SUARAPANTAU.COM – Sosok Ir. H. Raden Djuanda Kartawidjaja merupakan tokoh nasional yang pernah menjabat sebagai Perdana Menteri Indonesia yang ke-10 sekaligus yang terakhir.
Diangkat menjadi pahlawan nasional berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No.244/1963. Ia lahir di Tasikmalaya, Hindia Belanda, 14 Januari 1911.
Namanya Ir Djuanda diabadikan sebagai nama Bandar Udara di Surabaya, Jawa Timur yaitu Bandar Udara Internasional Juanda atas jasanya dalam memperjuangkan pembangunan lapangan terbang tersebut sehingga dapat terlaksana.
Selain itu juga diabadikan untuk nama hutan raya di Bandung yaitu Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda, dalam taman ini terdapat Museum dan Monumen Ir. H. Djuanda.
Tak hanya itu, namanya pun juga diabadikan sebagai nama jalan di Jakarta yaitu JL. Ir. Juanda di bilangan Jakarta Pusat, dan nama salah satu Stasiun Kereta Api di Indonesia, yaitu Stasiun Juanda. Serta nama salah satu ruas jalan di Kota Makassar, Jl Juanda.
Sosok diplomat yang cukup mengakar sebagai salah satu tokoh Muhammadiyah. Perannya dalam menyatukan seluruh kepulauan di Indonesia tidak dapat dipungkiri lagi.
Pada Muhammadiyah Ir Djuanda pernah memberikan sumbangsihnya sewaktu menjabat Ditektur SMA Muhammadiyah Jakarta. Saat itu usianya masih 23 tahun. Sungguh hebat, sedari muda telah mengabdikan dirinya pada Muhammadiyah.
Ada kisah haru dibalik pengabdian diri Djuanda pada Muhammadiyah. Diceritakan Sukriyanto AR, Ketua Lembaga Seni Budaya dan Olahraga (LSBO) PP Muhammadiyah pada saat itu Djuanda ditawari menjadi asisten profesor di Technische Hoge School dengan gaji 275 Guiden. Namun tawaran itu ditolaknya. Ia lebih memilih mengabdikan diri menjadi pengajar di Muhammadiyah.
Saat menjadi Direktur di SMA Muhammadiyah Jakarta, Ir Djuanda dikenal sebagai sosok yang tenang, ramah, dan tidak mudah marah. “Siswa-siswanya memandang bahwa Ir Djuanda sebagai seorang Direktur yang lemah-lembut, simpatik dan disegani. Hal itu dibuktikan Ir Djuanda untuk selalu berusaha meningkatkan mutu pendidikan para siswanya sehingga tidak kalah dari mutu sekolah SMA Pemerintah Belanda,” ungkapnya.
Peran di Pemerintahan
Kala itu, pada masa Moh. Natsir (1950) Djuanda diangkat sebagai Menteri Perbuhungan, pada masa Kabinet Sukiman Suwiryo (1951) hingga Kabinet Wilopo (19652), Ia tetap menjabat Menteri Perhubungan sampai 1953.
Dilanjutkan Syukriyanto, Djuanda sempat tidak memegang jabatan dalam kabinet selama tiga tahun. Namun selama tahun 1953-1956 Ir Djuanda menjadi Ditektur Biro Perancang Negara hingga Ia muncul lagi saat Kabinet Ali Sastroamijoyo pada 1957 menjadi Menteri Negara Urusan Perencanaan.
“Ir Djuanda berhasil karena prestasi dan daya juangnya yang tinggi bagi bangsa ini, sehingga sudah menjadi sangat wajar jika pemerintah saat ini memberikan penghormatan atas jasanya dengan menjadikannya tokoh pahlawan dan simbol mata uang rupiah saat ini, dan Muhammadiyah patut bangga akan hal tersebut,” jelas Syukri.
Pada tahun 1957 sebuah deklarasi dilakukan. Ir Djuanda sebagai Perdana Menteri menjadi inisiator deklarasi yang bertujuan memberikan pemberitahuan legalitas wilayah perairan Indonesia kepada dunia luar. Dampaknya, deklarasi menegaskan bahwa sumber kekayaan dalam landas kontinen di Indonesia adalah milik eksklusif negara Indonesia.
Sungguh besar jasa kader Muhammadiyah ini pada negara. Spirit kebermanfaatanya perlu tetap dihidupkan dalam setiap ruh gerakan Persyarikatan. Spirit Al-Maun dan Spirit Islam Rahmatan Lil Alamin (rahmat bagi seluruh alam).
Sumber: Muhammadiyah.or.id