Kritikan Dibalas dengan Bully Merupakan Kemunduran Demokrasi

Sekretaris DPC PKS Batipuh, Ahmad Arief (kanan). (Foto: Dok. Istimewa)

JAKARTA, SUARAPANTAU.COM – Keterbukaan informasi sejatinya sudah menjadi kewajiban bagi penguasa dalam menyampaikan program serta kebijakan yang akan diambil. Namun, apa jadinya jika kiritikan dan masukan di balas dengan cibiran?

Berkaitan dengan hal ini, beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta kepada masyarakat untuk aktif memberikan kritikan dan masukan kepada pemerintah. Namun, banyak pihak yang meragukan hal ini. Pasalnya, beberapa kritikan yang dilempar oleh sebagian pihak malah ditimpali dengan cibiran bahkan hingga masuk ke ranah pidana.

Menanggapi hal ini, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengatakan jika adanya keterbukaan dalam menyampaikan kritikan serta masukan terhadap pemerintah merupakan sebuah modal besar bagi kemajuan berdemokrasi.

“PKS mengapresiasi adanya keterbukaan kritikan terhadap pemerintah. Ini merupakan suatu modal besar bagi bangsa untuk kemajuan demokrasi,” kata Sekretaris DPC PKS Batipuh, Ahmad Arief kepada suarapantau.com, Kamis (11/2/2021).

Bacaan Lainnya

Meski demikian, lanjut Arief, seharusnya jika ada yang memberikan kritikan atau masukan terhadap pemerintah tidaklah dibalas dengan serangan para buzzer. Pernyataan ini disampaikannya terkait dengan pengakuan Abu Janda yang diakuinya dibayar oleh pemerintah untuk menjalani profesi sebagai buzzer tersebut.

“Jika ada pihak yang tidak sependapat, seharusnya pemerintah tidak harus langsung mem-bully dengan menggunakan jasa buzzer. Kita bisa lihat beberapa cuitan tokoh-tokoh nasional, adanya keresahan dalam mengkrtik pemerintah sudah di serang para buzzer. kritik di balas dengan cara di-bully itu adalah sebuah kemunduran demokrasi,” tegasnya.

Dalam pengamatannya, lanjut Arief, keberadaan buzzer ini kerap pasang badan jika terdapat sebuah kritikan yang dilontarkan kepada pemerintah. Ditinya pun berpendapat, seharusnya pemerintah bisa menelaah kembali kebijakan yang di ktitik oleh masyarakat tersebut sebelum disahkan.

“Kan bisa di kaji ulang kembali. Jika memang merugikan masyarakat, apa salahnya di revisi dulu sebelum di sahkan. Pemerintah juga harus sensitif terhadap isu-isu yang tengah berkembang di masyarakat,” ujarnya.

“Jika demikian, baru bisa disebut kemajuan berdemokrasi. Adanya saling kerja sama antara penguasa dengan rakyatnya dalam mengelola negara kearah yang lebih baik lagi,” pungkas Arief yang juga mahasiswa hukum di Universitas Bung Hatta ini.

Seperti diberitakan sebelumnya, PresidenJoko Widodo meminta masyarakat lebih aktif dalam menyampaikan kritik dan masukan terhadap kerja-kerja pemerintah. Di saat bersamaan, ia juga meminta penyelenggara layanan publik terus meningkatkan kinerja.

Hal ini Jokowi sampaikan dalam acara Peluncuran Laporan Tahunan Ombudsman RI Tahun 2020, Senin (8/2/2021).

“Masyarakat harus lebih aktif menyampaikan kritik, masukan, atau potensi maladministrasi. Dan para penyelenggara layanan publik juga harus terus meningkatkan upaya perbaikan-perbaikan,” kata Jokowi melalui tayangan YouTube Ombudsman RI, Senin. (cho)

Ikuti berita terbaru di Google News

Redaksi Suarapantau.com menerima naskah opini dan rilis berita (citizen report).
Silahkan kirim ke email: redaksisuarapantau@gmail.com atau Whatsapp +62856-9345-6027

Pasang IklanCalon Bupati Luwu 2024

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *