Nazwar: Evaluasi Masifnya Artificial Intelligence

Artificial Intelligence. Pixabay

SUARAPANTAU.COM – Peranan Kecerdasan Buatan atau “Artificial Intelligence” (AI) dalam kehidupan manusia sehari-hari tampak pada pesatnya perkembangan teknologi berupa alat guna.

Alat yang dahulunya tidak berfungsi ketika tidak sedang digunakan dan hanya sebatas onggokan kini bahkan dapat bekerja untuk manusia secara begitu saja (otomatis).

Hadirnya Artificial Intelligence membentuk peradaban baru, pola kehidupan manusia perlahan berubah berikut pola pikir. Sehingga terbentuk budaya baru yang bahkan identik dengan teknologi. Akibatnya, dibutuhkan penyesuaian masyarakat dalam menghadapinya.

Era Sebelum Artificial Intelligence

Jika dipikir-pikir, banyak keutamaan yang terjadi di zaman dulu mengherankan jika dibandingkan dengan zaman saat teknologi canggih seperti beberapa tahun terakhir ini yang semakin hari kian pesat perkembangannya.

Sebagai contoh dalam dunia pendidikan di zaman dulu, seorang dalam belajar dengan daya tangkap yang kuat hanya dengan ingatan dan alat tulis seadanya. Dapat menghasilkan karya-karya yang besar dan monumental yang mampu membawa pengaruh bahkan hingga hari ini.

Coba bandingkan kualitas tersebut dengan zaman sekarang dimana Artificial Intelligence semakin masif, selain standar utama alat belajar berupa pensil/pena serta buku catatan, kebutuhan untuk proses pembelajaran meningkat berupa pengadaan alat komunikasi, akses informasi dan lain sebagainya.

Selain itu terdapat juga dalam bentuk program, terutama di lembaga-lembaga tertentu, kemajuan menjadi alasan tersendiri bagi sebagian kalangan agar tidak tertinggal jauh dari yang disebut dengan perkembangan zaman.

Pentingnya Sikap Antipati

Tidak sepenuhnya menerima teknologi dan tidak sepenuhnya menolak namun menyesuaikannya dengan kebutuhan.

Penulis melalui artikel ini tidak sedang mengajak untuk kembali hidup dengan pola di zaman dahulu kala secara an sich, atau menyeru untuk meninggalkan teknologi agar melepaskan diri dari tantangan zaman.

Namun berusaha untuk membuka ruang diskursus dengan menimbang peranan teknologi dengan berbagai konsekuensi pengaruh dari perkembangannya sepanjang sejarah peradaban manusia.

Pertama, peranan manusia yang tergeser oleh peranan alat yang diciptakan; terdapat fakta dalam sejarah perkembangan teknologi hingga hari ini yang menampilkan peranan antara teknologi dengan manusia secara terbalik.

Tidak ingin berkelanjutan, manusia kembali mengambil peran dengan memperbaharui diri dan mengembalikan teknologi pada fungsi awalnya.

Jika manusia kalah dalam prosesnya, tentu tidak ada lagi kehidupan, yang ada hanya kenyataan berupa aktivitas oleh mesin-mesin produk teknologi, dan ini tentunya tidak mungkin jika tidak ada yang menghidupkan.

Kedua, alienasi yaitu persoalan kemanusiaan yang muncul berupa rasa keterasingan. Istilah alienasi dari kata alien, bermakna dalam keadaan asing yang digambarkan kondisi manusia pada zaman industri.

Pengambilalihan peranan kerja manusia oleh mesin di sektor industri menjadikan manusia teralienasi atau terasing dari lingkungan dan dirinya sendiri. Manusia jadi tidak lagi mengenal dirinya sebagai manusia yang semestinya.

Singkatnya, persoalan ini nyatanya belum mendapat jawaban yang paripurna meskipun teknologi senantiasa berkembang.

Ketiga, ancaman budaya populer. Perlu disadari bahwa nilai fungsi dari teknologi tidak melulu perihal tren. Kebijaksanaan penggunaan, kebutuhan manusia, serta esensi teknologi semisal Artificial Intelligence sebagai alat tidak lepas dari nilai guna. Ada nilai yang disasar.

Nilai ini perlu juga untuk diulas bagi para pengguna teknologi. Alih-alih bermanfaat, penggunaannya justru dapa merepotkan.

Sebagai contoh Artificial Intelligence terbukti tidak mampu menerjemahkan niat; pembatasan atau pengaturan terhadapnya. Belum pernah ada teknologi yang mampu mendalami hati untuk mengetahuinya secara keseluruhan.

Keempat, antisipasi penggerusan budaya warisan nenek moyang. Bukan suatu lelucon, hal ini dapat menjadi fakta yang mengancam keutamaan dari warisan masa lalu berupa benda-benda yang menjadi alat yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Kemudian menjadi satu kesatuan dengan cara penggunaannya dan membentuk adat istiadat atau kebiasaan.

Pentingnya kesadaran dan keinginan untuk melestarikan warisan budaya sebagai harta tidak ternilai harga. Selain sebagai bagian sejarah juga cerminan untuk pembelajaran dalam menempuh kehidupan di masa depan.

Kelima, pergeseran esensi oleh eksistensi. Istilah-istilah ini familiar di kalangan ilmuwan Filsafat/Filsuf. Namun keduanya dapat dipahami dengan hilangnya hakikat sesuatu oleh keberadaan sesuatu.

Hal ini tampak pada kenyataan di mana peranan manusia yang seharusnya tidak tergantikan oleh apa pun kini terwakilkan oleh Artificial Intelligence.

Hakikatnya manusia sebagai mahkluk tuhan memiliki kewajiban, beribadah misalnya. Tidak mungkin proses sesakral ibadah yang sifatnya diantaranya diwajibkan atas perorangan/kelompok orang digantikan oleh barang ciptaan.

Penulis: Nazwar, S. Fil. I., M. Phil
*Penulis Lepas Yogyakarta

Ikuti berita terbaru di Google News

Redaksi suarapantau.com menerima naskah opini dan rilis berita (citizen report).
Silahkan kirim ke email: redaksisuarapantau@gmail.com atau Whatsapp +62856-9345-6027

Pasang Iklan

Pos terkait