SUARAPANTAU.COM – Menarik untuk disimak wawancara yang dilakukan Rosi di Kompas TV bersama Jusuf Wanandi pendiri lembaga peneliti CSIS dan Pendiri Jakarta Post.
berikut wawancaranya saya kutip:
Rosi; Pak jusuf, kalau ada 3 nama yang beredar saat ini, saya abmbil dari abjad; Anies Baswedan, Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto, Mungkinkah hanya ini yang mengerucut 3 nama ini ataukah sebenarnya, secara koalisi partai politik masih bisa 4 pasang calon?
Jusuf Wanandi; Sebenarnya yah, temen temen kita yang berjuang ini tidak akan membiarkan ini menjadi empat ataupun kalau bisa jangan 3 calon, karena terlalu banyak harus memperkirakan jadi gak jadinya itu, jadi kalau begitu saya kira mereka tak akan membiarkan lebih dari dua capres.
Rosi; Tidak akan membiarkan, maksud bapak siapa yang tidak akan membiarkan itu terjadi?
Jusuf Wanandi; yah yang Grup yang mau menang sekarang ini
Rosi; Berlanjutan..?
Jusuf Wanandi; Berlanjutan
Rosi; Koalisi keberlanjutan..?
Jusuf Wanandi; Ya,,,
Rosi; Jadi lebih baik dua nama dan bukan 3 nama..?
Jusuf Wanandi; Ya Betul, karena 3 nama itu selalu membuka kesempatan dua satu dan siapa yang mnejadi nomor dua itukan berbeda
Rosi; Jadi menurut pak Jusuf koalisi yang mengusung perubahan itu mengusung bakal capres Anies Baswedan itu ada Nasdem, PKS dan Demokrat, cukup
Jusuf Wanandi; Ya betul, Bisa tapi pokoknya pemerintah akan berupaya mencegah tiga paslon, karena terlalu banyak resiko, seperti dulu waktu Anies melawan Ahok pilkada Jakarta.
Diatas adalah potongan wawancara Rosi Kompas TV bersama Jusuf Wanandi, yang menarik adalah pernyataan Jusuf Wanandi.
secara tegas dan meyakinkan bahwa Jokowi dalam hal ini koalisi keberlanjutan akan melakukan upaya apapun untuk mencegah tiga paslon.
Lalu disini saya akan mengutip Twit SBY terkait informasi akan adanya upaya agar Mahkamah Agung menerima Peninjauan Kembali yang diajukan oleh Kepala Staf Presiden Moeldoko. Berikut Twit SBY saya kutip;
1. Berkaitan dgn PK Moeldoko di MA, tadi malam saya terima telpon dari mantan menteri yg sampaikan pesan politisi senior (bukan Partai Demokrat) berkaitan PK Moeldoko ini. Pesan seperti ini juga kerap saya terima. Jangan-jangan ini serius bahwa Demokrat akan diambil alih *SBY
2. Berdasarkan akal sehat, sulit diterima PK Moeldoko dikabulkan MA karena sudah 16 kali pihak KSP Moeldoko kalah di pengadilan. Kalau ini terjadi, info adanya tangan2 politik utk ganggu Demokrat agar tak bisa ikuti Pemilu 2024 barangkali benar. Ini berita yg sangat buruk *SBY
3. Sebagai Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, saya harap pemegang kekuasaan (politik & hukum) tetap amanah, tegakkan kebenaran & keadilan. Indonesia bukan negara “predator” (yg kuat memangsa yg lemah) serta tak anut hukum rimba ~ yg kuat menang, yg lemah selalu kalah *SBY
4. Kepada kader Partai Demokrat di seluruh tanah air, agar mengikuti perkembangan PK Moeldoko ini sambil memohon pertolongan Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah Swt. Ikuti petunjuk Ketua Umum. Jika keadilan tak datang, kita berhak memperjuangkannya secara damai dan konstitusional *SBY
Dari dua kutipan diatas, terkait wawancara Jusuf Wanandi dan Twit pak SBY rasanya keduanya tidak bisa dipisahkan.
Pasalnya PK yang diajukan KSP Moeldoko terjadi sehari setelah Demokrat menetapkan Anies sebagai bakal capres.
Sementara upaya pengambilalihan Partai Demokrat juga tidak bisa dipisahkan dari kekuasaan apalagi Jusuf Wanandi juga mempertegas bahwa kekuasaan akan memaksakan 2 Paslon.
Kutipan wanacara JW mempertegas adanya upaya upaya secara terstruktur sistematis untuk menyingkirkan Anies Baswedan dari kontestasi/ Pilpres 2024.
Informasi yang diterima SBY tentu tidak bisa dikesampingkan, lalu siapa yang bisa mencegah ini, tidak lain adalah kader Partai Demokrat seluruh Indonesia yang harus secara serius mengawal proses di MA.
Tidak bisa dibayangkan betapa kacaunya situasi politk nasional jika MA berani menerima PK tersebut, sebab bukan hanya menodai demokrasi dan konstitusi kita tapi juga mengacaukan pemilu 2024.
Penulis: Hendra Aziz
*Pengamat Kebijakan Publik/Dosen Universitas Azzahra