SUARAPANTAU.COM – Refleksi momentum bersejarah pergolakan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang diperingati tiap 4 Desember 2023.
giochi quiz online gratis italiano
stanza con idromassaggio
dove posizionare il seggiolino per bambini amazon
lebron 12 prezzo
lampada antica amazon
nike zoom fly flyknit intersport
costumi a mutanda
gummi sandalen baby
coleccion los futbolisimos
street one steppjacke gelb
the spectre piano cover
usb anschluss kaputt alternative
receveur de douche mosaique
jersey druckknöpfe prym
hilfiger socken herren sale
Aktivis asal Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) Ketua Umum Tani Merdeka, Don Muzakir turut memperingati momentum bersejarah bagi rakyat Aceh tersebut.
Dalam postingannya, Don Muzakir menyebut tidak ada yang lebih indah selain perdamaian.
Baca Juga: Deklarasi Tani Merdeka Blora, Don Muzakir: Prabowo Presiden Petani Sejahtera
“Krue Semangat!!! Uroe Peu Ingat Milad GAM Nyang Keu 47 Thon. TIDAK ADA YANG LEBIH INDAH SELAIN PERDAMAIAN. 04 Desember 1976 – 04 Desember 2023,” tulis Don Muzakir di laman Instagram pribadinya.
Sebelumnya, Ketua Komite Peralihan Aceh (KPA) Pusat, Muzakir Manaf atau Mualem, menginstruksikan seluruh eks kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) untuk memperingati milad atau ulang tahun pada hari ini, Jumat, 4 Desember 2020 dengan doa bersama.
Selaku Ketua Komite Peralihan Aceh (KPA) Pusat, Muzakir Manaf meminta eks kombantan menyantuni anak yatim, dan berziarah ke makam pejuang.
Refleksi 41 Tahun GAM
Tepat 41 tahun lalu, pada 4 Desember 1976, GAM secara resmi berdiri. Hasan Tiro mendeklarasikan perlawanan kepada pemerintah Indonesia di Perbukitan Halinon, Pidie. Hasan mengangkat dirinya sebagai Wali Nanggroe (kepala negara).
Pemicu Konflik ini adalah kemarahan atas penyelenggaraan pemerintahan Aceh yang didominasi orang Jawa dan eksploitasi atas kekayaan alam Aceh yang tidak memberikan hasil yang adil bagi masyarakat Aceh.
Harry Kawilarang dalam bukunya yang berjudul, Aceh: Dari Sultan Iskandar Muda ke Helsinki, menyebut kepemimpinan rezim orde baru di bawah pimpinan Soeharto menimbulkan kekecewaan terutama di kalangan elit Aceh.
Pada era Soeharto, Aceh menerima 1 persen dari anggaran pendapatan nasional dengan kontribusi 14 persen dari GDP nasional. Sebagian besar hasil kekayaan Aceh diambil oleh pembentuk kebijakan di Jakarta.
Meningkatnya produksi minyak bumi yang dihasilkan Aceh pada 1970-an dan 1980-an dengan nilai 1,3 milliar dolar Amerika tidak memperbaiki kehidupan sosial masyarakat Aceh.
Sebagian besar dari pendapatan di Aceh diserap oleh petinggi pemerintahan di Jakarta.
Setelah mendeklarasikan Aceh Merdeka pada 4 Desember 1976, Hasan Tiro membuktikan perannya dalam upaya memerdekakan bangsa Aceh.
Ia keluar-masuk hutan bersama pasukannya pada 1976-1979 untuk melawan pemerintah Indonesia. Pada 1979, karena serangan tentara Indonesia yang tak tertahan, ia mengungsi ke berbagai negara, sebelum akhirnya menetap di Stockholm, Swedia.
(Ran)