Oleh : La Ode Yusri, S.Pd., MA (Budayawan Pancana Kepton)
SUARAPANTAU.COM, – “Belumlah disebut berani kalaulah hanya kalahkan segala negeri, kecuali yang disebut berani, sudah ia kalahkan hawa nafsunya sendiri”. (Kabanti Bunga Malati)
***
Dalam konteks kini, teks kabanti itu menjadilah relevan. Kita lepas tanggalkan kepentingan setiap kita dan menyambut panggilan tanah barakati ini. Ketokohan setiap kita akan diuji di sini, dan tentu setelah lulus barulah akan dipuji.
Ketokohan setiap kita bukan terletak pada tingginya sandangan pangkat jabatan, tetapi justru pada kesediaan membaur dan kerelaan duduk bersama untuk kerja yang semua kita setujuan ini: melahirkan apa yang telah lama dijanjikan: provinsi kepulauan Buton.
Jika tidak, maka sekalipun pandaimu setinggi langit dengan jabatan kau emban begitu menterengnya, tetapi kalau kau bangun sekat pengaral, kau biakkan perkubuan yang memecah dalam gerakan ini, maka biarlah tanah Buton yang berkah ini menjadi saksi kelancungan itu.
Kita sudah harus menghentikan polemik membedakan yang membuat sekat perkubuan makin jauh mengaral.
Sudah kini waktunya setiap kita melepas kepentingan diri dan lebih mengarahkan gerak pada upaya penyatuan yang mendekatkan. Kita praktikkan sebenar benarnya Bholimo Karo Somanamo Lipu.
Bukankah semua kita setujuan, sekalipun ada banyak gerbong perjuangan mengapa tak sejalan menyatu saja dalam Poangka angkataka?
Kita bisa Poromu sekalipun nda Saangu, dan tiada antara dalam kita berjarak. Sesungguhnya jarak dari setiap kita adalah pertemuan menyatukan, inilah kekuatan sebenarnya Butuuni.
***
Gerakan perjuangan pembentukan provinsi kepulauan Buton tidak lagi cukup sekadar hanya direkonstruksi, ia memerlukan langkah setingkat lebih tinggi yang radikal di atasnya, didekonstruksi.
Untuk kerja dekonstruksi itulah diperlukan para pejuang yang militan, mereka yang telah dengan telak meletakan kepentingan negerinya di atas segala-gala kepentingan personalnya.
Kita segera akan melihat sesiapa anak Butuuni yang akan menjadi penerus kecerdasan sekaligus ketegasan Laelangi, keberanian sekaligus kepandaian berdiplomasi La Arafani Sapati Bhaaluwu, keteguhan sekaligus kesungguhan La Buke, kedermawanan sekaligus belas kasih Wa Ode Wau, kekuatan sekaligus kelembutan Oputa Yi Koo, kerelaan berkorban La Ode Sungkuabuso, dan terlalu banyak lainnya untuk dituliskan.
Semua mereka adalah pahlawan-pahlawan Butuuni, merelakan segalanya untuk tetap kukuh teguh berdirinya negeri Butuuni.
mengapa kita anak cucu turunannya tak mengambil spirit dan pelajaran dari para leluhur pendahulu itu?
gulung lengan baju kalian anak-anak muda Butuuni, lepas sekat halangan yang membuat berjarak, bersiaplah untuk sebuah gerakan moral yang damai, kita akan menunjukan adab dan martabat keluhuran sebenarnya Butuuni.
Kibarkan Longa-Longa, tunjukan bahwa negeri ini pernah dahulu sebagai negara berdaulat yang merdeka dengan Undang-Undang Negara dan sistem pemerintahan terbaik di zamannya.
Sudah terbiasa Butuuni dalam tekanan, bahkan sudah sejak saat lahirnya negeri ini dibangun dan dibentuk dalam tekanan-tekanan.
Negeri mana yang mengalahkan besarnya hegemoni Ternate dan Gowa di timur nusantara? Butuuni dapat bertahan berabad lamanya di tengah tekanan-tekanan keduanya negeri itu.
Sebagai yang bersimbol Longa-Longa, Butuuni ini amat besar sebenarnya malunya meminta minta, sabar menjadi pakaian dikenakan yang tiada lunturnya.
Tetapi Longa-Longa pun dapat bersalin rupa menjadi kehilangan kesabaran, ia kesampingkan malunya untuk menagih apa yang menjadi haknya, ia dapat menekan ketika dirasainya terlalu ia ditekan.
Butuuni telah terbiasa ditekan-tekan, dan karena itu ia bisa juga berbalik menekan. Sejarah sudah menghamparkan bukti serupa itu.
Tibalah itu saatnya kini, kami menagih dengan akan “menekan”.
Saya menutup catatan ini dengan Batata dari fahamu yang dipakai para leluhur Butuuni terdahulu.
Ketika La Arafani Sapati Bhaaluwu menghadiri perjanjian Bungaya mengawal Arung Palakka, ia melakukan ritual makanu dan saya kutipkan sebagian yang dibacanya dari selembar naskah kabanti anonim:
Makanuku, makanuna Rasulullah, makanu alamu pitu nani, pitu tapi alamu laiyana, pitu tapi sorogaa, pitu tapi kaabaa, pituangu alamu bolimo akataaku, moantongi aku Allahu Taala.
Kabarakatina Tana Wolio, Bhaaluwu, Peropa, Dete, Katapi.(red)