“Karena penyesuaian harga BBM tidak populer secara politik dan berdampak pada daya beli masyarakat, lazimnya pemerintah menjadikan ini sebagai pilihan terakhir dan untuk menutupi selisih harga jual dan biaya pengadaan BBM,” terangnya.
Menurut Fabby Tumiwa, subsidi yang diberikan oleh pemerintah menggerus kapasitas fiskal APBN.
Berbagai dampak ini bisa dihindari jika impor BBM dipangkas drastis. Salah satu caranya adalah dengan meningkatkan penggunaan kendaraan listrik dan mensubstitusi kendaraan motor berbahan bakar minyak.
Baca Juga: Yayasan Insancita Bangsa Gelar Silaturahmi dan Pembukaan Kursus YIB English School
“Dibandingkan dengan kendaraan berbahan bakar minyak, kendaraan listrik lebih baik dalam menekan emisi dan rendah biaya operasional,” terangnya.
Analisis IESR Emisi Kendaraan Listrik Lebih Rendah
Analisis IESR menunjukkan kendaraan listrik mengeluarkan emisi 7% lebih sedikit dan biaya operasional per km-nya 14% lebih rendah dibandingkan kendaraan berbahan bakar minyak.
“Hanya saja, karena ketersediaan model kendaraan listrik yang terbatas, infrastruktur yang minim, serta investasi awal yang tinggi, membuat masyarakat enggan beralih ke kendaraan listrik,” lanjutnya.
Baca Juga: Honda Resmi Gandeng LG Dirikan Pabrik Produsen Baterai Mobil Listrik di Amerika Serikat
Sementara itu, Peneliti Kebijakan Lingkungan, Ilham R F Surya menjelaskan pemerintah perlu melihat aspek pasokan (supply) dari industri Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB).
“Insentif potongan pajak bagi mobil listrik dan Rp7 juta bagi motor listrik sudah tepat, namun eligibilitas merek (brand) mobil/motor apa saja yang bisa menjadi penerima insentif harus diperhatikan,” terangnya.