Penulis: Aswan Bahar, Pengurus KNPI Kabupaten Jeneponto
SUARA PANTAU – Arah dukungan generasi muda sangat diincar oleh peserta pemilu. Baik pemilihan legislatif maupun pemilihan presiden.
Hal ini, bukan tanpa sebab, mengingat persentase jumlah pemilih dari kalangan generasi muda lebih dari setengah dari total jumlah hak pilih di Pemilu 2024.
Namun sayangnya, banyak generasi muda menghabiskan waktu dengan berselancar lebih dari delapan jam dengan social media.
Baca juga: Alumni HMI Desak Kepala BIN Klarifikasi Dugaan Pelanggaran Pemilu Kabinda Papua Barat
Dimana konten didominasi oleh hiburan, minim pendidikan politik yang mencerahkan. Sehingga kadangkala politik dipahami bukan dari pertarungan ide tapi popularitas.
Membaca Realitas Politik
Banyak yang melabuhkan pilihan tidak pada kekuatan politik tapi tokohnya yang dikenal dimana-mana.
Pada sisi ini maka mudah dipahami kalau mereka menyukai Jokowi, kemudian Prabowo Subianto disusul Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo.
Baca Juga: Opini: Refleksi Lembaga Pendidikan di Era Digital
Tokoh-tokoh politik ini yang melintasi ingatan, hidup keseharian dan digemakan oleh siapa saja.
Sehingga kita mendapati anak muda yang kehilangan percaya diri, pada kekuatan politik hingga mimpinya sendiri.
Mereka menyaksikan bagaimana kreativitas, imajinasi bahkan karya itu terwujud tak melalui jalan politik.
Baca Juga: Alumni HMI Desak Mendes PDTT Halim Iskandar Klarifikasi Isu Pendamping Desa Jadi Buzzer
Politik berlangsung dalam pasungan orang tua atau jika ada anak muda pandangannya sama dengan mereka yang tua.
Sebagai anak muda jangan mudah terjebak agitasi palsu yang beredar dimana-mana. Agitasi itu dilontarkan oleh politisi yang ingin meraih kursi.
Sebab mengapa mereka menyasar anak-anak muda? karena jumlahnya sangat luar biasa, dari total 204,8 juta pemilih, sekitar 106,3 juta atau sekitar 52% berusia 17-40 tahun.
Baca Juga: KRPP Bongkar Pejabat Kemendes Paksa Pendamping Desa Jadi Buzzer Pilpres
Melihat data tersebut, jadi anak muda pemegang kunci siapa yang layak dan patut jadi presiden dan anggota parlemen.
Kalau menjadi penentu tentunya tahu bagaimana cara mengerahkan potensi yang dimiliki anak-anak muda hari ini agar tak kehilangan dan salah memilih nantinya.
Ada waktunya kita berdiri menyatakan protes, ada saatnya kita okupasi tempat dimana suara kita akan bergema.
Tapi jangan diam hanya mengekor kepentingan politisi yang bisa menyesatkan jalan masa depan anak muda. Pemuda harus berdiri tegak mengambil peran!
(***)