Tantangan Kendaraan Listrik di Indonesia
Semakin banyak MW pembangkit yang beroperasi untuk jangka waktu yang lama, semakin besar pula MWh-nya sehingga total emisinya pun semakin besar.
Faktor emisi dihitung dari total emisi CO2 yang dihasilkan oleh seluruh pembangkit energi fosil di suatu sistem dibagi dengan total energi listrik dalam MWh atau GWh yang dihasilkan oleh seluruh pembangkit di sistem tersebut, baik pembangkit fosil maupun terbarukan.
Artinya, semakin banyak pembangkit energi terbarukan di suatu sistem, semakin kecil pula faktor emisinya.
Baca Juga: Honda Perkenalkan Produk Baru Motor Listrik EM1 e di EICMA 2022
Dengan menggunakan data di RUPTL 2019-2028, total emisi gas rumah kaca (GRK), komposisi pembangkit, dan faktor emisi GRK untuk sistem kelistrikan Jawa-Bali pada tahun 2019 dapat dirangkumkan sebagai berikut:
Dari faktor emisi di atas dapat dilihat bahwa emisi dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang berbahan bakar batubara sangat dominan.
Bahkan jauh lebih tinggi dibanding dengan pembangkit-pembangkit tenaga fosil lainnya.
Hal ini berarti, dengan semakin banyak PLTU yang digunakan di sistem kelistrikan Jawa-Bali, semakin besar pula total emisi CO2-nya.
(*/IESR)
1 Komentar