Sehingga media social media harusnya memberikan pencerahan bagi demokrasi kita sehingga tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Pengaruh Arus Digitalisasi
Berita palsu yang beredar pada generasi z sering membuat sosial media penuh dengan perdebatan yang bisa memecah belah, membawa demokrasi kita tidak sehat.
Tom Nichols dalam “Matinya Kepakaran” menyebut kemajuan teknologi bukan hanya menciptakan lompatan pengetahuan tapi menjadi sarana untuk menyerang pengetahuan yang mapan.
Karena pada ruang interaksi social media begitu memudahkan penyebaran informasi palsu oleh berbagai kelompok yang penyebaran begitu mudah. Apalagi bagi mereka yang memhami algortima social media saat ini.
Akurasi informasi tidak menjadi sesuatu yang terabaikan, pembenaran berdasarkan jumlah like dan dislike
Hal ini memunculkan sinisme tentang demokrasi dari sosial media di mana penggunanya di dominasi oleh generasi Z.
Majalah “The Econimist” dalam edisi November 2017 misalnya, dalam artikelnya berjudul Social media’s threat to democrazy tak ragu-ragu menyebut sosial media menjadi ancaman demokrasi hari ini.
Digitalisasi menciptakan segregasi, inilah yang disebut dengan kedikatatoran digital. Ditambah peran buzzer dengan mudah mengubah opini public. Hal ini, karena rujukann berdasarkan tagar dan topic trendings yang muncul di beranda kita.
Melihat pemilu 2024 di mana tentu peran mereka amat krusial untuk membuat kondisi demokrasi yang banyak kalangan menilai dalam kondisi sakit.
Melibatkan Generasi Z
Dengan mendorong mereka untuk aktif. Generasi Z mestinya tidak dijadikan hanya sebagai objek dalam pemilu, tetapi subjek yang dapat membawa perubahan.