PENDIDIKAN tidak terlepas dari suatu bangsa. Bahkan, pendidikan menjadi salah satu penunjang kemajuan suatu bangsa melalui pengembangan kualitas para penerus bangsa.
Dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2003 pada Pasal 1 perihal Pendidikan menyatakan bahwa pendidikan sebuah usaha sadar serta berkala guna mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya yang diperlukan dirinya, dan masyarakat luas.
Di Indonesia, satuan pendidikan diselenggarakan pada jalur formal, non formal, serta informal. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang (sekolah) yang terdiri atas pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/MTs), pendidikan menengah (SMA/SMK/MA), serta pendidikan tinggi (yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi). Dimana kurikulum-kurikulum pendidikan formal tersusun secara terpusat dan seragam berdasarkan jenjang.
Pendidikan nonformal termasuk jalur pendidikan luar sekolah (formal) yang dapat dilaksanakan secara terstruktur juga berjenjang. Thoif (2021) menyebutkan berdasarkan fungsinya, jenis dan isi pendidikan non formal diantaranya pendidikan keaksaraan, pendidikna vokasional, pendidikan kader, pendidikan umum dan penyuluhan, apresiasi seni budaya serta pendidikan penyegaran jiwa raga.
Pendidikan informal merupakan jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Tertuang dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 tahun 2003 pasal 27 yaitu kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.
Ketiga satuan pendidikan harus saling berkolaborasi, berhasilnya pendidikan di pendidikan formal (sekolah) dan non formal dipengaruhi kondisi pendidikan informal yakni keluarga dan lingkungan.
Syamsu Yusuf (dalam Muhklis, 2016) mengungkapkan bahwa sekolah adalah lembaga pendidikan formal secara sistematis melaksanakan program bimbingan, pengajaran, serta latihan dalam rangka membantu peserta didik.
Hal ini dapat mengembangkan potensi, yang menyangkut aspek moral, spiritual, intelektual, emosional, serta sosial. Kemudian, sekolah memiliki peranan penting menjadi media untuk mempengaruhi kehidupan intelektual, sosial, dan moral peserta didik.
Dalam penyelenggaraan tiga jalur pendidikan harus ada kesesuaian dan keserasian antara pendidikan yang diselenggarakan di sekolah, masyarakat, dan keluarga. Di mana ketiga jalur tersebut masing-masing memiliki peran besar dalam proses pengembangan potensi diri yang diperlukan dirinya dan masyarakat luas.
Self Regulated Learning (Regulasi diri dalam belajar)
Penelitian yang dilakukan oleh Zimmerman dan Risemberg (dalam Kusaeri & Mulhamah, U. M, 2016) menunjukkan bahwa keyakinan, kesadaran untuk mengarahkan peserta didik menjadi pembelajar sangat berpengaruh dan mampu meningkatkan prestasi belajar. Hal ini berarti guru harus memperhatikan pada strategi peserta didik guna mengatur dirinya ketika belajar.
Proses ini dinamakan proses regulasi diri (Self Regulation). Kemampuan mengatur perilaku yang akan dilakukan dan berkomitmen untuk meraih tujuan belajar yang hendak dicapai disebut kemampuan Self Regulated Learning (SRL)
Zimmerman (dalam Nahariani, Pepin & Nursalam, dkk., 2016) mengungkapkan, bahwa peserta didik yang memiliki regulasi diri belajar yang baik adalah peserta didik yang aktif secara metakognitif, motivasi, dan perilakunya dalam proses belajar.
Regulasi diri dalam belajar juga merupakan kemampuan individu yang aktif secara metakognitif yang mempunyai dorongan untuk belajar dan berpatisipasi aktif dalam proses belajarnya.
Jadi, peserta didik yang berperan aktif saat di kelas merupakan peserta didik yang memiliki regulasi diri belajar yang tinggi. Sebaliknya, anak yang cenderung pasif di kelas, diindikasikan anak tersebut memiliki regulasi diri belajarnya rendah.
Self regulated learning yaitu, fenomena yang terjadi selama pelaksanaan pembelajaran transisi dari daring ke luring ditemukann bahwa banyak peserta didik perlu meningkatkan regulasi diri belajar. Masih terdapat peserta didik yang malas belajar di rumah, terlambat mengumpulkan tugas, dan tidak jarang para guru harus mengingatkan secara berulang kepada peserta didik serta semangat belajar yang menurun. Penyimpangan terhadap aktivitas belajar ini menandakan bahwa peserta didik perlu ditingkatkan dalam regulasi diri belajarnya.
Konseling Kelompok Realita
Konseling kelompok merupakan salah satu layanan dalam bimbingan konseling berformat kelompok terdiri 5-12 orang yang mana dibimbing langsung oleh guru BK/konselor sekolah. Melalui konseling kelompok realita, tiap anggota kelompok mengenali permasalahan belajar masing-masing,.
Tiap anggota mengenali perilaku belajar apa saja yang kurang produktif sehingga dapat diupayakan untuk diubah menuju perilaku menujang dalam belajar dalam hal ini perilaku self regulated learning.
Dalam proses layanan konseling kelompok realita, tiap anggota diingatkan kembali tentang tugas, kewajiban, dan impian serta cita-cita sebagai seorang pelajar.
Tidak lain tugas seorang pelajar adalah menuntut ilmu atau belajar dengan baik agar kelak dapat bermanfaat untuk dirinya, orang sekitar dan kebermanfaatan lebih luas. Pengoptimalan prestasi akademik maupun non akademik ditetapkan sebagai tujuan belajar yang hendak dicapai.
Kemudian, mengemukakan langkah-langkah yang pernah diupayakan. Mengevaluasi perilaku yang kurang efektif dan akhirnya anggota kelompok dapat menyusun perencanaan tindakan kembali.
Selain itu, berkomitmen terhadap rencana tindakan yang akan dilakukan dalam upaya meningkatkan self regulated learning.
Siap Menyambut Tahun Ajaran Baru
Tidak lama lagi, tahun ajaran baru segera menyambut peserta didik. Naik kelas identik dengan hal yang baru seperti menyandang kelas baru, semangat baru bahkan tak jarang alat perlengkapan sekolah baru.
Hal ini sebagai bentuk ungkapan peserta didik siap menyambut tahun ajaran baru. Salah satu langkah menyiapkan prestasi akademik dan non akademik peserta didik dengan meningkatkan self regulated learning melalui layanan konseling kelompok realita bersama guru BK.
Tahun Ajaran Baru, Siap Berprestasi!