Waspadai Dana Asing Untuk “Serangan Fajar” Di Hari Tenang

SUARAPANTAU.COM, JAKARTA – Direktur Indonesian Public Institute (IPI) Karyono Wibowo mengungkapkan bahwa Potensi politik uang yang akan dilakukan di malam hari hingga dini hari atau yang sering disebut dengan “serangan fajar” harus diwaspadai oleh seluruh masyarakat yang punya Haka pilih.

Menurutnya, Mencegah serangan fajar tidak cukup hanya Tim Satgas Anti Money Politics tetapi harus melibatkan seluruh lapisan masyarakat.

“Potensi serangan fajar sangat besar, baik untuk kepentingan pemilu legislatif maupun pemilu presiden. Politik uang ini kerap dijadikan sebagai strategi pamungkas untuk mendulang suara.” Ucap Karyono kepada Suarapantau.com. Salasa’ (17/4/2019)

“Politik uang bisa dilakukan oleh semua pihak yang berkepentingan dengan pemilu.” cetus dia

Bacaan Lainnya

Ia mengungkapkan bahwa sejumlah data yang dilansir oleh lembaga swadaya masyarakat Komunitas Peduli Indonesia (KOPI) terkait aliran dana dari luar yang mengalir ke rekening salah satu pasangan calon juga harus diantisipasi.

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) juga menduga ada potensi kecurangan politik uang dalam Pemilu 2019. Hal itu lantaran pihaknya menemukan adanya penarikan dana tak normal dua hingga tiga tahun lalu.

Direktur IPI itupun mencotohkannya, bahwa Sebagaimana diungkapkan  Deputi Bidang Pemberantasan dari PPATK Firman Shantyabudi. Dia menyebut ada data intelijen, bahwa ada kecenderungan penarikan dana tunai bisa terjadi 2-3 tahun sebelum pemilu. Hal itu disampaikan Firman saat menjadi narasumber dalam diskusi ‘Mengawal Integritas Pemilu’ di Hotel Ashley, Jakarta Pusat, Jumat (5/4/2019).

Selain itu, kasus penangkapan kurir yang membawa uang 90 miliar dalam bentuk uang asing di bandara Soekarno – Hatta, Tangerang, Banten pada 12 April 2019 perlu diwaspadai. Menurut Kabid Humas Polda Mertro Jaya Kombes Argo Yuwono seperti yang dilansir sejumlah media, bahwa mata uang asing itu berupa, 10 juta yen, 90 juta won, 45 ribu real, 100 ribu dolar Selandia Baru, 3.677.000 dolar Singapura.

Adapun enam orang kurir yang diamankan berikut uang dalam bentuk mata uang asing yang dibawanya yaitu Gofur (Dollar Singapura) Rp17,4 miliar; Yunanto dan Edi Gunawan (Dollar Singapura) Rp42,050 miliar; Giono (Dollar Hongkong) Rp12 miliar; Kevin dan Yudi (Bangkok) Rp18 miliar. jika dijumlahkan sekitar Rp90 miliar lebih.

Untuk itu, Karyono mendesak aparat kepolisian agar mengungkap kasus tersebut hingga menemukan titik terang.

“Pihak kepolisian harus mengungkap modus masuknya uang tersebut apakah ada motif untuk kepentingan politik atau untuk kepentingan bisnis atau untuk kepentingan yang lain.” tandas dia

“Siapapun yang terlibat money politic harus ditindak tegas karena merusak nilai-nilai demokrasi dan menghancurkan mental bangsa.” Tegas Direktur IPI itu

Selain itu, kata Karyono, Perilaku politik uang ini sama dengan menyogok rakyat. Hal ini tidak memberikan pendidikan politik yang baik kepada rakyat. Ini bukan mencerdaskan tapi pembodohan.

“Politik uang ini tidak bisa dianggap remeh karena pengaruhnya memiliki korelasi dengan meningkatnya kasus korupsi di Indonesia.” cetusnya

Tak hanya itu, Karyono juga mengatakan bahwa Tren politik uang semakin meningkat di negeri ini. Hal itu terjadi di sejumlah pilkada dan pemilu sebelumnya.

Kata dia, Dalam pemilu 2019 ini pun ditemukan kasus dugaan politik uang yang diduga melibatkan calon legislatif di sejumlah daerah, seperti kasus penangkapan di depan rumah caleg dari Partai Gerindra.

Selain itu, Tim Satgas Anti Money Politics Polres Tapanuli telah menetapkan Calon Legislatif DPRD Kabupaten Padang Lawas Utara dari Partai Gerindra Masdoripa Siregar sebagai tersangka tindak pidana Pemilu tertangkap tangan tengah menyiapkan 87 amplop berisi uang Rp150.000 hingga Rp200.000.

Namun, kasus money politik seringkali menguap begitu saja, baik yang berupa mahar politik yang mengaliri kepada oknum pengurus partai maupun kasus bagi-bagi uang untuk membeli suara rakyat. Lalu bagaimana sejatinya pengaruh politik uang dalam menaikkan perolehan suara (elektabilitas)?

Iapun menjelaskan, bahwa Jika merujuk pada hasil survei tentang perilaku pemilih, pengaruhnya tidak signifikan. Pada umumnya, sebagian besar responden jika ditanyakan apakah politik uang untuk membeli suara dapat dibenarkan atau tidak dibenarkan? Maka sebagian besar responden menjawab bahwa politik uang tidak dibenarkan.

Demikian pula, jika responden ditanya jika ada kandidat atau timnya memberikan uang atau barang, maka  sebagian besar responden menjawab menolak pemberian. Jawaban terbesar kedua adalah menerima tetapi soal memilih sesuai hati nurani.

Sedangkan responden yang menjawab menerima dan akan memilih kandidat yang memberi hanya sedikit. Begitu pula responden yang menjawab akan memilih kandidat yang memberi uang lebih banyak juga sangat sedikit. Tetapi, pada praktiknya, pengaruh politik uang cukup signifikan.

“Hal itu bisa terlihat jika dilakukan survei longitudinal atau survei perbandingan dalam kurun waktu tertentu untuk mengukur perubahan.” ungkapnya

Ia melanjutkan, Dalam sejumlah kasus, jika dilapangan ditemukan pergerakan politik uang maka bisa diketahui ada tren kenaikan elektabilitas terhadap kandidat yang melakukan politik uang. Pengaruh politik uang semakin nampak signifikan jika di suatu wilayah tertentu hanya ada satu kandidat yang membagi-bagi uang atau barang.

Jika ada kandidat lebih dari satu membagikan uang kepada orang yang sama maka seandainya pemberian uang tersebut memengaruhi pilihan seseorang, maka orang tersebut akan mencari aspek lain yang menjadi nilai lebih dari kandidat yang memberi uang. Namun dalam beberapa kasus,  pemberian uang tersebut akan lebih efektif jika tepat sasaran.

Alasan mengapa pada praktiknya politik uang cukup signifikan dalam menaikkan dukungan suara jika dibandingkan dengan data hasil survei yang selalu menggambarkan pengaruh politik uang sangat kecil dalam memengaruhi pilihan, hal itu disebabkan karena pertanyaan tentang pemberian uang atau barang (money politic) merupakan pertanyaan psikologis yang berhubungan dengan harkat dan martabat seorang responden yang diwawancarai.

“Oleh sebab itu, responden cenderung menghindari jawaban menerima dan akan memilih kandidat yang memberi uang.” tandanya

Ikuti berita terbaru di Google News

Redaksi Suarapantau.com menerima naskah opini dan rilis berita (citizen report).
Silahkan kirim ke email: redaksisuarapantau@gmail.com atau Whatsapp +62856-9345-6027

Pasang Iklan

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *