SUARAPANTAU.COM – Komnas Pengendalian Tembakau (Komnas PT) bersama sejumlah organisasi Jaringan Pegiat Pengendalian Tembakau kritik pemerintah tidak kunjung mengesahkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan.
Lambannya sikap pemerintah dinilai berimbas pada lemahnya komitmen pemerintah dalam bidang kesehatan.
Hal tersebut, disampaikan oleh Komnas PT bersama Jaringan Pegiat Pengendalian Tembakau saat konferensi pers, di Jakarta, Kamis, 22 November 2023.
Angka Perokok Indonesia Capai 69 Juta
Berdasarkan data Global Adult Tobacco Survey (GATS) Tahun 2022, dalam kurun waktu 10 tahun terakhir terjadi peningkatan signifikan.
Jumlah perokok dewasa sebanyak 8,8 juta orang, yaitu dari 60,3 juta pada tahun 2011 menjadi 69,1 juta perokok pada tahun 2021.
Baca Juga: Nathasya Salsabillah: Sadarkah Anda Rokok Pengeluaran Rumah Tangga Terbesar Setelah Beras!
Selain itu, ada peningkatan prevalensi rokok elektronik pada tahun 2011 sebesar 0,3% angka tersebut naik 10 kali lipat pada tahun 2021 meningkat menjadi 3%.
PP 109/2012 tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau sangat lemah sehingga target penurunan prevalensi perokok anak dari tidak tercapai bahkan meningkat.
Bappenas memprediksi di akhir masa pemerintahan Presiden Jokowi pada tahun 2024 juga tidak akan ada penurunan prevalensi perokok anak.
Pentingnya PP Kesehatan Tekan Angka Perokok
Pemerhati perlindungan anak, Lisda Sundari, dari Yayasan Lentera Anak mengatakan PP Kesehatan ini menjadi harapan dari 80 juta anak Indonesia untuk pemenuhan hak atas kesehatan tertinggi yang dijamin UUD 1945.
“PP ini memastikan agar rokok tidak dijual kepada anak, agar anak-anak tidak menjadi sasaran iklan, promosi dan sponsor rokok, agar anak-anak terlindungi dari paparan asap rokok yang membahayakan hidup dan kesehatan mereka,” terangnya.
Baca Juga: Berikut Indikator Wujud Hidup yang Sehat Sebagai Tujuan SDGs
“Karena itu Kementerian Kesehatan jangan ragu dan tetap komitmen memperjuangkan kesehatan anak-anak Indonesia” ungkap Lisda.
Hal senada disampaikan Tulus Abadi selaku Pengurus Harian YLKI juga ikut berkomentar mengenai proses pembahasan PP Kesehatan yang terkesan lamban.
“YLKI mempertanyakan komitmen pemerintah dalam melindungi konsumen dari bahaya zat adiktif,” ungkapnya.
Tulus Abadi menyebutkan, jika merujuk pada UU Perlindungan Konsumen bahwa konsumen berhak mendapatkan keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang maupun jasa.
“Maka pemerintah belum cukup memberikan sosialisasi bahaya konsumsi rokok di tengah hingar binger megahnya iklan promosi yang mengglorifikasi rokok,” terangnya.
Tulus Abadi mempertanyakan sikap pemerintah yang tidak kunjung mengesahkan PP Kesehatan.
“Kami bertanya tanya mengapa hingga saat ini PP tersebut belum disahkan, patut diduga ada upaya intevensi untuk mendelay pengesahan PP kesehatan ini dan upaya negosiasi untuk melemahkan substansi pasal zat adiktif dalam PP Kesehatan,” tegasnya.
Lebih jauh, Ia menguraikan bahwa Indonesia juara dunia dalam hal merokok, konsumsi zat adiktif di Indonesia sangat memperihatinkan dan mengancam kesehatan serta ekonomi masyarakat.
Apalagi mayoritas perokok adalah dari kalangan keluarga prasejahtera.
“Kerugian yang diakibatkan oleh penyakit akibat rokok, dan hilangnya produktivitas akibat penyakit dan kematian dini juga memperlambat laju roda ekonomi, sehingga beban negara akibat rokok lima kali lipat cukai rokok, ” ucap Tulus.
Sementara itu, Komnas Pengendalian Tembakau (Komnas PT) menambahkan, PP Kesehatan harusnya bisa mengakomodir permasalahan kesehatan masyarakat akibat konsumsi zat adiktif.
Sehingga perlu aturan yang ketat soal larangan iklan promosi dan sponsorship, pengaturan rokok elektronik, perluasan Peringatan Kesehatan Bergambar, serta Kawasan Tanpa Rokok.
“Pembuat kebijakan dan masyarakat perlu terus mengingat bahwa meskipun rokok adalah produk legal. Tetapi jelas bukan produk normal untuk dikonsumsi karena dampaknya terhadap kesehatan, lingkungan dan ekonomi keluarga, terutama dari kalangan keluarga pra sejahtera amatlah buruk,” Nina Samidi, Program Manager Komnas PT.
Dalam kesempatan yang sama, dua belas organisasi memberikan pernyataan bersama sebagai dukungan kepada Pemerintah Indonesia agar bersikap serius dalam penanganan konsumsi produk zat adiktif tembakau melalui Pengamanan Zat Adiktif dalam RPP Kesehatan.
Di dalamnya tertuang tuntutan kedua belas organisasi terhadap pengaturan pengamanan zat adiktif demi perlindungan rakyat dari bahaya konsumsi produk tembakau dan rokok elektronik.
Kedua belas organisasi tersebut adalah Aliansi Masyarakat Korban Rokok Indonesia (AMKRI), Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), Indonesia Institute for Social Development (IISD),
Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC), Komnas Pengendalian Tembakau, Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI), Rumah Mediasi Indonesia, Raya Indonesia, Tobacco Control Support
Center (TCSC), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Yayasan Lentera Anak, dan Udayana Central.
Jaringan pegiat pengendalian produk tembakau menagih janji pemimpin negara untuk menunjukkan keperpihakkannya pada masyarakat, menciptakan sistem dan peraturan yang membuat rakyat lebih sehat.
Pemerintah harus segera merampungkan dan mengesahkan aturan PP Kesehatan yang kuat, Sehingga derajat kesehatan masyarakat Indonesia dapat terwujud dan masyarakat terbebas dari bahaya asap rokok.
Aminullah