Puisi: Bahwa ibu

Ilustrasi (Int)

*Ricky Prasetio

Sampai akhir nanti,
Kata-kata tidak akan bisa meraba kasihmu di setiap peristiwa.
Air susumu adalah air yang berasal dari sungai-sungai surga.
Senyum ibu yang mekar, selalu mengutuk kegelapan dalam kehidupan kemanusiaan

Diatas sajadah
Ditepi sunyi saat malam terlalu larut
Ibu dengan suara pelan memuja Tuhan kemudian menyelipkan nama anaknya.
Ditaman cintanya
Ibu menanggung benih kepedihan
dan merawatnya dengan sembunyi

Bahwa ibu yang tidak pernah kehilangan iba hati
Bahwa Ibu yang selalu meng’kambing hitamkan dirinya
Bahwa Ibu yang selalu memeluk air mata duka suatu ketika ayah sedang marah pada anaknya.
Bahwa Ibu dengan nasehatnya suatu ketika anaknya pulang dengan luka memar disekujur wajahnya.

Bacaan Lainnya

Ibu adalah Rumah tak berpintu yang selalu menunggu kepulangan anak-anaknya
Ibu !
Ibu !
Ibu !
Ibu yang terkasih, lekas aku pulang dari tanah rantau
Aku ingin memandang matahari terbenam diberanda seperti dahulu bersama ibu
Dan melepaskan dahaga dengan meneguk air dari air mata pengampunanmu.
Merebahkan kepala ditepi kasih dan cintamu,
kemudian membacakan syair sederhana ini diantara cela-cela lelahmu

Makassar, 13 September 2020

**Penulis adalah Mahasiswa Universitas Negeri Makassar (UNM)

 

Ikuti berita terbaru di Google News

Redaksi Suarapantau.com menerima naskah opini dan rilis berita (citizen report).
Silahkan kirim ke email: redaksisuarapantau@gmail.com atau Whatsapp +62856-9345-6027

Pasang IklanCalon Bupati Luwu 2024

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *