Menurutnya, jangan justru kemudian proses hukum masih sementara berproses lalu ada sejumlah pihak kemudian tergesa-gesa untuk menyimpulkan.
Terakhir pentolan Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Gowa Raya ini mengingatkan, seorang pengamat bukan dukun atau peramal.
“Asal ceplos, ditulis lalu lewat begitu saja, tidak berarti apa-apa, tak ada apa-apa. Jangan sampai hasil pengamatannya sama sekali tidak ada guna,” tuturnya.
Ardan Setyadi menuding oknum tertentu jadi pengamat politik karena mendapat banyak order untuk mengarang opini publik,” tegasnya.
“Seperti sekarang ini, saat tahun pemilu. Banyak sekali pengamat yang diundang di berbagai media. Dari situ dapat diukur mana yang berbobot mana yang tidak. Ukuran bobot pengamat dilihat dari penguasaan materi dan ilmiah,” urainya.
Tentu sangat beda pengamat politik dengan konsultan politik. Konsultan itu dibayar oleh client-nya. Dia wajib berpihak dan mensukseskan client-nya, karenanya konsultan politik adalah tim sukses.
“Perbedaan ini belum begitu menonjol karena banyak sekali pengamat sesungguhnya adalah konsultan politik atau sebaliknya, termasuk banyak dosen juga, padahal PNS tetapi jadi tim sukses diam-diam banyak kandidat,” jelasnya.
(Ran)