PERKEMBANGAN Ekonomi Indonesia saat ini sangat dipengaruhi oleh ekonomi dunia, apalagi perkembangan ekonomi Amerika Serikat. Terlebih lagi, semakin mendekati waktu pemilu tiba.
Ekonomi Indonesia berada pada level siaga. Pelemahan rupiah terhadap dolar AS yang mencapai posisi Rp. 15.940/US$ atau 0,38 per 1 November 2023 dilansir dari artikel CNBC Indonesia, tak lain disebabkan kondisi ekonomi AS saat ini. Ekonomi Amerika Serikat saat ini bisa dikatakan sedang tidak baik-baik saja.
Penyebabnya tak lain karena keadaan ekonomi dunia juga sedang terguncang akibat adanya konflik atas wilayah kekuasaan yang menjadikan penghambatan laju perekonomian global.
Hal ini juga lantaran The Fed (Bank Sentral Amerika) menahan suku bunganya di level 5,25%-5,50%. Namun, penahanan suku bunga tersebut bisa terjadi kenaikan oleh The Fed melihat perkembangan kondisi ekonominya. Ekonomi Amerika Serikat pun juga sedang mengalami inflasi.
Baca Juga: Prabowo Akan Bangun Koperasi Indonesia Sebagai Pilar Pembangunan Ekonomi
Akibatnya, hampir semua negara di dunia sedang berusaha memperbaiki dan tetap mempertahankan laju pertumbuhan ekonominya, termasuk Indonesia.
Pelemahan rupiah saat ini tak lain disebabkan oleh faktor fundamental dan faktor non fundamental. Pelemahan rupiah terhadap dolar AS ini menyebabkan Bank Indonesia (BI) langsung menaikkan suku bunga hingga angka 6%. Pastinya langkah tersebut sudah dipikirkan matang-matang oleh para pembuat kebijakan.
Kebijakan ini tentu ada hal positif dan negatifnya. Naiknya suku bunga acuan dapat berpotensi membuat daya beli masyarakat turun. Akan tetapi, kebijakan ini dapat juga menekan laju inflasi agar perekonomian Indonesia tetap stabil.
Potensi Daya Beli Masyarakat Menurun
Secara keseluruhan, pelemahan rupiah menimbulkan banyak efek di setiap sektor pemerintahan yang ada di Indonesia. Sektor industri yang paling merasakan dampak dari adanya pelemahan rupiah ini. Semua bahan baku produksi secara tidak langsung akan meningkat. Akibatnya, harga jual pun menjadi naik. Apalagi sebagian besar bahan baku produksi masih impor dari negara lain, tentu hal ini akan semakin membuat kenaikan harga di berbagai sektor.
Akibat pelemahan rupiah ini, BI menaikkan suku bunga acuan (BI7DRR). Ketika suku bunga acuan naik, maka dapat dipastikan dapat mempengaruhi permintaan masyarakat. Para pelaku usaha pun berusaha menaikkan harga karena semua bahan produksinya pasti akan mengalami kenaikkan juga.
Hal ini membuat daya beli dan permintaan masyarakat menurun. Perputaran uang pun akan mengalami penurunan. Masyarakat akan lebih memilih untuk menabungkan uangnya daripada membelanjakannya. Masyarakat beranggapan saat rupiah melemah terhadap dolar AS mungkin mereka yang memiliki dolar AS akan menukarkannya dengan rupiah.
Karena pelemahan yang terjadi sekarang ini bisa dibilang cukup tinggi, dan mungkin ini kesempatan untuk masyarakat bisa menabungkan uangnya saat nominalnya tinggi.
Rupiah juga tertekan dengan adanya konflik berkelanjutan antar negara yang berebut kekuasaan. Seperti konflik genosida antara negara Palestina dengan Israel. Konflik ini menghambat laju perekonomian dunia, terutama pada sektor minyak.
Menekan Laju Inflasi
Pelemahan rupiah dapat menyebabkan inflasi Indonesia tertekan. Karena banyak masyarakat yang lebih menyimpan uangnya. Namun, pelemahan rupiah menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tidak akan secara langsung membawa dampak bagi inflasi. Inflasi peningkatan barang impor juga salah satu akibat adanya pelemahan rupiah.
Seperti kita ketahui bersama, pelemahan rupiah juga akibat dari inflasi Amerika Serikat. Saat ini, Amerika Serikat tengah menghadapi gelombang inflasi dan belum berhasil untuk menekan laju inflasinya. Inflasi AS tak lain disebabkan oleh biaya sewa rumah, tarif angkutan udara, hingga biaya asuransi mobil dan harga produksi makanan.
Inflasi Amerika yang tinggi tentu berpengaruh pada ekonomi global. Itu artinya aktivitas perdagangan dunia juga terdampak.
Semua sektor ekspor dan impor terdampak dan itu dapat berpotensi terjadinya inflasi dalam negeri. Inflasi Amerika berpengaruh pada rupiah.
Lagi-lagi kembali dan semua mengacu pada Amerika. Karena pusat perekonomian dunia bisa dibilang salah satunya Amerika selain China dan negara maju di Asia lainnya.
Pada kuartal III ekonomi Indonesia ini mengalami outflow, hal ini juga yang menjadi penyebab pelemahan rupiah. Akan tetapi, rupiah masih seimbang dengan mata uang negara lain seperti Yen, Won, Ringgit dan dolar Singapura.
Sentimen-sentimen yang terjadi akibat pelemahan rupiah tentu dapat ditangani dengan kebijakan yang diterapkan oleh bank sentral Indonesia yakni oleh BI.
Kenaikan suku bunga menjadi 6% sudah menjadi langkah yang tepat untuk perekonomian Indonesia. Pasar ekonomi global akan mengikuti laju pertumbuhan ekonomi setiap negara, baik maju ataupun berkembang. Penguatan rupiah dapat terjadi ketika The Fed sudah benar-benar mencapai titik puncak ekonominya.
Rupiah akan terus mengalami fluktuasi secara berkala bergantung pada ekonomi global yang mengacu pada perekonomian Amerika Serikat. Fluktuasi tersebut nantinya menyebabkan naik atau turunnya ekonomi Indonesia.
Pelemahan rupiah nantinya juga dapat meningkatkan jumlah serta kewajiban pemerintah maupun swasta dalam membayar hutangnya. Dengan demikian, artinya keuangan negara akan semakin merosot karena pembiayaan pemerintah yang membengkak.
Seperti sudah dijelaskan, nyatanya semua mata uang setiap negara selalu mengalami perubahan, termasuk rupiah. Pelemahan rupiah tentu tak dapat dihindari, namun sebagai upayanya kita sebagai masyarakat ikut serta membantu pemerintah supaya nilai rupiah tetap stabil dan tidak terlalu jauh turunnya terhadap dolar AS.
Selain kebijakan BI yang menaikkan suku bunga acuannya untuk tetap menstabilkan nilai rupiah, masyarakat juga dapat berpartisipasi dengan melakukan investasi dan menabung rupiah dalam bentuk apapun.
Masyarakat juga mulai membiasakan diri untuk mencintai dan membeli produk dalam negeri yang kualitasnya juga sebanding dengan produk luar.
Nantinya kebiasaan seperti itu bisa membuat masyarakat lebih siap ketika rupiah melemah dan membantu meredam pelemahan rupiah yang terus menerus terhadap dolar AS.
Penulis: Saila Arzaqina