Antisipasi Tingginya Kasus HIV dan AIDS Pada Remaja
MASYARAKAT pasti sudah tidak asing lagi dengan virus HIV. HIV singkatan dari Human Immunodeficiency Virus, merupakan suatu virus yang bekerja dengan menyerang sistem kekebalan tubuh manusia yang mengakibatkan pada rusaknya sel-sel yang disebut CD4 atau sel T-helper.
Perusakan terhadap sel-sel terutama sel darah putih mampu menurunkan kekebalan tubuh penderitanya sehingga muncul AIDS. AIDS atau Acquired Immune Deficiency Syndrome adalah kondisi yang terjadi saat sistem kekebalan tubuh melemah efek dari serangan virus HIV.
Sehingga rentan terhadap infeksi dan penyakit lain yang sering tidak dijumpai pada orang yang sistem kekebalannya normal. Jadi, HIV adalah virus yang menyebabkan AIDS.
Penyakit HIV sudah menyebar dan meningkat perkembangannya di seluruh dunia. Berdasarkan data yang diambil dari Info DATIN 2020, persebaran penyakit HIV terbesar ada di benua Afrika (25,7 juta orang), posisi kedua disusul oleh Asia Tenggara (3,8 juta), dan ketiga dari benua Amerika (3,5 juta). Sedangkan yang terendah ada di Pasifik Barat sebanyak 1,9 juta orang.
Tingginya angka terjangkit HIV di Asia Tenggara tentunya menjadi suatu peringatan bagi negara Indonesia untuk lebih menaruh perhatian pada kasus ini.
Populasi penderita HIV secara global lebih banyak terjadi pada para pekerja seks, pemakai narkoba suntik, seks sesama jenis, transgender dan pelanggan seks bebas. Namun meski demikian, penyakit ini juga bisa terjadi pada kaum remaja. Perkembangan pergaulan pada remaja apalagi yang memiliki pasangan (pacar) bisa menambah risiko keterjangkitan HIV AIDS.
Fenomena penderita atau terinfeksi HIV AIDS jumlahnya cenderung meningkat di setiap negara karena berkembangnya pula pergaulan di kalangan remaja yang semakin bebas. Para remaja yang memiliki hubungan singkat dan cenderung berganti-ganti pasangan khususnya perihal seks, tentunya meningkatkan risiko terkena penyakit ini. Apalagi hingga saat ini penyakit HIV AIDS belumlah ditemukan obat yang pasti.
Berdasarkan laporan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) yang dibulan Januari sampai Juni 2022 terdapat 1.188 anak terinfeksi HIV selain itu kalangan remaja usia 15 hingga 19 tahun menjadi kelompok terinfeksi terbanyak dengan jumlah 741 atau 3,3%. Hal seperti ini sudah seharusnya menjadi perhatian bersama, baik masyarakat taupun pemerintah, untuk menyebarkan pengetahuan yang benar terkait virus HIV AIDS.
Faktor Kerentanan HIV-AIDS Pada Remaja
Stigma atau pandangan negatif masyarakat terhadap penderita HIV-AIDS masih banyak terjadi di Indonesia. Kebanyakan yang memiliki stigma negatif orang dengan HIV-AIDS (OHDA) merupakan kalangan yang kurang mendapat edukasi terkait penyakit tersebut.
Apalagi para remaja yang masih minim pengetahuan terkait dunia seks tentunya menimbulkan pandangan yang keliru terhadap HIV-AIDS. Oleh sebab itu, pembelajaran yang benar tentang HIV-AIDS sangat perlu dilakukan sejak dini.
Faktor sosial menjadi salah satu pendorong utama kalangan remaja untuk terjangkit HIV. Faktor tersebut antara lain: a) kurangnya pendidikan seksual sejak dini, b) masih tabu membahas urusan reproduksi dikalangan keluarga, c) kurangnya dukungan dan arahan orang tua, d) kurangnya kesadaran terhadap macam penyakit menular seksual, e) mengalami trauma pelecehan di masa lalu. Selain faktor diatas, faktor pendidikan, ekonomi, wilayah dan tradisi juga mempengaruhi perilaku seseorang yang menyebabkan terjangkit penyakit HIV.
Selain dari faktor tersebut, ada pula tindakan atau perilaku yang menyebabkan semakin bertambahnya penularan HIV. Penularan HIV terjadi apabila cairan tubuh penderita (darah, spermaatau caira vagina) masuk ke tubuh lain. Hal ini dapat terjadi melalui cara berikut:
- Hubungan Seks
Melakukan hubungan seksual dengan pasangan tanpa adanya alat pelindung mampu memperbesar risiko penularan HIB. Penggunaan kondom saat melakukan hubungan seksual mampu menekan penularan. Hal ini karena perkembangan virus HIV ada dalam cairan tubuh seperti darah dan cairan vagina atau sperma yang akan masuk kedalam tubuh saat berhubungan seksual. - Penggunaan Jarum Suntik
Penggunaan jarum suntik yang tidak steril dapat menularkan HIV dari orang yang terinfeksi ke orang yang tidak terinfeksi. Saat seorang pengguna jarum suntik yang terinfeksi HIV memakai jarum tersebut dan kemudian jarum itu digunakan kembali oleh orang lain tanpa sterilisasi yang memadai, maka virus HIV dapat ditularkan melalui darah yang terkontaminasi pada jarum.Penularan HIV melalui penggunaan jarum suntik biasanya terjadi pada pengguna narkoba suntik yang menggunakannya secara bersama-sama, atau pada pengguna jarum suntik yang tidak menggunakan alat sterilisasi yang memadai sebelum dan setelah digunakan.
- Transfusi Darah
Pada masa lalu, transfusi darah adalah salah satu sumber penularan HIV yang signifikan. Namaun di masa kini, penularan melalui transfusi darah sudah sangat minim berkat ketatnya prosedur yang dilakukan.Sebelum transfusi darah dilakukan, setiap kantong darah yang akan digunakan akan dites untuk HIV. Jika darah tersebut terbukti positif HIV maka akan langsung ditolak penggunaannya.
Gejala Penderita HIV
Berdasarkan informasi dari Kementrian Kesehatan RI (2020) awal seseorang terinfeksi HIV belum tentu menunjukkan sutu gejala yang berarti. Hal ini berkaitan dengan sistem kekebalan tubuh seseorang, ada yang satu hingga dua bulan menunjukkan gejala seperti flu akan tetapi ada juga yang bertahun-tahun tanpa gejala. Apabila kekebalan tubuh telah menurun maka akan muncul gejala yang lebih signifikan.
Tahapan perkembangan infeksi virus HIV diklasifikasikan menjadi beberapa bagian yaitu:
Tahap 1-Infeksi HIV Akut
Gejala muncul 2-4 minggu setelah terinfeksi. Adapun yang dirasakan penderita diantaranya demam hingga menggigil, ruam kulit, muntah, nyeri otot sendi, pembengkakan kelenjar getah bening, sakit perut, sakit kepala, sakit tenggorokan atau sariawan.
Tahap 2- Infeksi HIV Kronis
Virus yang telah berkembang sebelumnya menjadi lebih lambat pertumbuhannya. Gejala dapat berlangsung hingga beberapa tahun. Pada beberapa penderita, ada yang tidak merasakan apapun. Gejala yang timbul diantaranya bertambah kurus,mudah berkeringat di malam hari, batuk, diare, herpes, mual muntah, sakit kepala, kelelahan.
Tahap 3-AIDS
Apabila infeksi tahap laten terlambat mendapat penanganan maka virus akan berkembang dan menjadi AIDS. Gejala AIDS seperti berat badan turun tanpa penyebab,berkeringat di malam hari, timbul bercak putih, bintik ungu di kulit, diare kronis, demam lebih dari 10 hari, mudah memar, mudah marah, mudah lelah, sesak napas.
Cara diagnosis HIV-AIDS
Diagnosis HIV-AIDS perlu dilakukan dengan pengujian laborat yang akurat. Adapun beberapa skrining untuk mengetahui seseorang terinfeksi HIV atau tidak antara lain:
1. Tes Antibodi HIV: Tes yang paling wajar atau terbiasa dilakukan masyarakat untuk mendeteksi HIV. Bekerja dengan cara mengukur jumlah antibodi yang diproduksi oleh tubuh untuk melawan virus HIV. Tes ini dapat dilakukan dengan menggunakan sampel darah, air liur, atau urine.
2. Tes Antigen HIV: Tes ini mendeteksi protein spesifik (antigen) yang dihasilkan oleh virus HIV dalam darah seseorang. Tes ini biasanya dilakukan dengan menggunakan sampel darah.
3. Tes PCR (Polymerase Chain Reaction): Mampu mendeteksi materi genetik HIV dari darah seseorang. Tes ini dapat mendeteksi HIV lebih awal daripada tes antibodi HIV, karena tes ini dapat mendeteksi virus HIV bahkan sebelum tubuh menghasilkan antibodi.
4. Tes Saliva HIV: Tes ini dilakukan dengan mengambil sampel air liur seseorang dan kemudian diuji untuk keberadaan virus HIV.
Penting untuk diingat bahwa hasil tes awal yang positif tidak selalu menunjukkan bahwa seseorang memiliki HIV. Tes yang positif perlu diikuti dengan tes yang lebih akurat untuk menentukan diagnosis HIV yang akurat.
Penanganan HIV-AIDS Masa Kini
Penanganan HIV/AIDS pada masa kini sudah sangat berbeda dengan masa lalu. Saat ini, ada berbagai jenis terapi yang dapat membantu mengendalikan HIV/AIDS dan memperpanjang umur serta meningkatkan kualitas hidup penderita HIV/AIDS.
Beberapa bentuk terapi yang ada antara lain terapi antiretroviral (konsumsi obat), terapi penderitaan, terapi imunomodulator, terapi pencegahan penularan. Pendekatan lain dalam penanganan HIV/AIDS adalah melalui dukungan psikososial dan konseling untuk membantu penderita HIV/AIDS menghadapi stigma dan diskriminasi yang sering kali dialami.
Konsep ABCDE untuk mencegah HIV-AIDS
Dikutip dari InfoDATIN, konsep ABCDE adalah cara mencegah penularan virus HIV. Konsep ABCDE yaitu Abstinence (tidak melakukan seks sebelum menikah), Be Faithful (tidak ganti-ganti pasangan), Condom (cegah dengan menggunakan kondom), Drug No (dilarang menggunakan narkoba), Education (edukasi menegnai HIV).
Penulis: Siti Anggraini
*Mahasiswa Universitas Binawan