Opini: The Original Prabowo

Prabowo Subianto

Oleh:
Iramawati Oemar

SUARAPANTAU.COM – Sudah berlalu 4 hari sejak Debat Capres perdana digelar KPU, gaungnya di media sosial dan grup-grup WA masih belum usai.

Tentu masing-masing kubu menganggap jagoannya yang terbaik performanya saat debat kemarin. Tapi, dari kubu pendukung paslon 02 rupanya cukup banyak juga yang kecewa karena Prabowo Subianto dianggap terlalu “mengalah”, tidak melakukan serangan balik.

Ada yang menyampaikan reaksinya lewat meme atau tulisan, dari yang sekedar menyayangkan sampai ada pula yang sampai “mengancam” akan berhenti jadi relawan pro Prabowo.

Bahkan ada pula tulisan panjang berupa surat terbuka, yang konon katanya dari seorang caleg Gerindra, yang kesannya menggurui Prabowo, harus begini dan harus begitu.

Agak aneh juga sebenarnya, kalau benar itu ditulis oleh seorang caleg Gerindra. Bukankah semestinya dia punya jalur yang lebih tepat untuk menyampaikan aspirasinya? Entahlah, saya juga tak terlalu yakin surat terbuka itu ditulis oleh seorang caleg. Meski sejauh ini belum ada bantahan dari yang bersangkutan.

Sebelum menuliskan opini pribadi saya seputar performa Pak Prabowo saat debat capres Kamis lalu, saya ingin mengajak kita semua flashback dulu, kembali menyisir kenangan “pahit” semasa Pilpres 2014 dan debat capres 2014.

Bagi anda yang sudah menjadi pendukung Prabowo pada Pilpres 2014, insyaa Allah akan mudah menarik kembali ingatan seputar itu.
Yuuuk..., mari kita flashback!

***
“Setelah debat semalam, yang terbukti justru emosinya yang meledak-ledak. Rupanya tertukar hasil tes IQ dengan tekanan darah.” Kurang lebih seperti itulah bunyi status yang ditulis di akun FB seorang teman saya yang pendukung setia Jokowi, tepat setelah debat capres digelar.

Perih rasanya hati saya. Pendukung Prabowo memang bangga dengan intelektualitas Prabowo, bangga dengan IQ Prabowo yang tinggi.

Namun, kubu lawan justru gencar meniupkan issu bahwa Prabowo itu sosok yang temperamental, pribadi yang pemarah. Issunya kalau marah dia akan gebrak-gebrak meja, bahkan melempar handset HP kepada lawan bicaranya. Begitu masifnya issu itu dibangun, sampai ada video parodinya segala.

Astaghfirullah, luar biasa sekali character assasination yang dilakukan lawan untuk merusak citra seorang Prabowo Subianto.

Tak cukup hanya difitnah sebagai dalang kasus penculikan, penembakan dan kerusuhan 1998, namun juga dilengkapi dengan membangun opini publik bahwa Prabowo sosok yang garang, bengis, pemarah, dan mengerikan kalau marah.

Saya yang saat itu baru pertama kali mendukung Prabowo (tahun 2009 ketika Prabowo jadi cawapres Megawati, saya ogah dukung) dan sama sekali belum pernah mengenal Prabowo dari dekat, sempat galau dengan masifnya pembangunan opini bahwa sosok Prabowo adalah temperamental yang beringas. Bahkan sempat juga gamang, jangan-jangan memang benar begitu.

Apa yang ditulis teman saya di akun FBnya seperti saya tuliskan di atas, seolah-olah menemukan kebenarannya antara issu yang sengaja dibangun dengan kenyataan di debat capres. Karena malam itu Pak Prabowo sempat terpancing emosi oleh pertanyaan Pak JK, kalau saya tak salah ingat.
Maka, cebonger, apalagi yang stadium 4 kayak teman saya itu, merasa benar ketika memvonis bahwa yang tinggi itu bukan IQ nya, tapi tensinya, alias darting (darah tinggi) yang biasanya diidentikkan dengan pemarah.

Kubu lawan memang sengaja memancing emosi Prabowo. Dan ketika Prabowo terpancing, mereka cukup bilang : “naaah…bener kan?! Apa juga gue bilang, Prabowo itu pemarah, emosional!” Dan stigma itupun akan makin melekat kuat pada diri Prabowo, sementara di benak masyarakat yang tak kenal Prabowo, stigma itu seakan mendapat pembenaran.

***

Kini, 4,5 tahun berlalu dan debat capres kembali digelar. Tokoh yang sama kembali naik panggung debat, hanya berganti pasangan saja.

Maka, haruskah Prabowo mengulang kembali debat 2014?! Setiap kali diserang, disindir, akan langsung balik menyerang dan mencela?! Bijakkah jika itu dilakukan?!

Tidakkah itu hanya akan makin menguatkan stigma yang dibangun oleh lawan yang tidak ingin Prabowo dicintai rakyat Indonesia.

Mereka akan terus melakukan character assasination, pembunuhan karakter, terhadap diri Prabowo Subianto.
Semakin banyak yang bersimpati dan mendukung Prabowo, akan makin masif pula upaya menjelekkan Prabowo. Mereka akan makin kencang menabuh genderang, membunyikan terompet fitnah.
Masalahnya : maukah kita jika Prabowo menari mengikuti gendang yang mereka tabuh?! Kalo saya sih “NO!” Entah kalau anda

***

Menang Tanpa Ngasorake

Prabowo terlahir dari keluarga Jawa – Manado. Ayahandanya, Pak Soemitro dan kakeknya Margono Djojohadikoesoemo jelas orang Jawa asli, namanya Jawa banget. Prabowo kecil suka bermain di rumah kakeknya, itu pengakuan Pak Prabowo. Maka tak heran jika banyak wejangan (nasihat) dan falsafah Jawa yang adiluhung sudah ditanamkan pada diri Prabowo sejak masih anak-anak. Lihatlah bagaimana seorang Prabowo yang sejak kecil terlahir dari keluarga berada, ortunya pejabat, namun dia tetap humble, tidak arogan.
Banyak teman-teman masa kecil dan masa muda Prabowo yang memberikan kesaksian soal ini.

Prabowo juga dikenal sebagai orang yang amat pemaaf, tidak pendendam.
Dia tak mau balas menyakiti, tak mau balas menghinakan orang, BUKAN hanya karena tak tega, tapi karena itu PRINSIP baginya.

Dalam falsafah Jawa dikenal jargon “menang tanpa ngasorake” yang artinya menang tanpa merendahkan. Lengkapnya :

“Sugih tanpa Bandha, Digdaya tanpa Aji, Nglurug tanpa Bala, Menang tanpa Ngasorake.”

Artinya “Kaya tanpa harta benda, digdaya (berkuasa) tanpa memakai aji-aji/pusaka, menyerang tanpa membawa bala bantuan (tidak main keroyokan), menang tanpa merendahkan/menghinakan lawan”.

Mungkin falsafah itulah yang dipegang teguh Pak Prabowo. Kalau bisa mengalahkan orang lain tanpa harus menyerang, kenapa harus buang energi dengan menyerang?!

Apalagi jika lawannya justru melakukan blunder yang menampar wajahnya sendiri, kenapa pula kita masih harus mendaratkan tamparan di wajahnya?! Toh tanpa tangan kita ikut kesakitan, lawan sudah kesakitan sendiri dan terlebih lagi dia malu sendiri.

Pada debat perdana pekan lalu, ketika petahana dengan jumawa sesumbar bahwa dirinya tidak keluar biaya sepeser pun ketika maju dalam Pilgub DKI, Prabowo cukup menanggapinya dengan senyuman penuh arti. Dan…, sedetik kemudian petahana sadar, bahwa ucapannya itu konyol. Maka ia pun buru-buru menambahkan “Pak Prabowo juga tahu itu!”

Ya, semua orang tahu, siapa yang awal mula meng-endorse seorang walikota Solo untuk maju menjadi Cagub DKI. Prabowo lah yang meyakinkan Megawati, padahal saat itu sebenarnya PDIP akan mengusung calon lain. Bukan hanya sekedar mencalonkan, Prabowo dan keluarga beserta partainya all out memenangkan figur yang diusung, termasuk all out mengucurkan dana kampanye dan pemenangan.

Bayangkan, jika seandainya saya dari kampung dibawa ke kota oleh paman saya, lalu dibiayai kuliah, sepeserpun saya tak keluar uang. Keluarga paman saya yang patungan membiayai kuliah saya sampai selesai, meminjamkan kendaraannya untuk saya pakai kuliah, memberikan semua bantuan yang diperlukan. Ketika sudah jadi sarjana, saya menepuk dada di hadapan paman saya sambil berkata : “lihat nih, gue, sepeserpun tak keluar uang, tapi bisa jadi sarjana!”
Bayangkan, seperti apa sakitnya hati paman saya.

Dan.., itulah yang dilakukan petahana pada Kamis malam lalu. Mudah saja bagi Prabowo untuk balik berkata “Ya iyalah bapak gak keluar uang, kan saya dan partai saya yang habis-habisan membiayai pemenangan bapak!”
Apa yang bakal terjadi seandainya Prabowo menjawab begitu?!

Ego petahana sudah pasti tak akan mau kalah. Maka dia akan berkelit dengan balik lagi menyerang, mungkin akan melebar kemana-mana. Dan, panggung debat capres pun akan berubah jadi “Debat Kusir”.

Oh no…, Prabowo tidak melakukan itu. Tak perlu dia mempermalukan petahana. Cukup disenyumin saja.

Pun juga ketika petahana tetiba menyerang partai pimpinan Prabowo. Sambil tangannya menuding ke arah Prabowo, petahana melontarkan pernyataan bahwa partainya Pak Prabowo yang paling banyak mencalonkan caleg eks napi koruptor. Kesan yang hendak dibangun : Prabowo pro koruptor!

Padahal, asal muasal seorang mantan napi koruptor tetap boleh mencalonkan diri jadi anggota legislatif justru berkat “perjuangan” Presiden yang nota bene sekarang jadi capres petahana.
Beberapa bulan lalu, sebelum pencalegan, KPU menerbitkan PKPU, Peraturan KPU, yang melarang eks napi kasus korupsi dicalegkan.

Presidenlah yang tidak setuju dengan peraturan KPU itu. Bahkan Presiden meminta KPU meninjau kembali keputusannya itu.

Intinya : Presiden Joko Widodo memperjuangkan hak eks napi kasus korupsi untuk bisa jadi caleg.
Peraturan KPU itu pun akhirnya dibatalkan oleh MA. Maka, dengan begitu eks napi korupsi pun bebas menjadi caleg.

Nah lho! Siapa sesungguhnya yang paling berjasa bagi semua eks napi korupsi di semua parpol sehingga mereka bisa maju menjadi caleg?!

Mudah bagi Prabowo untuk melemparkan balik peluru itu ke lawannya : bukankah beberapa bulan lalu bapak yang justru menyetujui eks napi koruptor boleh nyaleg?! Kalau bapak sebagai Presiden tidak menghendaki eks napi koruptor menjadi anggota legislatif, kenapa dari Pemerintah tidak membawa usulan itu saat penyusunan Undang-Undang Pemilu agar masuk jadi pasal-pasal dalam UU?!

Kira-kira, apa petahana gak bakal “ngeles”?  Ya pastilah dia akan berkelit, bersilat lidah, berkelindan kata-kata, lalu panggung debat pun berubah jadi ajang debat kusir.

Tidak, Prabowo tak melakukan itu. Tapi, bahasa tubuhnya justru menunjukkan dia sedang senang. Prabowo sempat melakukan gerakan seperti berjoget. Ya, gerakan spontan itu refleksi hatinya sedang senang. Senang karena Prabowo tahu : lawannya sedang menepuk air di dulang. terpercik muka sendiri.

Bukankah malam itu sampai esok harinya bertebaran screenshoot pemberitaan media massa seputar persetujuan dan keberpihakan Presiden kepada eks napi koruptor?!

Prabowo tak perlu menampar, sebab lawannya sudah menampar wajahnya sendiri.

***

Pada intinya adalah debat capres ini kan sudah tak ada gunanya bagi “cebong” maupun “kampret”.
Yang pro 01 akan tetap buta tuli memuji 01 meski penampilannya kacau, nyontek, terus menerus membaca tulisan di kertas yang disiapkan, egois, hanya menonjolkan dirinya tanpa memberi kesempatan cawapresnya, serta emosian, tak bisa mengendalikan emosi dengan baik.

Sebaliknya, yang pro 02 pun akan tetap melihat paslon 02 dengan segala kehebatannya.
Pokoknya sulit rasanya para pendukung akan berpaling hanya karena debat.

Tetapi, bagaimana dg swinging voters?! Bagaimana dengan “smart voters”, mereka yang mungkin di tahun 2014 dulu mendukung petahana karena kagum dan terpesona dengan pencitraan masif, tapi kini mulai sadar bahwa kenyataan amat sangat jauh dari ekspektasi, namun untuk pindah mendukung Prabowo mereka masih ragu?
Yang begini masih banyak lho. Mereka sudah yakin bahwa petahana tidak layak dilanjutkan 2 periode karena ketidakmampuannya. Namun image bahwa Prabowo figur yang buruk, emosional, dll, masih melekat kuat di benak mereka.

Nah, swinging voters seperti inilah yang perlu ditunjukkan seperti apa figur dan kepribadian Prabowo sebenarnya. Seperti apa The Original Prabowo!.

Para golputers dan swinging voters umumnya selalu berkata mereka sudah jenuh dan ‘eneg’ dengan pertikaian tak berujung para pendukung kedua capres.

Mereka sudah tak mau dengar kedua kubu saling serang dan masing-masing mau benarnya sendiri.

Nah, yang ditampilkan Bapak Prabowo pada Kamis malam lalu sangat memikat.
Ketika petahana menyerang, Pak Prabowo tak membalas.
Ketika petahana bersuara keras, Pak Prabowo tetap kalem.
Ketika petahana mukanya bersungut-sungut tanda menahan amarah, Pak Prabowo tetap senyum bahkan berjoget.

Bahkan ketika “kacang lupa kulit” itu sesumbar soal dirinya maju Pilgub DKI tanpa biaya, Pak Prabowo hanya senyum penuh arti : “lu tau kan, gue yang bayarin” mungkin seperti itulah maknanya.

Inilah yang bisa meyakinkan swinging voters bahwa selama ini masifnya pembangunan opini buruk bahwa Prabowo temperamental, dengan sendirinya bisa ditepis.
Tanpa perlu menyerang. Hanya orang-oramg yang benar-benar sabar dan punya pengendalian emosi bagus lah yang mampu bersikap begitu.

Ingat, masih ada 4 kali debat lagi, 3 kali diantaranya akan menampilkan capres petahana. Masih banyak waktu bagi Prabowo untuk “menyerang” tanpa harus terlihat menyerang.

Erick Tohir pernah berkata beberapa waktu lalu : “kami akan melakukan strategi menyerang!”
Dan pernyataan itupun jadi kontroversi.
Lho, petahana kok menyerang?!
Bukannya petahana itu biasanya bertahan dari serangan?!
Ya sudah biarkan saja. Memang itu yang mereka bisa.
Kalau sudah begitu, biarkan saja lawan melakukan serangan, wait n see dulu.
Kalau bisa mengalahkan tanpa harus menyerang, tanpa merendahkan, kenapa harus repot-repot menyerang?!
Iya kan…

Saya pribadi lebih suka Pak Prabowo dan Bang Sandi selama debat tetap menjadi diri mereka sendiri.
Genuine, original.

Toh semua sudah tahu kok, Prabowo dan Sandiaga sama-sama terbiasa tampil berbicara di depan forum intelektual, dihadapan orang-orang pintar dan ahli, mereka tak perlu didikte harus begini dan harus begitu. Tak perlu disiapkan setumpuk kertas contekan hasil pemikiran orang lain, tidak pula perlu dipermak penampilannya yang sudah oke. Tak usahlah diatur-atur gayanya.

Percayalah, mereka akan melakukan yang terbaik, bukan semata hanya demi memenangkan dirinya, namun demi Indonesia yang lebih baik.

#IndonesiaMenang
#2019PrabowoPresiden

Ikuti berita terbaru di Google News

Redaksi suarapantau.com menerima naskah opini dan rilis berita (citizen report).
Silahkan kirim ke email: redaksisuarapantau@gmail.com atau Whatsapp +62856-9345-6027

Pasang Iklan

Pos terkait