Meskipun sudah disahkan, tetapi UU ini masih benyak menerima protes dari banyak pihak, hingga akhirnya beberapa pihak mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi.
Hingga pada 25 November 2021 MK menyatakan UU Nomor 11 tahun 2020 inkonstitusional bersyarat. Setahun setelah putusan MK, pemerintah mengeluarkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 untuk menggantikan UU Cipta Kerja.
Jika dilihat menurut Pendidikan Kewarganegaraan, pihak pembuat Undang-Undang hendaknya membuat UU yang berpihak dan menyejahterakan masyarakat secara umum.
Baca Juga: DPP KNPI Nilai Proporsional Tertutup Akan Tingkatkan Kualitas Demokrasi
Jika peraturan yang dibuat mendapatkan banyak kritikan bahkan protes dari masyarakat umum, alangkah baiknya kalau peraturan tersebut dihapus saja.
Salah satu kewajiban negara terhadap warganya adalah menjamin sistem hukum yang adil. Dengan pembuatan UU Cipta Kerja tersebut yang beberapa isinya dinilai merugikan buruh dan lebih menguntungkan pengusaha maka negara berarti tidak dapat menciptakan sistem hukum yang adil.
Baca Juga: 76 Tahun HMI: Membumikan Paradigma Islam Empowering
Beberapa pasal yang menuai protes adalah, yang pertama sistem kerja kontrak yang menyatakan bahwa buruh dapat dikontrak jangka pendek, tanpa periode, terus menerus, atau tanpa batas waktu sehingga menyebabkan buruh kehilangan kesempatan menjadi karyawan tetap.
Kedua, adalah praktik outsourcing yang meluas. Ketiga, pemberlakuan waktu kerja yang ekspoitatif. Yang keempat adalah berkurangnya hak cuti dan istirahat. Dan yang terakhir adalah para buruh mudah mengalami PHK.