Pasca Kritikan BEM UI terhadap presiden’ Jokowi tentang ”The King Of Lip Service” Sontak publik dihebohkan dengan pemanggilan BEM UI oleh pihak Rektorat dan Peretasan akun pengurus BEM UI, maka hal itu yang membuat terungkapnya kasus rangkap jabatan Rektor UI sebagai wakil ketua Komisaris Utama Bank BRI.
Kasus rangkap jabatan Rektor UI telah banyak direspon baik lembaga Negara seperti OMBUSDMAN RI, pihak lembaga LSM seperti LBHI dan masyarakat sipil lainnya ramai-ramai memberi dukungan kepada BEM UI dalam analisis gerak BEM UI telah memenangkan wacana publik atau tekanan politik masyarakat.
Hal demikian pun ritikan BEM UI telah terdesain secara sistematis untuk memenangkan pertarungan di kampus Rakyat. Pihak istana pun merespon kritikan dari BEM UI, serta merespon kasus rangkap jabatan Rektor UI dengan memberikan izin atau karpet merah bahwasanya rektor diperbolehkan merangkap jabatan dalam peraturan pemerintah No 75 tahun 2021 yang diundangkan pada tanggal 2 Juli 2021. Tanggapan publik pun semakin menjadi-jadi. Sistem perundang-undangan Indonesia telah terbukti hanya untuk melanggengkan kepentingan sebelah pihak.
Polemik kasus rektor UI berujung pada mundurnya Rektor UI dari jabatan Wakil Komisaris Utama BRI. Hal demikian jalan yang diberikan pihak istana tidak mampu menyelesaikan persoalan atau desakan dari publik bahwa kampus sejatinya harus menjunjung tinggi nilai akademisi yang penuh dengan dialektika.
Akhirnya kasus rangkap jabatan rektor UI sebagai pemantik wacana awal akan maraknya praktek rangkap jabatan oleh rektor perguruan tinggi negeri di indonesia, salah satu diantaranya rektor Universitas Hasanuddin yang merangkap jabatan sebagai Komisaris Independen PT Vale. Setelah penelusuran atau research statuta Universitas Hasanuddin terbukti melanggar statuta Universitas Hasanuddin. Pihak Universitas Hasanuddin dalam hal ini Humas Universitas membenarkan pelanggaran itu, akan tetapi telah mendapat restu atau izin dari MWA Universitas dan Menteri pada tahun 2019.
Pada tahun 2019, gejolak politik di Universitas Hasanuddin mulai dari rangkap jabatan Rektor dan pembentukan BEM Universitas telah banyak menuai penolakan dari mahasiswa. Dalam hal ini perwakilan mahasiswa pada forum MWA yakni Ketua BEM Unhas pada masanya yakni saudara Fatir Kasim tidak pernah menyinggung hal tersebut. Lebih parahnya Ketua BEM yang terpilih sekarang tidak berbuat apapun dan malah lebih senang bertemu dengan kolega-kolega politiknya. Pasalnya Ketua BEM yang terpilih sekarang bukan berasal dari suara mahasiswa melainkan hanya perwujudan boneka birokrasi dalam hal ini WR 3 Universitas dan Lembaga Eksternal secara sederhana ketua BEM yang terpilih sekarang adalah kolega politik WR 3 dan lembaga eksternal. Maka tidak heran BEM Universitas Hasanuddin tidak memberikan kritikan terhadap masalah ini. Apakah dengan kasus mundurnya rektor Universitas Indonesia dari jabatan wakil komisaris utama bakalan terjadi juga pada rektor Universitas Hasanuddin?
Penulis : Khoirul Zaman Dongoran, (Ketua Senat Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Periode 2019 – 2020).