Penurunan produksi kedelai di Indonesia disebabkan oleh kurangnya ketertarikan petani untuk menanam kedelai. Hal tersebut dikarenakan tidak stabilnya harga kedelai, sehingga petani lebih memilih untuk menanam jagung daripada kedelai.
Akibat dari penurunan produksi kedelai, Indonesia melakukan impor kedelai untuk memenuhi permintaan kedelai dalam negeri yang semakin tinggi setiap tahunnya.
Bahkan Aip Syarifuddin sebagai ketua Gakoptindo menyatakan bahwa pengrajin tahu dan tempe di Indonesia memerlukan lebih dari 3 juta ton pasokan kedelai per satu tahunnya. Dimana 80% persennya dipenuhi oleh impor.
Berdasarkan data publikas BPS, impor kedelai di Indonesia mengalami naik turun, pada tahun 2020 impor kedelai Indonesia mengalami penurunan yang cukup jauh.
Tahun berikutnya pada 2021, impor kedelai Indonesia sedikit naik menjadi 2,48 juta ton yang awalnya 2,47 ton kedelai di tahun 2021.
Indonesia mengimpor kedelai terbanyak dari negara Amerika Serikat dengan nilai impor US$ 1,29 miliar, yang setara dengan 86,5% dari total impor kedelai Indonesia dengan volumenya sebesar 2,15 juta ton.
Disusul oleh Kanada di posisi kedua dengan nilai impor US$ 135,89 juta dan volume sebesar 232 ribu ton kedelai.
Argentina menjadi negara pemasok kedelai di Indonesia urutan ke-3 menyusul di posisi selanjutnya se-nilai impor US$ 52,08 juta dan volume sebesar 89,95 ribu ton.
Pemerintah mengupaya kan beberapa hal untuk meningkatkan produksi kedelai di Indonesia guna menurunkan impor kedelai yang terus mengalami ketergantungan yang diungkapkan pada rapat terbatas yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo tanggal 19 Februari 2022 di Istana Merdeka, Jakarta.