Imam Nawawi: Melecehkan Pancasila?

Imam Nawawi, Ketua Umum Pemuda Hidayatullah 2020-2023

Penulis: Imam Nawawi, Ketua Umum Pemuda Hidayatullah 2020-2023

PANCASILA yang menjadi dasar negara kadang-kadang tampak tidak benar-benar menjadi ruh dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama pada sisi perilaku pembuat kebijakan yang ada. Bahkan tidak jarang orang yang harusnya Pancasilais justru melecehkan Pancasila itu sendiri.

Prof Hamid Fahmy Zarkasyi menuliskan itu: “Rasional Tanpa Menjadi Liberal” Vol.1.

“Seorang yang melakukan kejahatan seperti korupsi, membunuh, berzina, menipu dan lain-lain, adalah orang yang melecehkan sila pertama Pancasila. Jadi orang yang tidak mengamalkan sila pertama itu tidak religius sekaligus tidak Pancasilais” (halaman: 354).

Bacaan Lainnya

Bahkan dalam beberapa catatan sejarah, Pancasila bukan jadi komitmen membentuk watak dan kepribadian, malah jadi alat mematikan untuk memukul lawan politik.

Prihatin? Memang sejarahnya pernah seperti itu. Maka kemampuan berpikir adil dan komprehensif sangat kita butuhkan.

Seperti dahulu pernah ramai soal RUU HIP (Haluan Ideologi Pancasila. Menurut Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun menilai, dengan menjadikan Pancasila sebagai Undang-undang, berpotensi menjadi alat gebuk pemerintah untuk membungkam lawan-lawan politiknya

“Pancasila yang seharusnya menjadi alat pemersatu bangsa, akan menjadi alat pemecah belah rakyat Indonesia,” kata Refly dalam diskusi virtual yang Pengurus Pusat Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia (KBPII), dikutip dari Viva (7/6/2020).

Senada dengan pemikiran Prof Hamid di atas, Refly juga menyebutkan bahwa orang yang justru tidak Pancasilais merasa aman dengan perilakunya yang melecehkan Pancasila.

“Padahal yang harus diwaspadai adalah mereka para koruptor sebagai tidak Pancasilais tapi berlindung di balik kekuasaan yang mengaku paling Pancasilais,” ungkap Refly.

Identitas

Pancasila merupakan identitas bangsa Indonesia yang beragam, termasuk dalam hal keyakinan. Tetapi satu hal, bangsa Indonesia bangsa yang beragama bukan tanpa agama.

Dr H Ishaq: “Pendidikan Pancasila” menjelaskan bahwa kalau kita perhatikan secara seksama susunan sila-sila Pancasila secara sistematis-hierarkis mengandung nilai-nilai keruhanian yang lengkap dan harmonis.

Yang mana nilai-nilai itu meliputi materiel, vital, kebenaran, estetika, enis, maupun religiusitas.

Jadi, Pancasila mestinya hidup, bukan mati dalam ruang nyata bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sekarang kalau kita tanyakan, mengapa para koruptor mudah mendapat remisi dan bebas cepat?

Jawaban pengelola kebijakan adalah aturannya memang begitu. Kalau kita tanya lagi, apakah aturan itu memanivestasikan nilai-nilai Pancasila?

Tambah lagi, mengapa pemerintah begitu kordial kepada orang-orang yang tidak Pancasilais itu (yakni para koruptor)?

Kalau begitu berarti kita bisa duga bahwa Pancasila sebagai identitas tidak melekat kuat. Justru kian jauh. Ya, jauh panggang dari api.

Pandangan Bung Karno

Kembali pada pemikiran Prof Hamid, Bung Karno menyebut Pancasila sebagai philosophische grondslag (filosofi dasar) yang dalam bahasa Inggris “worldview.”

Ninian Smart mendefinisikan bahwa worldview adalah kepercayaan, perasaan dan apa-apa yang terdapat dalam pikiran orang yang berfungsi sebagai motor bagi keberlangsungan dan perubahan sosial dan moral.

Artinya, menurut Prof Hamid, mengutip definisi Alparslan Acikgenc,worldview berarti asa setiap perilaku manusia, karena manusia tidak akan melakukan sesuatu pun diluar pandangan hidupnya.

Prof Hamid menyimpulkan, “Jika Pancasila – sebagai dasar negara Indonesia – adalah sebuah worldview bangsa Indonesia, maka ia harus berfungsi menjadi penggerak bagi keberlangsungan dan perubahan sosial dan moral.

Pancasila harus menjadi asas setiap perilaku bangsa Indonesia. Jika menjadi paradigma maka Pancasila harus memandu tindadkan keseharian bangsa Indonesia.”

Pertanyaannya, apakah menaikkan harga BBM itu Pancasilais. Apakah menghukum ringan koruptor adalah tindakan Pancasilais. Apakah tidak benar-benar bekerja secara serius melindungi data negara maupun rakyat juga Pancasilais.

Dalam hati, Anda pasti tahu apa jawabannya. Tetapi kita tidak perlu menuding hidung siapapun. Apalagi membebankan ini kepada pemerintah semata. Dari sini mari mulai berpikir untuk ke depan lebih baik.

(***)

Ikuti berita terbaru di Google News

Redaksi Suarapantau.com menerima naskah opini dan rilis berita (citizen report).
Silahkan kirim ke email: redaksisuarapantau@gmail.com atau Whatsapp +62856-9345-6027

Pasang IklanCalon Bupati Luwu 2024

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *