*Ricky Prasetio
Sampai akhir nanti,
Kata-kata tidak akan bisa meraba kasihmu di setiap peristiwa.
Air susumu adalah air yang berasal dari sungai-sungai surga.
Senyum ibu yang mekar, selalu mengutuk kegelapan dalam kehidupan kemanusiaan
Diatas sajadah
Ditepi sunyi saat malam terlalu larut
Ibu dengan suara pelan memuja Tuhan kemudian menyelipkan nama anaknya.
Ditaman cintanya
Ibu menanggung benih kepedihan
dan merawatnya dengan sembunyi
Bahwa ibu yang tidak pernah kehilangan iba hati
Bahwa Ibu yang selalu meng’kambing hitamkan dirinya
Bahwa Ibu yang selalu memeluk air mata duka suatu ketika ayah sedang marah pada anaknya.
Bahwa Ibu dengan nasehatnya suatu ketika anaknya pulang dengan luka memar disekujur wajahnya.
Ibu adalah Rumah tak berpintu yang selalu menunggu kepulangan anak-anaknya
Ibu !
Ibu !
Ibu !
Ibu yang terkasih, lekas aku pulang dari tanah rantau
Aku ingin memandang matahari terbenam diberanda seperti dahulu bersama ibu
Dan melepaskan dahaga dengan meneguk air dari air mata pengampunanmu.
Merebahkan kepala ditepi kasih dan cintamu,
kemudian membacakan syair sederhana ini diantara cela-cela lelahmu
Makassar, 13 September 2020
**Penulis adalah Mahasiswa Universitas Negeri Makassar (UNM)