SUARA PANTAU – Himpunan Mahasiswa Islam mendesak Komisi Yudisial dan Propam Polda Sulsel turun tangan mengusut dugaan cacat prosedural penanganan dugaan kriminalisasi aktivis HMI, Akbar Idris.
Selain itu, Komisi Pengawas Kepolisian dan Komisi Kejaksaan juga diminta proaktif mendalami pelaporan aktivis yang dilakukan oleh Bupati Bulukumba, Andi Mukhtar Ali Yusuf tersebut.
Pasalnya, Polres Bulukumba Sulawesi Selatan dikabarkan sempat menolak laporan Bupati Bulukumba Andi Mukhtar Ali Yusuf terhadap Akbar Idris.
Baca Juga: Kasus Akbar Idris Diduga Cacat Prosedur dan Dipaksakan
Informasi tersebut, disampaikan oleh Ketua Umum HMI Cabang Gowa Raya, Nawir Kalling.
“Kami menduga bahwa proses hukum kasus tersebut banyak cacat prosedural. Ada kemungkinan terjadi intervensi, kriminalisasi, dan pemufakatan tidak sehat yang dilakukan oleh pihak-pihak yang punya otoritas”, tambah Nawir.
Dalam keterangan persnya (3/5/2024), Nawir Kalling menambahkan, pentingnya mendalami prosedur penanganan kasus aktivis Akbar Idris demi rasa keadilan dan kepastian hukum.
“Kasus tersebut harus menjadi atensi bersama. Jangan paksa kami untuk tidak percaya netralitas lembaga yang terlibat. Oleh karena itu, kami meminta Propam Polda Sulsel, Komisi Pengawas Kepolisian, Komisi Kejaksaan dan Komisi Yudisial untuk menguji pihak yang terlibat sesuai otoritasnya masing-masing”, tutup Nawir.
Nawir Kalling menyebutkan, ada dugaan penanganan kasus Akbar Idris cacat prosedural.
Hingga isu ini menjadi sorotan tajam publik, dan menjadi perhatian nasional.
Baca Juga: Kasus Akbar Idris Jadi Perhatian Serius Ketua Umum PB HMI Bagas Kurniawan di Jakarta
Ketua Umum HMI Cabang Gowa Raya Nawir Kalling menilai prose penanganan kasus Akbar Idris sangat janggal.
“Informasi yang kami dapatkan bahwa laporan Bupati Bulukumba tertolak di Polres Bulukumba karena tidak memenuhi unsur pidana,” ungkap Nawir Kalling.
“Akan tetapi kemudian alihkan ke Polda Sulsel dan ada proses gelar perkara oleh penyidik Polda Sulsel tanpa proses pemeriksaan terhadap Akbar Idris. Hal ini membuat kami curiga adanya konspirasi atas kasus tersebut”, tegas Nawir.
Baca Juga: Akbar Idris Menjaga Mata Air Perkaderan HMI
Kasus ini pertama kali bergulir pada tahun 2022. Kemudian baru di 2024 hakim Pengadilan Negeri Bulukumba mengeluarkan putusan vonis terhadap Akbar Idris dan langsung dilakukan penahanan di Lapas Bulukumba.
HMI Cabang Gowa Raya menilai bahwa putusan tersebut terkesan dipaksakan dan perlu diungkap kebenarannya.
Pengamat Hukum Tata Negara Desak Komisi Yudisial
Pengamat Hukum Tata Negara Abd. Rahmatullah Rorano S. Abubakar turut angkat bicara mengenai kejanggalan penanganan kasus aktivis HMI Akbar Idris.
Rorano mengungkapkan, vonis itu menjadi preseden buruk terkait perlindungan hak azasi manusia (HAM) dan ancaman terhadap kebebasan mengemukakan pendapat dan berekspresi yang dijamin oleh Konstitusi UUD 1945 dan prinsip HAM Internasional.
Baca Juga: Kasus Akbar Idris, KAHMI Sulsel: Bupati Bulukumba Seharusnya Tidak Anti Kritik
“Putusan tersebut menunjukkan adanya represi kebebasan berpendapat terhadap para aktivis dan masyarakat sipil, ini menjadi preseden buruk bagi lembaga peradilan,” ujar Rorano saat dimintai keterangan melalui pesan singkat, Senin (29/04/2024).
Rorano menilai, sebagai seorang aktivis Akbar Idris menjalankan upaya checks and balance serta kontrol terhadap penyelenggaraan pemerintahan di Kabupaten Bulukumba terhadap kasus dugaan korupsi yang ia diteruskan melalui pesan singkat berupa flyer ke Grup WhatsApp (WA) Forum Diskusi Bulukumba sebagai bahan diskuski.
Ia melanjutkan, sebab itu para yang mulia Hakim mestinya mempertimbangkan berbagai macam instrumen mulai dari Surat Edaran Nomor SE/2/II/2021 Kapolri, SKB tiga menteri sebagai pedoman aturan dalam mengimplementasikan UU ITE dan Yurispundensi terhadap kasus serupa. Bukan sebaliknya justru ikut memberi putusan yang menciderai rasa keadilan.
Baca Juga: Pilkada Bulukumba 2024, Literatur Institut Ungkap Alasan Andi Muchtar Kalah
“Peradilan sebagai sarana rakyat mencari keadilan mestinya dapat menjadi insturmen menggali dan memahami esensi berdemokrasi. Ini menjadi bukti minimnya perlindungan peradilan terhadap kepentingan publik,” pungkasnya.
Rorano juga mendorong agar Komisi Yudisial (KY) untuk mengusut Majelis Hakim yang mengadili Akbar Idris serta Propam Mabes Polri untuk Memeriksa jajaran Penyidik Polres Bulukumba yang memproses kasus ini.
(***)