SUARAPANTAU.COM, JAKARTA – Bupati Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat, Ramlan Badawi kembali menuai sorotan terkait dugaan kasus suap yang menyeret dirinya di Kejati Sulselbar.
Wakil Bendahara Umum (Wabendum) PB HMI sekaligus Presiden Sahabat DKI Konstruktif Pelataran indonesia Timur (SKPIT) Muh Hidayat Rasak mensiyalir Ramlan Badawi menilai ada yang ganjal dari penanganan kasus dana bansos tahun 2013 yang menyeret nama Ramlan Badawi.
Hidayat menegaskan penegak hukum harus objektif terhadap berbagai kasus suap berupa pemberian uang atau menerima uang atau hadiah yang dilakukan oleh pejabat pemerintah untuk melakuan atau tidak melakkan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya.
“Suap sebagai sebuah perbuatan pidana telah lama diatur dalam hukum Indonesia. Awalnya diatur dalam Pasal 209 KUHP yang mengatur kriminalisasi terhadap tindak pidana suap terkait penyuapan aktif (actieve omkooping atau active bribery) terhadap pegawai negeri,” ungkap Aktivis HMI ini, dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi, Minggu (30/01/2022).
Sementara itu dalam Pasal 419 KUHP diatur mengenai penyuapan pasif (passive omkooping atau passive bribery), dan ketentuan Pasal 210 KUHP mengatur soal penyuapan terhadap hakim dan penasihat di pengadilan dan diancam pidana oleh Pasal 420 KUHP.
Keempat pasal tersebut kemudian dinyatakan sebagai bagian dari tindak pidana korupsi melalui UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001.
Kriminalisasi suap juga dapat ditemui pada Pasal 5 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 yaitu Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:
Menurut Hidayat, memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut.
“Berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya, maka dari itu kami mengecam keras bupati mamasa serta oknum penegak hukum yang terlibat dalam kasus dugaan suap yang melakukan perbuatan melawan hukum dengan sengaja dan tidak bertanggug jawab atas tupoksi fungsi jabatanNya,” tegasnya.
Pihaknya meminta, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI turun tangan mengusut kasus dugaan korupsi yang menyeret Ramlan Badawi.
Ia menilai, ada keganjalan terhadap pemberhentian penanganan kasus di Kejati Sulselbar sangat ganjal sehingga perlu KPK RI turun tangan mengusut kasus ini.
“Kami meminta kepada Kajagung RI serta Kemendagri Untuk mencopot Bupati Mamasa dalam waktu dekat ini apabila terbukti melakukan perbuatan melawan hukum. Serta Oknum Penegak Hukum yang terlibat dalam dugaan kasus tersebut berupa bansos tahun 2013,” pungkas hidayat pada saat konfrensi pers (30/01/2022).
Lebih jauh, Hidayat menegaskan dirinya akan melibatkan Lembaga Kajian bantuan Hukum (LKBH) dari Sahabat DKI konstruktif untuk melakukan advokasi terkait hal tersebut.
(red)