SUARAPANTAU.COM – Pernyataan Presiden Joko Widodo baru-baru ini untuk ikut cawe-cawe terkait Pilpres 2024 menuai sorotan tajam publik.
Pernyataan ini, tentu akan dibela mati matian oleh parpol parpol dilingkaran kekuasaan, meskipun PDIP dulu pernah mengingatkan agar pak SBY berlaku netral di Pilpres 2014 lalu.
Cawe-cawe Positif Vs Cawe-cawe negatif adalah diskursus yang coba dibangun oleh para pemerhati politik. Jusuf Kalla misalnya setuju atas cawe-cawe yang dilakukan Presiden, tentu dengan batasan batasan yang memiliki etika politik.
Baca Juga: Refleksi Hari Kelahiran Pancasila: Gotong Royong Membangun Peradaban dan Pertumbuhan Global
Estetika politik ini akan kelihatan apabila Presiden tampil Negarawan, yang dimaksud adalah cawe cawe presiden pada batas yang bisa diterima oleh publik dan berupaya memimpin jalannya Pilpres berjalan Jurdil.
Pernyataan Jokowi ini tentu meresahkan parpol oposisi, sebab cawe cawe bisa dimaknai sebagai bentuk pelibatan seluruh unsur kekuasaan dan itu akan membahayakan demokrasi kita.
Era SBY dulu betul betul menjaga kenetralannya, kita tidak melihat SBY menghadiri acara acara relawan yang ingin mendorong calon presiden pada masa itu padahal beliau adalah ketum Parpol.
Apakah mungkin Presiden berlaku netral..?
Jawabannya adalah gak mungkin, selama presiden menggunakan perahu yang namanya partai politik maka upaya netral pada setiap perhelatan demokrasi sulit adanya.
Apalagi sejak awal Megawati sudah berkali kali menegaskan bahwa Jokowi adalah petugas partai.
Tapi apakah presiden bisa menjaga iklim demokrasi dan memelihara estetis Demokrasi..? jawabanya tentu bisa.