Oleh: Anco, Mahasiswa Doktor Universitas Negeri Jakarta (UNJ)
SUARAPANTAU.COM, JAKARTA – Pada Hari Selasa tanggal 24 September 2019 mahasiswa melakukan aksi demonstrasi diberbagai kota di seluruh Indonesia. Mahasiswa didaerah melakukan aksi demonstrasi di Kantor DPRD Masing- masing, sedangkan mahasiswa dari berbagai kampus dijakarta mengepung kantor DPR- RI untuk menyampaikan aspirasi dengan tuntutan pembatalan rancangan revisi undang- undang KPK.
Pemberantasan korupsi dinegeri ini kian terancam. Pada pekan lalu DPR bersama dengan pemerintah telah menyetujui revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal yang pasti, keseluruhan poin dalam UU tersebut akan melemahkan KPK dan menjadi titik mundur pemberantasan korupsi.
Saya menilai disahkannya undang- undang KPK hasil revisi oleh DPR adalah upaya pelemahan terhadap KPK, untuk itu, diharapkan kepada pemerintah dan DPR untuk komitmen bersama rakyat memberantas korupsi, bukan malah melemahkan KPK dengan modus merevisi undang- undang KPK. Kita ketahui bersama bahwa KPK adalah lembaga Penegak hukum yang dibentuk oleh Presiden untuk menangani kasus korupsi yang sudah akut di Indonesia.
Salah satu poin yang melemahkan KPK adalah KPK Tidak lagi menjadi Lembaga Negara Independen, Pasal 1 ayat (3), Pasal 3 UU KPK: Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang melaksanakan tugas pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi sesuai dengan undang-undang ini. Aturan ini bertabrakan dengan empat putusan Mahkamah Konstitusi sekaligus, yakni tahun 2006, 2007, 2010, dan 2011. Pada putusan tersebut menegaskan bahwa KPK bukan bagian dari eksekutif, melainkan lembaga negara independen sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3 UU KPK sebelumnya.
Kemudian poin berikutnya yang melemahkan KPK adalah Penuntutan KPK Harus Berkoordinasi Dengan Kejaksaan Agung Pasal 12 A: Dalam melaksanakan tugas penuntutan, penuntut Komisi Pemberantasan Korupsi melaksanakan koordinasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan, Jika ditelisik lebih jauh ketentuan ini maka institusi yang dimaksud untuk melaksanakan koordinasi bersama dengan KPK adalah Kejaksaan. KPK pada dasarnya adalah institusi penegak hukum yang menggabungkan fungsi penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan dalam satu atap. Tentu jika harus berkoordinasi terlebih dahulu dengan Kejaksaan dipastikan mengganggu ritme kerja KPK yang selama ini dikenal cepat dalam penuntasan sebuah perkara.
Selanjutnya adalah Kewenangan Penyadapan KPK Terganggu, Pasal 37 B ayat (1) huruf b, Pasal 12 ayat (1): Dewan Pengawas bertugas memberikan izin atau tidak memberikan izin penyadapan, penggeledahan, dan/atau penyitaan; Dalam melaksanakan tugas penyelidikan dan penyidikan, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyadapan.
Sedangkan Instrumen penyadapan merupakan salah satu alat bagi KPK untuk membongkar praktik kejahatan korupsi, utamanya pada tangkap tangan selama ini. Data KPK menyebutkan bahwa sejauh ini KPK telah melakukan tangkap tangan sebanyak 123 kali dengan jumlah tersangka 432 orang. Poin pentingnya, sejak KPK berdiri hingga saat ini belum ada satupun terdakwa yang pada awalnya terjaring tangkap tangan divonis bebas oleh Pengadilan. Ini mengartikan bukti yang dihadirkan KPK ke persidangan telah teruji secara hukum. Selain itu aturan ini terlalu birokratis, karena menambah jenjang baru pemberian izin sadap, yakni Dewan Pengawas, kemudian ada beberapa poin yang melemahkan jika revisi undang- undang KPK disahkan yakni Hilangnya Kewenangan KPK Pada Tingkat Penyelidikan dan Penuntutan, Menghilangkan Kewenangan KPK Mengangkat Penyidik Independen, Pembentukan Dewan Pengawas, Kewenangan Berlebih Dewan Pengawas dan Dewan Pengawas Campur Tangan Eksekutif.
Menurut penelitian yang dikakukan oleh peneliti ICW Egi Primayoga menyebut, dalam kurun waktu 14 tahun, ada 104 kepala daerah yang tersandung kasus korupsi yang saat ini ditangani oleh KPK. Jumlah paling tinggi terjadi pada tahun 2018 dengan 29 kasus (kepala daerah), disusul tahun 2014 dengan 14 kasus (kepala daerah) yang ditangani. Tentunya keberadaan lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus mendapat dukungan dari masyarakat, sebab saat ini ada upaya pelemahan terhadap KPK dari lembaga tertentu, dengan keberadaan KPK saat ini tentunya mengusik para koruptor- koruptor yang selama ini mencuri uang rakyat.
Dengan disahkannya Revisi undang- undang KPK tentunya akan melemahkan keberadaan KPK dalam pemberantasan korupsi, tentunya ini adalah kabar baik buat para koruptor yang berprofesi mencuri uang rakyat, Penulis berharap bahwa Presiden segera mengeluarkan perpu tentang Revisi undang- undang KPK yang telah disahkan oleh DPR, yang notabene poin dalam pasal- pasal Revisi undang- undang KPK tersebut dapat melemahkan institusi KPK pada proses pemberantasan korupsi, seharusnya Presiden dan DPR mendukung upaya pemberantasan korupsi, ungkap mahasiswa Doktor Universitas Negeri Jakarta tersebut.(SP)