SUARAPANTAU.COM, JAKARTA – Isu perombakan kabinet jilid 2 (dua) membuat banyak pihak ikut bicara, salah satu diantaranya yakni Direktur Lembaga Bantuan Hukum Pengurus Besar Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (LBH PB SEMMI) Gurun Arisastra. Dirinya mengapresiasi Presiden Jokowi yang akan melakukan perombakan kabinet dalam waktu dekat.
“Kami mengapresiasi Presiden Jokowi jika ingin melakukan perombakan kabinet dalam waktu dekat ini, semoga terlaksana dengan baik,” ujar Gurun kepada wartawan di Jakarta (18/4/2021) kemarin.
Menurutnya langkah Presiden Jokowi reshuflle kabinet tentu didasari dengan pertimbangan yang matang dengan melihat dan menilai kinerja jajarannya hampir 2 (dua) tahun belakangan ini pada periode kepemimpinan yang ke 2 (dua). Salah satu yang menjadi sorotan menurut pria yang disapa Gurun yakni perlunya dilakukan reshuflle kabinet pada sektor Kementerian Badan Usaha Milik Negara.
“Langkah Presiden akan mereshufle kabinet tentu didasarkan pada pertimbangan yang matang dengan menilai hasil setiap Menteri hampir 2 (dua) tahun belakangan ini, nah kita semua tahu bahwa banyak perusahaan BUMN sekitar 2 (dua) tahun belakangan ini yang merugi, saya pikir Presiden perlu mereshufle Menteri BUMN,” lanjut Gurun
Gurun menilai Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dipimpin oleh Erick Thohir perlu direshufle karena banyak perusahaan milik negara yang merugi diantaranya PT Timah Indonesia Tbk (Persero), PT Indofarma Tbk, PT Kereta Api Indonesia (Persero), PT Hutama Karya (Persero), PT. Garuda Indonesia Tbk (Persero), PT Pertamina (Persero). Bahkan saat rapat dengan DPR akhir Januari 2021, Erick Thohir menyebut ada 3 (tiga) perusahaan negara dengan utang gendut yakni BUMN Perkebunan, BUMN Karya, dan PT Kereta Api Indonesia (persero).
Berdasarkan catatan yang diperoleh disebutkan PT Timah Indonesia Tbk (Persero) mengalami kerugian pada kuartal II 2020 senilai Rp390 miliar, PT Indofarma Tbk pada 2020 mencatat rugi sebesar Rp21,43 miliar, PT Kereta Api Indonesia (Persero) perusahaan mengalami defisit berturut-turut pada april 2020 dengan nilai defisit Rp811 miliar, pada Mei Rp414 miliar, Juni sebesar Rp574 miliar.
PT Hutama Karya (Persero) mencatatkan penurunan tajam pada kinerja keuangan di semester I 2020, laba bersih perseroan tergerus 95,83 persen turun dari Rp1,10 triliun pada semester I 2019 menjadi Rp46,13 miliar, utang perseroan secara tahunan atau year on year juga membesar 20,70 persen menjadi 82,90 triliun. PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk mengalami kerugian fatal di semester I 2020, yakni sebesar USD712,73 juta atau setara Rp10,40 triliun (kurs Rp 14.600 per dolar AS).
Utang perusahaan juga membengkak dari USD3,74 miliar di paruh pertama 2019 menjadi USD10,37 miliar di semester I 2020. Sementara arus kas Garuda Indonesia juga terpangkas hingga 48,6 persen menjadi USD165,41 juta. Catatan utang terbesar ditorehkan PT Pertamina (Persero) yang mengalami rugi bersih USD767,92 juta, atau sekitar Rp 11,28 triliun pada semester I 2020. Angka ini berbeda jauh dengan Raihan laba bersih USD659,96 juta pada semester I 2019.
Kerugian besar di paruh pertama tahun ini terjadi lantaran total penjualan dan pendapatan usaha lainnya ambles 24,7 persen, yakni dari USD 25,54 miliar menjadi USD20,48 miliar. Pendapatan perseroan semakin berkurang akibat pemerintah yang mengurangi setoran penggantian biaya subsidi ke Pertamina, dari sebelumnya USD2,5 miliar menjadi USD1,73 miliar.
Pertamina juga diketahui mengalami kerugian kurs USD211,83 juta, yang berbanding terbalik jika dibandingkan dengan selisih kurs tahun lalu yang untung USD64,59 juta. Lalu perusahaan BUMN Karya mengalami kerugian tahun kemarin,adapun laporan keuangan yang dirilis perusahaan konstruksi BUMN di antaranya, PT Waskita Karya (Persero) Tbk. Waskita mengalami kerugian hingga Rp7,3 triliun. Padahal, pada 2019 perseroan mampu mengantongi laba bersih Rp 938 miliar. Terakhir Wijaya Karya (Persero) Tbk, laba perseroan terkontraksi dari Rp2,28 triliun menjadi kurang dari Rp185,76 miliar. Sementara itu, kinerja keuangan PT PP (Persero) mengalami penurunan dari Rp819,4 miliar menjadi Rp128,7 miliar.
Advokat muda ini menambahkan Presiden Jokowi harus mereshuflle ini agar perekonomian nasional kita tidak terus merosot, menghindari tingkat pengangguran yang semakin tinggi, jika dibiarkan dapat berdampak terhadap eksistensi negara.
(*/SA)