SUARAPANTAU.COM, JAKARTA – Semakin mewabahnya virus Corona (Covid-19) di Indonesia, berbagai dampak mulai dirasakan oleh masyarakat. Terutama soal ekonomi, nilai Rupiah pada saat ini berada diangka Rp 16.320,-. Atas dasar itulah, Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengusulkan jika pemerintah perlu merealokasikan sejumlah anggaran untuk penanganan wabah ini. Tujannya agar dampak yang dirasakan tidak semakin parah lagi.
Adapun hal itu disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Amir Uskara. Ia menilai jika wabah ini tidak hanya dirasakan oleh Indonesia sendiri, melainkan dampaknya sudah mendunia. “Sebab itu pemerintah harus mengambil langkah taktis guna meredam dampak negatif pandemi virus COVID-19, salah satunya dengan menambah paket stimulus yang dialokasikan langsung ke sektor kesehatan dan sektor ekonomi,” kata Amir dalam keterangannya, Selasa (31/3/2020).
Selain itu, lanjut Amir, di bidang kesehatan wabah ini juga cukup dirasakan. Menurutnya, stimulus dapat diberikan berupa tunjangan kepada tenaga medis yang pada hari ini sedang berada di garis terdepan melawan virus COVID-19.
“Sedangkan pada bidang sosial pemerintah bisa memberikan tunjangan kepada masyarkat yang memiliki pendapatan harian, bantuan secara langsung kepada masyarakat baik dalam berupa uang tunai, sembako dan atau vitamin guna meningkatkan daya tahan masyarakat, serta memberikan diskon pembayaran listik dan air,” tuturnya.
Dirinya juga menyoroti langkah negara tetangga yang elah mengambil langkah penambahan anggaran stimulus, seperti yang dilakukan oleh pemerintah Malaysia adalah pemberian dana tambahan sebesar RM 600 untuk pekerja dengan pendapatan di bawah RM 4.000 per bulan. Selain itu, pengusaha yang mengalami penurunan bisnis sebesar 50% sejak 1 Januari 2020, juga akan diberikan bantuan. Pemerintah Malaysia juga memberikan bantuan berupa dana sebesar RM 500, untuk 120.000 driver ojek online. Secara total Pemerintah Malaysia mengalokasikan 250 miliar Ringgit Malaysia (RM) atau setara Rp 929,5 triliun (asumsi kurs Rp 3.178 per RM).
“Stimulus di bidang kesehatan maupun ekonomi dapat diperoleh dari berbagai sumber, misalnya melakukan realokasi anggaran APBN 2020. Pos-pos yang belum mendesak, tidak urgen, sebaiknya dialihkan. DPR tentu memfasilitasi APBN-P 2020 agar proses perubahan pos anggaran dilakukan secara transparan, dan mempertimbangkan berbagai faktor seperti perubahan asumsi makro, penurunan penerimaan perpajakan, dan pos belanja yang rentan berpengaruh pada keberlanjutan fiskal di daerah,” papar Amir yang juga Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu.
“Pada sektor perbankan, Presiden sudah memberikan relaksasi pembayaran cicilan kredit pada masyarakat terdampak virus COVID-19, tentu ini menjadi harapan besar bagi semua masyarakat yang terdampak. Namun, dilapangan terjadi permasalahan teknis antara pihak perbankan, leasing dengan debitur. Hal ini disebabkan pihak bank dan perusahan jasa keuangan belum bisa melaksanakan apa yang sudah disampaikan oleh Presiden, karena kurangnya paduan teknis dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK),” imbuhnya.
Dirinya menambahkan jika kebijakan relaksasi pembayaran cicilan tanpa perencanaan matang telah menimbulkan keresahan dan masalah baru bagi masyarakat. “Untuk itu OJK harus segera melakukan koordinasi dengan pihak bank dan pelaku jasa keuangan guna membicarakan langkah detail terkait skema penangguhan pembayaran kredit bagi masyarakat terdampak virus corona,” pungkas Amir. (co)