Demorasilisasi Institusi Polri

Dapit Ariyanto , SH

SUARAPANTAU.COM – Titik awal sejarah Kepolisian Republik Indonesia (Polri) berawal pada 31 Desember 1999. Sejak saat itu, Kepolisian tidak lagi berada di Hankam, melainkan bertanggungjawab langsung kepada Presiden. Selanjutnya dibuatkan Undang Undang Nomor 2 Tahun 2022.

Eks Biro Hukum Patriot Panca Marga Jawa Barat 2007 s/d 2012, Dapit Ariyanto, SH, mengurai perjalanan Polri sejak awal reformasi diharapkan dapat menjadikan simbol garda terdepan penegakkan hukum di masyarakat Indonesia.

Akan tetapi, lanjut Dapit Ariyanto, lambat laun malah menjauh dari cita-cita awal pemisahan antara TNI-Polri.

“Berdirinya KPK merupakan kelemahan institusi Polri dalam penegakan hukum terhadap kasus-kasus Korupsi yang menjadi bagian hasil Reformasi 1998,” terang mantan anggota Biro Hukum KONI Jabar 2010 s/d 2014 ini.

Bacaan Lainnya

Dalam proses penegakan hukum, diperparah banyaknya para perwira tinggi Kepolisian Indonesia yang terjerat kasus hukum.

Dapit Ariyanto melanjutkan TRIBRATA adalah nilai dasar yang menjadi pedoman dan penuntun nurani bagi setiap anggota Polri.

“TRIBRATA merupakan tiga kaul yang diikrarkan oleh Kepolisian Republik Indonesia untuk di amanatkan dan di amalkan seluruh anggota kepolisian secara sungguh-sungguh,” lanjutnya.

Diantaranya; Pertama, berbakti kepada nusa dan bangsa dengan penuh ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Kedua, menjunjung tinggi kebenaran, keadilan dan kemanusiaan dalam menegakkan hukum di Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Ketiga, senantiasa melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat dengan keikhlasan untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban.

Kasus SAMBO bagi kami merupakan sebuah DEMORALISASI bagi institusi Kepolisian Republik Indonesia, kenapa ?

“Karena melemahkan jiwa korsa yang tertanam dalam TRIBRATA para setiap anggota Kepolisian. Dimana akan bertujuan untuk melemahkan bahkan mengikis TRIBRATA yang selalu menjadi ikrar dalam hati anggota Polri,” tegasnya.

Di era keterbukaan ini, masyarakat dapat melihat carut marut dan porak porandanya internal dari institusi Kepolisian Republik Indonesia dalam kasus SAMBO.

Apapun bentuk dan perilaku dalam kesehariannya, kasus ini akan tetap membekas di hati masyarakat Indonesia yang masih mencintai Polri hingga saat ini.

Komite Pendukung Presisi Polri (KP3) Jawa Barat (Jabar) melalui Dapit Ariyanto berharap kepada Kapolda Jabar agar menyambut itikad baik dari elemen masyarakat yang mencoba menciptakan gugatan dan menguji materi setiap persoalan di tubuh Polri.

Mengingat, kehancuran polri dapat menegasikan wajah negara, jika polisinya rusak maka rusak lah negara, Dan akan ada rencana KP3 Jabar membuat konsolidasi seJawa untuk membuat rekomendasi kepada Kapolri.

“Juga diharapkan semua pihak menjaga institusi Polri dari anasir keburukan seperti gank sambo dan peristiwa Duren 3 ini jadi peringatan untuk semuanya,” harapnya.

“Dengan banyaknya personil di level perwira tinggi menjadi pesakitan, ini menandakan bahwa sudah tidak ada lagi TRIBRATA dalam jajaran personel Polri. Sehingga instrumen iklan Presisi, Penegakkan Hukum dll akan menjadi barang yang usang di mata masyarakat kita,tutupnya,” tambahnya.

Sementara itu, Direktur KP3, Ade Adriansyah,SH meminta agar institusi Polri harus bersih dari kepentingan.

“Jauh dari kepentingan mantan pimpinan dan kelompok-kelompok agar supremasi sipil yang berkeadilan tegak menuju reformasi jilid 2,” tegasnya.

(***)

Ikuti berita terbaru di Google News

Redaksi Suarapantau.com menerima naskah opini dan rilis berita (citizen report).
Silahkan kirim ke email: redaksisuarapantau@gmail.com atau Whatsapp +62856-9345-6027

Pasang Iklan

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *