“Kesederhanaan haruslah bertransformasi kedalam kebijakan publik. Transformasi yang saya maksud adalah kesederhanaan itu harus berubah wujud menjadi kebijakan yang berpihak pada rakyat kecil sehingga tampilan sederhana tidaklah menjadi bentuk jualan politik semata. – Hendra Aziz (Pengamat Kebijakan Publik – Dosen Universitas Azzahra)
SUARAPANTAU.COM – Masih sangat segar diingatan kita menjelang pilpres 2014 dimana Jokowi termakan bujuk rayu oleh para oligarki untuk maju sebagai calon presiden pada saat itu.
Akhirnya beliau tega mengkhianati janji politiknya kepada rakyat Jakarta untuk memimpin DKI selama 5 tahun dan tidak akan Nyapres, Jokowi tampil sebagai capres dan menghadirkan antitesa politisi elit.
Jokowi hadir dan tampil dalam kesederhanaan, itu terbukti dengan hadirnya spanduk disudut sudut kota dengan tulisan daftar harga pakaian Jokowi, mulai dari baju, celana dan sepatu yang serba harga 100 ribu.
Baca Juga: Hillary Brigitta Ajak Masyarakat Pro Aktif Kawal Pembangunan dan Penegakan Hukum
Jokowi tahu betul bahwa kutukan periode kedua SBY terkait kasus hambalang harus dicarikan obatnya, itulah yang membuat para oligarki tertarik dengan Jokowi yang secara tampilan sangat sederhana.
Kesederhanaan pada saat itu sangat laku untuk dijual, kesederhanaan seperti menjadi antitesa dari 10 tahun kepemimpinan pak SBY. Dari segi tampilan, kedua tokoh ini memang sangat berbeda, SBY dengan tampilan elegan dan berwibawa sementara Jokowi dengan tampilan “Ndeso”.
Baca Juga: Mahkamah Agung Terima 3.988 Aduan Masyarakat Tahun 2022
Kesederhanaan yang dijual pada pilpres 2014 memang berhasil dan dimenangkan oleh Jokowi begitupun pada pilpres 2019. Pada pilpres 2019 banyak survey yang bermunculan bahwa Prabowo menang dan banyak mendapatkan dukungan dari kalangan terdidik.
Survei ini, mungkin bisa dipercaya sebab periode kedua Jokowi sepertinya sudah terbaca oleh kalangan terdidik bahwa kesederhanaan itu tidaklah bertransformasi pada kebijakan yang diharapkan. Banyak janji janji politik Jokowi yang tidak dilunasi.