peringkat 11 ASEAN dan 359 dunia. Universitas Gadjah Mada (UGM): peringkat 14 ASEAN dan 391 dunia. Universitas Padjajaran (Unpad): peringkat 25 ASEAN dan 651 – 700 dunia. Institut Pertanian Bogor (IPB): peringkat 26 ASEAN dan 651 – 700 dunia. Universitas Airlangga (Unair): peringkat 29 ASEAN dan 751 – 800 dunia. Universitas Diponegoro (Undip): peringkat 32 ASEAN dan 801 – 1000 dunia. Institut Teknologi Sepuluh November (ITS): peringkat 38 ASEAN dan 801 – 1000 dunia. Universitas Brawijaya (UB): peringkat 39 ASEAN dan 801 – 1000 dunia.

Semangat pemerintah untuk pengembangan sumber daya manusia (SDM) dalam hal ini untuk meningkatkan Rangking universitas yang ada di Indonesia menembus Rangking 100 besar dunia, maka Kemenristekdikti menginisiasi untuk mengimpor Rektor Asing dengan harapan bahwa setelah beberapa kampus di Indonesia dipimpim oleh rektor Asing maka kualitas perguruan tinggi di indonesia akan semakin baik. Tapi apakah dengan dipimpin oleh rektor Asing maka universitas di Indonesia kualitasnya akan baik? Tentu hal ini perlu kajian akademik yang cermat dan mendalam.

Menurut keterangan Mohommad Nasir ada beberapa alasan yang melatar belakangi kebijakan impor Rektor Asing yakni:

  1. Akselerasi Rangking Dunia. Mohammad nasir mencontohkan Nanyang Technological University (NTU) yang baru didirikan pada 1981, namun saat ini sudah masuk 50 besar dunia dalam waktu 38 tahun. Ternyata mereka mengundang rektor dari Amerika dan dosen-dosen beberapa dosen Asing untuk meningkatkan kualitas perguruan tinggi.
  2. Pendidikan kualitas dunia. Mohamad Nasir juga menyampaikan dengan rektor luar negeri dan dosen luar negeri akan meningkatkan ranking perguruan tinggi Indonesia, rakyat Indonesia akan lebih dekat dengan pendidikan tinggi yang berkualitas dunia. Menristekdikti mencontohkan banyaknya masyarakat Indonesia yang harus pergi ke luar negeri, termasuk NTU untuk mendapatkan pendidikan tinggi terbaik.
  3. Peringkat 100 dunia. Adapun salah satu tugas rektor luar negeri ini adalah meningkatkan kualitas PTN hingga peringkat PTN ini bisa naik ke tingkat lebih tinggi. Rektor perguruan Asing tersebut akan diberikan tanggung jawab untuk meningkatkan kualitas perguruan tinngi dan rangking perguruan tinggi yang dipimpinnya.

Dari bebarapa pandangan yang dikemukakan mohamad nasir tentang latar belakang impor rektor asing tentunya  harus dikaji secara cermat dan mendalam sebelum kebijakan tersebut direalisasikan, Sebab kebijakan impor rektor asing hanya melihat contoh dari singapura tanpa dilakukan kajian akademik secara ilmiah, penyusunan kebijakan harus direncanakan secara matang dan tentunya dengan kajian akademik yang tepat. Penulis menilai wacana tentang impor rektor asing belum dikaji secara mendalam oleh kemenristekdikti, kebijakan impor rektor asing terkesan tanpa kajian akademik dan hanya copy paste kebijakan pendidikan singapura yang mendatangkan rektor asing untuk meningkatkan kualitas unversitas

Menurut penulis untuk memajukan kualitas perguruan tinggi tidak cukup dengan mengganti pimpinannya dengan rektor asing. Penulis mengajak semua pihak melihat lebih detail, terutama dalam hal pembiayaan pendidikan. Di banyak perguruan tinggi berbagai Negara di dunia, kemampuan meraih reputasi tinggi di dunia internasional terkait dengan anggaran penelitian yang berlimpah. Dengan dana yang cukup, mereka mampu menghasilkan penelitian yang baik dan dipublikasi di jurnal-jurnal ilmiah bereputasi tinggi.

Penulis menyarankan langkah yang tepat dengan memberikan pelatihan kepada rektor dalam negeri. Mereka yang telah terpilih di kampus masing-masing, diberi pengetahuan tambahan mengenai manajemen kepemimpinan perguruan tinggi. Ini penting karena tidak semua rektor di Indonesia terpilih karena kapasitasnya. Ada juga yang naik karena sekedar faktor dukungan politik.

Menurut penulis, jika kualitas rektor di Indonesia masih dirasa kurang, maka bisa dibuat kegiatan semacam training, supaya para rektor bisa paham bagaimana mengimplementasikan, mengintegrasikan dan mengajak semua pihak bisa bekerja bersama-sama mengelola perguruan tinggi. Guru besar Indonesia punya kemampuan yang tidak kalah dengan guru besar di luar negeri. Ungkap Mahasiswa Program Doktoral Universitas Negeri Jakarta tersebut.

Ikuti berita terbaru di Google News

Redaksi suarapantau.com menerima naskah opini dan rilis berita (citizen report).
Silahkan kirim ke email: redaksisuarapantau@gmail.com atau Whatsapp +62856-9345-6027

Pasang Iklan

Pos terkait