Geopolitik Makedonia dan Penolakan Yunani Terkait Aksesi Ke Uni Eropa

Geopolitik Makedonia dan Penolakan Yunani
Geopolitik Makedonia dan Penolakan Yunani

GEOPOLITIK Penolakan Yunani Terkait Aksesi Makedonia Utara Ke Uni Eropa. Akibat pecahnya Republik Federal Sosialis Yugoslavia (RFSY) membuat Makedonia mengadakan Referendum kemerdekaan pada 8 September 1991.

Hasil Referendum menyatakan bahwa 95% penduduk menyetujui kemerdekaan Makedonia dan memproklamasikan kemerdekaan dengan nama Republik Makedonia.

Setelah kemerdekaan, Republik Makedonia justru menghadapi banyak permasalahan seperti terhambatnya pengakuan internasional dan keikutsertaan dalam keanggotaan organisasi internasional maupun regional.

Baca Juga: Prima Trisna Aji: Indonesia Darurat Eksodus Rohingya

Bacaan Lainnya

Hal tersebut terjadi dikarenakan permasalahan sengketa nama Makedonia dengan Yunani.

Sejarah Makedonia

Makedonia merupakan nama provinsi di Yunani dan telah berdiri jauh sebelum kemerdekaan Republik Makedonia.

Makedonia mewarisi nama dari Kerajaan Makedonia kuno yang berada di semenanjung utara Yunani.

Kerajaan Makedonia kuno berdiri pada masa Arkais (750-500 SM) dan Klasik (500-323 SM) dan terkenal pada pemerintahan Alexander yang Agung (338-323 SM) yang mampu menduduki seluruh negara kota di Yunani dan beberapa wilayah Asia.

Baca Juga: Menhan Prabowo Ajak Negara ASEAN Bantu Palestina

Setelah dianeksasi Romawi pada tahun 148 SM, eksistensi Kerajaan Makedonia berakhir hingga kemudian menjadi bagian dari Yunani atau disebut sebagai Makedonia modern.

Penggunaan nama Republik Makedonia membuat negara tersebut sulit mendapatkan pengakuan internasional terkait kemerdekaannya.

Pada tahun 1993 agar dapat bergabung dengan PBB dan diakui secara internasional, Republik Makedonia kemudian menggunakan nama konstitusional sementara yaitu Form Yugoslav of Macedonia (FYROM).

Baca Juga: Heru Budi Hartono Promosikan Pembangunan IKN pada Pertemuan Gubernur dan Walikota se ASEAN

FYROM mengajukan permohonan keanggotaan Uni Eropa pada 22 Maret 2004.

Pada 9 November 2005 komisi UE merekomendasikan FYROM sebagi negara kandidat potensial.

Akan tetapi, mereka masih belum mencapai kesepakatan terkait kerangka khusus “proses stabilisasi dan asosiasi” yang dibutuhkan negara-negara Balkan Barat untuk negosiasi aksesi.

Selain itu, proses tersebut terdapat proses lain yang juga diperlukan yaitu adanya kebulatan suara dari para anggota UE. Kebulatan suara untuk aksesi FYROM pada saat itu tidak tercapai karena veto dari Yunani.

Baca Juga: Profil Enzy Storia Aktris Indonesia Tinggal di Amerika Jadi Dharma Wanita KBRI Washington

Yunani memveto dan penolakan aksesi FYROM ke UE karena dilatar belakangi oleh perselisihan nama antara kedua negara.

Yunani mengklaim bahwa nama “Makedonia” hanya boleh digunakan untuk provinsinya di bagian utara, penggunaan nama tersebut oleh negara lain dapat menimbulkan kebingungan dan klaim teritorial.

Meskipun telah menggunakan nama FYROM, Yunani tetap menghentikan kemajuan negara tersebut menuju keanggotaan Uni Eropa dengan memveto perundingan aksesi.

Sebagai negara anggota UE Yunani memiliki hak veto terhadap aksesi baru ke UE.
Salah satu alasan veto Yunani tersebut dikarenakan nama FYROM bukan hasil kesepakatan bersama dengan Yunani.

Teori Geopolitik menekankan pada kebijakan politik nasional suatu negara yang nantinya akan berdampak ke negara lain terutama negara yang berada di dekat wilayahnya.

Veto Yunani terkait aksesi FYROM ke UE dilatar belakangi oleh penggunaan nama Makedonia. Letak geografi juga menjadi faktor penyebab konflik, dikarenakan kedua negara berbagi perbatasan.

FYROM yang melepaskan diri dari RFSY pada 1991 tersebut sebagian besar penduduknya adalah orang-orang Slavia dan minoritas Albania. Bahasa yang mereka gunakan adalah bagian dari bahasa Slavia Selatan.

Meskipun memiliki nama geografis yang sama, orang Makedonia Kuno dengan Makedonia modern di FYROM tidak sama secara etnis, bahasa dan budaya.

Dapat dikatakan bahwa FYROM sama sekali tidak memiliki hubungan sejarah dengan Kerajaan Makedonia kuno.

Pelarangan penggunaan nama Makedonia oleh Yunani disebabkan rasa nasionalisme. Bagi Yunani Makedonia merupakan nama dan tanah air yang bersejarah warisan dari Kerajaan kuno Makedonia.

Penggunaan nama FYROM membuat Yunani merasa identitas negaranya di renggut. Yunani juga memiliki kekhawatiran akan warisan sejarah mereka terkait kerajaan kuno Makedonia beserta figur populernya seperti Alexander yang Agung dan Philip II diklaim oleh FYROM yang tidak memiliki keterkaitan dengan sejarah kuno Kerajaan Makedonia.

Berikut ini adalah beberapa ketakutan lain Yunani terkait penggunaan nama FYROM oleh pecahan Republik Federal Sosialis Yugoslavia:

  • Ketakutan teritorial: Yunani khawatir bahwa FYROM akan mengklaim wilayah Makedonia Yunani bagian utara sebagai bagian dari wilayahnya.
  • Ketakutan budaya dan sejarah: Yunani khawatir bahwa FYROM akan mengklaim warisan budaya dan sejarah yang dimiliki Yunani dari Kerajaan Makedonia kuno.
  • Ketakutan politik: Yunani khawatir bahwa FYROM akan menjadi ancaman bagi stabilitas politik di wilayah Balkan.
    Konflik identitas antara Yunani dan FYROM selesai melalui Perjanjian Prespa pada 12 Juni 2018. Perjanjian tersebut ditandatangani oleh Perdana Menteri Yunani Alexis Tsipras dan Presiden Makedonia Zoran Zaev. Perjanjian Prespa tersebut berlaku mulai tahun 2019.

Pada perjanjian tersebut menyepakati penggantian nama FYROM menjadi Republik Makedonia Utara yang dapat dipakai secara domestik maupun internasional.

Selain itu, pada perjanjian tersebut juga disepakati bahwa rakyat Republik Makedonia Utara dan etnisnya tidak memiliki keterkaitan dengan peradaban bercorak helenistik atau yang disebut Kerajaan kuno Makedonia.

Setelah tercapainya kesepakatan tersebut, Yunani mencabut veto-nya terkait aksesi Makedonia Utara ke UE. Pada tahun 2019 Dewan UE kembali membuka perundingan aksesi bagi Makedonia Utara.

Penulis: Lisna Elva Riyani (Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Teknologi Yogyakarta)

Ikuti berita terbaru di Google News

Redaksi Suarapantau.com menerima naskah opini dan rilis berita (citizen report).
Silahkan kirim ke email: redaksisuarapantau@gmail.com atau Whatsapp +62856-9345-6027

Pasang Iklan

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *