Covid-19, Bencana Nonalam hingga Status Keadaan Tertentu Darurat Bencana

Kapusdatinkom BNPB, Agus Wibowo. (Foto: Dok. Istimewa)

SUARAPANTAU.COM, JAKARTA – Virus Corona atau juga biasa disebut Covid-19 semakin hari semakin mewabah di seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia. Bahkan, korban yang berjatuhan akibat terpapar virus ini pun terus bertambah.

Lantas, apakah virus Corona tersebut termasuk kedalam bencana nasional? Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi (Kapusdatinkom) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Agus Wibowo menjelaskan jika wabah virus Corona bukanlah bencana nasional. Namun, penanganannya itu sendiri yakni dalam skala nasional yang mengerahkan potensi sumber daya nasional.

“Pada UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, yang dimaksud bencana terdiri dari bencana alam, nonalam dan sosial. Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. Dalam hal ini penyakit coronavirus (covid-19) termasuk bencana nonalam yang sudah ditingkat pandemi sesuai dengan pernyataan WHO (World Health Organization),” kata Agus di Jakarta, Selasa (17/3/2020).

Sementara itu, lanjut Agus, dalam Undang-Undang (UU) no.24 tahun 2007, yang dimaksud dengan status keadaan darurat bencana adalah suatu keadaan yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk jangka waktu tertentu atas dasar rekomendasi Badan yang diberi tugas untuk menanggulangi bencana.

Bacaan Lainnya

“Status keadaan darurat ditetapkan oleh pemerintah. Pada tingkatan nasional ditetapkan oleh Presiden, tingkat provinsi oleh gubernur, dan tingkat kabupaten/kota oleh bupati/walikota,” ujar Agus.

Dirinya juga mengatakan bahwa terdapat tiga jenis status keadaan darurat bencana yaitu siaga darurat, tanggap darurat dan darurat ke pemulihan. Adapun status Siaga Darurat adalah keadaan ketika potensi ancaman bencana sudah mengarah pada terjadinya bencana yang ditandai dengan adanya informasi peningkatan ancaman berdasarkan sistem peringatan dini yang diberlakukan dan pertimbangan dampak yang akan terjadi di masyarakat.

Kemudian, Status Tanggap Darurat adalah keadaan ketika ancaman bencana terjadi dan telah mengganggu kehidupan dan penghidupan sekelompok orang/masyarakat. Status Transisi Darurat ke Pemulihan adalah keadaan ketika ancaman bencana yang terjadi cenderung menurun eskalasinya dan/atau telah berakhir, sedangkan gangguan kehidupan dan penghidupan sekelompok orang/masyarakat masih tetap berlangsung.

“Pemerintah atau Pemerintah Daerah yang menetapkan status keadaan darurat berarti serius dan siap bekerja 24 jam 7 hari dengan mengerahkan segala sumberdaya yang ada untuk menyelamatkan rakyat dari dampak bencana yang terjadi,” tuturnya.

Sedangkan menurut Perpres No. 17 Tahun 2018, penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam keadaan tertentu adalah dimana status Keadaan Darurat Bencana belum ditetapkan atau status Keadaan Darurat Bencana telah berakhir dan/atau tidak diperpanjang, namun diperlukan atau masih diperlukan tindakan guna mengurangi Risiko Bencana dan dampak yang lebih luas.

“Kondisi saat itu wabah penyakit virus corona sudah merebak di Wuhan China, sehingga Pemerintah Indonesia mengevakuasi 238 WNI pulang ke Indonesia dan diobservasi di Pulau Natuna. Untuk mendukung penanganan tersebut memerlukan dukungan penanggulangan bencana secara darurat dan cepat serta dukungan Dana Siap Pakai (DSP) BNPB,” urainya.

“Pada saat itu belum ada status keadaan darurat bencana yang ditetapkan oleh Kepala Daerah maupun Kepala Negara. Maka Kepala BNPB menetapkan status keadaan tertentu berdasarkan Rapat Koordinasi yang dipimpin oleh Menteri Kordinator PMK pada tanggal 28 Januari 2020. Rakor dihadiri oleh Menkes, Menlu, Mensos, BNPB, dan sebagainya (sesuai pasal 3 Perpres No 17 Tahun 2018). Status keadaan tertentu diperlukan agar BNPB dapat melaksanakan operasi darurat baik di tingkat Nasional, Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Dengan status keadaan tertentu ini BNPB dapat melakukan operasi darurat untuk mendukung penanganan darurat tersebut. Selanjutnya untuk mendukung pemulangan ABK World Dream, ABK Diamond Princess, dan lainnya menggunakan cara yang sama,” imbuh Agus.

Untuk itu, hal tersebut sudah dilakukan BNPB dengan mengeluarkan Surat Keputusan Kepala BNPB Nomor 9.A. tahun 2020 tentang Penetapan Status Keadaan Tertentu Darurat Bencana Wabah Penyakit akibat Virus Corona di Indonesia yang berlaku selama 32 hari terhitung sejak tanggal 28 Januari – 28 Februari 2020. Diperpanjang dengan Surat Keputusan Kepala BNPB Nomor 13.A tahun 2020 tentang Perpanjangan Status Keadaan Tertentu Darurat Bencana Wabah Penyakit akibat Virus Corona di Indonesia yang berlaku selama 91 hari terhitung sejak tanggal 29 Februari – 29 Mei 2020.

Untuk mempercepat penanganannya, Presiden RI mengeluarkan Keppres No. 7 Tahun 2020 Gugus Tugas Percepatan Penanganan Coronavirus Disease (COVID-19) menunjuk BNPB sebagai koordinator. Sampai saat ini belum ada perubahan status, masih status keadaan tertentu sehingga Kepala BNPB mempunyai kewenangan melaksanakan penyelenggaraan penanggulangan bencana termasuk kemudahan akses dalam penanganan darurat bencana sampai batas waktu tertentu.

“Sesuai dengan UU 24/2007 dan arahan Presiden maka pemerintah daerah mempunyai kewenangan untuk menentukan status keadaan darurat yaitu Siaga Darurat atau Tanggap Darurat. Keppres No. 7 tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 juga dapat dijadikan acuan. Dengan menetapkan Status Siaga / Tanggap Darurat COVID-19 berarti Pemda siap bekerja 24 jam 7 hari dan mengerahkan segala sumberdaya yang ada untuk menyelamatkan rakyat di daerahnya dari penyakit coronavirus (Covid-19),” jelasnya.

“Selain itu dapat juga menggunakan Dana Siap Pakai (DSP) dan anggaran Belanja Tidak Terduga (BTT) daerah untuk menangani status keadaan tertentu ini. Kementerian Keuangan juga sudah memberi kewenangan untuk Refocussing Kegiatan dan Realokasi Anggaran Kementerian/Lembaga dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 yang tertuang dalam surat edaran Menteri Keuangan Nomer SE-6/MK.02/2020 untuk keperluan percepatan penanggulangan Covid-19 ini,” sambungnya.

“Sementara itu, mengenai Work From Home (WFH) tidak didasarkan pada Surat Keputusan Kepala BNPB Nomor 13.A tahun 2020. Mengenai hal tersebut dikembalikan dan ditentukan oleh pemangku kebijakan seperti kepala daerah/menteri/pimpinan kantor masing-masing. Salah satunya melakukan jarak sosial atau social distancing seperti menghindari pertemuan di ruang publik,” pungkas Agus.

Ikuti berita terbaru di Google News

Redaksi Suarapantau.com menerima naskah opini dan rilis berita (citizen report).
Silahkan kirim ke email: redaksisuarapantau@gmail.com atau Whatsapp +62856-9345-6027

Pasang IklanCalon Bupati Luwu 2024

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *