Perspektif Etika Politik

Syahwalil Akbar

Penulis: Syahwalil Akbar / Mahasiswa Pascasarjana Universitas Nasional (PPs UNAS)

POLITIK Sudah jadi bahasan sejak ribuan tahun lalu. Bahkan pemikiran para filsuf mengenai politik sudah berkembang menjadi salah satu cabang ilmu pengetahuan dalam rumpun ilmu sosial. Dalam perkembangannya, politik dapat dimaknai sebagai serangkaian strategi dalam kehidupan bernegara.

Para filsuf menyadari pentingnya pemikiran politik dalam dinamika kehidupan sosial, hukum, nilai budaya, sampai dengan pengelolaan ekonomi. Selain itu, filsuf menitikberatkan perluasan politik dengan menganalisa karakter pemegang kekuasaan dalam mengeluarkan strategi.

Manusia sebagai pengendali dan pengatur ritme keputusan menentukan sikap bagi jalan dilalui untuk mencapai tujuan. Landasan teori pemikiran politik kalangan kaum intelektual bahwa akar keilmuan politik lebih masalah ‘etika’ patron mewujudkan harapan maupun hasil diinginkan dengan kata lain “Etika Politik”.

Bacaan Lainnya

Membahas prinsip moralitas politik, perlunya penyelenggaraan kenegaraan dianggap normatif sehingga kiranya langsung akan berhadapan pertanyaan, “apa gunanya?”. Sebuah prakata filosofi Hukum Hegel mencemooh mereka yang mau “mengkonstruksikan negara sebagaimana mestinya”.

Cemohan itu keluar sebagai skeptisme para politisi, teknokrat, dan praktisi kemasyarakatan terhadap kaum intelektual yang berdiri di pinggir dan mempermaklumkan prinsip mereka yang mungkin luhur namun jauh dari realitas, abstrak, moralistik, dan tidak dapat dipakai. 

Para filsuf juga sering tampak acuh tak acuh terhadap tantangan dan kesulitan secara konkret harus dipecahkan. Dengan demikian, kritik mereka sering tidak mau ikut andil secara nyata. Lebih buruk lagi, sebagai pengkritik terhadap ideologi-ideologi, para filsuf dapat dicurigai menjadi ideologi sendiri.

Akan tetapi, bagaimanapun tepatnya kritik terhadap para filsuf politik itu, titik itu tidak menghilangkan hak dan kewajiban, untuk mempertanyakan dasar-dasar legitimasi kekuasaan politik. Manusia dibedakan dari binatang karena dengan sadar atas kemauannya sendiri. Karena itu, ia bertanggung jawab atas perbuatannya. 

Bertanggung jawab berarti ia harus bersedia untuk memperlihatkan bahwa perbuatannya tidak enak dan berguna bagi mereka melainkan benar dalam arti dapat dipertahankan secara argumentatif berhadapan dengan klaim-klaim alternatif.

Fakta bahwa kehidupan manusia sejak semula bergerak dalam lingkungan sosial yang normatif. Tidak berarti bahwa lingkungan itu harus diterima begitu saja. mempertanggungjawabkan keputusan-keputusan itu. politik melainkan masyarakat itu sendiri. Tuntutan itu dapat didiamkan tetapi tidak akan pergi.

Fungsi etika politik di tengah masyarakat hanya terbatas pada penyediaan alat-alat teoritis untuk mempertanyakan maupun memperjelaskan legitimasi politik secara bertanggung jawab. Maka hal, tidak berdasarkan emosi, prasangka, dan apriori. Melainkan secara rasional, objektif, dan argumentatif. 

Kebanyakan salah paham kalau etika politik langsung mencampuri politik praktis sebagai etika pada umumnya tidak dapat menetapkan apa yang harus dilakukan seseorang.

Tugas etika politik adalah subsidier yakni ideologis dapat dijalankan secara objektif, artinya berdasarkan argumen-argumen yang dapat dipahami dan ditanggapi oleh semua yang mengerti permasalahan. 

Etika politik tidak dapat mengkhotbahi para politikus, tapi dapat memberikan patokan-patokan orientasi dan pegangan-pegangan normatif bagi mereka yang mau menilai kualitas tatanan dan kehidupan politik dengan tolak ukur martabat manusia.(*)

Ikuti berita terbaru di Google News

Redaksi Suarapantau.com menerima naskah opini dan rilis berita (citizen report).
Silahkan kirim ke email: redaksisuarapantau@gmail.com atau Whatsapp +62856-9345-6027

Pasang Iklan

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *