SUARAPANTAU.COM – Kemenangan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dalam peninjauan kembali atau PK yang diajukan oleh Kepala Staf Presiden Moeldoko ke Mahkamah Agung pada tanggal 3 Maret 2023 lalu menyisakan pelajaran besar.
Hal tersebut, bertepatan sehari setelah Partai Demokrat resmi mengusung Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden Republik Indonesia adalah perjuangan.
Sekaligus tantangan akhir AHY dalam melawan upaya pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat secara ilegal.
Baca Juga: Hendra Aziz: Pilpres 2024 Momentum Memilih Pemimpin Sederhana Secara Otentik
Apa yang dilakukan KSP Moeldoko ini sering terjadi dikalangan mahasiswa dan organisasi kepemudaan, bedanya adalah organisasi mahasiswa dan kepemudaan masih dalam sengketa demokrasi yang bisa dicarikan pembenarannya sebab dualisme yang terjadi pelakunya masih berstatus kader organisasi tersebut.
Dikalangan mahasiswa dan kepemudaan, memecah belah organisasi sangatlah mudah sebab jarang melibatkan pengadilan didalamnya meskipun kadang kementrian hadir sebagai “hakim”.
Dualisme yang yang sering terjadi dikalangan mahasiswa dan pemuda hanya perlu dukungan massa untuk deklarasi sebagai ketua umum dengan berbagai alasan.
Sehingga apa yang dilakukan KSP Moeldoko jauh lebih buruk dari fenomena dualisme diatas, sebab beliau bukanlah kader Partai Demokrat.