SUARAPANTAU.COM, JAKARTA – Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia Daerah pemilihan (Dapil) DKI Jakarta periode 2019-2024, Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie kritik pasal penghinaan pejabat.
Sebelumnya, Surat Telegram Kapolri Nomor ST/1100/IV/HUK.7.1./2020 yang ditandatangani Kepala Bareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo tertanggal 4 April 2020.
Pasal penghinaan pejabat dalam surat telegram Kapolri tersebut, dinilai dapat membungkam kebebasan berpendapat masyarakat di era demokrasi ini.
Menurut Jimly Asshiddique, pasal penghinaan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) termasuk hinaan terhadap Presiden sekalipun sudah berubah jadi delik aduan.
Dengan catatan, lanjut Jimly, bahwa yang bersangkutan merasa dirugikan atau merasa terhina.
“Pasal penghinaan Presiden dlm KUHP sdh brganti jadi delik aduan sbg bukti bhw scr pribadi ybs memang merasa trhina,” tulis Jimly di laman twitternya, @JimlyAs (Selasa, 7/4/2020).
Baca juga: Amnesty International Minta Kapolri Cabut Surat Telegram Penghinaan Pejabat
Lebih jauh kata, eks Anggota Dewan Pertimbangan Presiden pada tahun 2010 ini, menyebutkan ketetapan tersebut berpotensi merusak ruang demokrasi masyarakat.
Pasal penghinaan Presiden dlm KUHP sdh brganti jadi delik aduan sbg bukti bhw scr pribadi ybs memang merasa trhina. Ini pnting agar petugas tdk menafsir sndiri dg sikap& budaya ABS yg mrusak dmkrasi. Jngn cuma mau nikmatnya jbtn & dmkrsi tp tolak beban yg mst ditanggung di dlmnya https://t.co/XFMFSxfT8L
— Jimly Asshiddiqie (@JimlyAs) April 7, 2020
“Ini pnting agar petugas tdk menafsir sndiri dg sikap& budaya ABS yg mrusak dmkrasi. Jngn cuma mau nikmatnya jbtn & dmkrsi tp tolak beban yg mst ditanggung di dlmnya,” tandasnya.(ran)