SUARAPANTAU.COM – Selama beberapa bulan terakhir pidato-pidato Jokowi selalu menyanjung devisit keuangan negara serta menepis segala isu-isu yang mengatakan bahwa Indonesia sedang dalam krisis ekonomi.
Ia menepis dan menyebut memiliki data dari menteri-menterinya, baik alasan kenapa rupiah melemah, kemiskinan bertambah, harga bahan pokok naik, harga minyak naik dan lain sebagainya.
Namun sesuatu yang mengejutkan beliau lontarkan sendiri seusai pertemuan dengan para kepala daerah di istana bogor (26/7), Presiden Republik Indonesia ke-7 ini menyatakan bahwa memang ada masalah yang fundamental.
Ia mengakui, pada system perekonomian Indonesia yang harus dibenahi serta sangat berpengaruh terhadap gejolak perekonomian negara secara internasional.
Baca Juga: Dihadiri 4.000 Kader HMI, Presiden Jokowi Akan Buka Kongres HMI di Pontianak
Masalah yang dimaksud Joko Widodo tersebut adalah masalah Defisit Transaksi Berjalan dan Defisit Perdagangan.
Pasalnya Jokowi baru menyadari bahwa uang para pengusaha di Indonesia tidak tinggal di Indonesia namun di titipkan di negara lain.
Menurut pernyataan menteri keuangan yang lalu dikutip (Tempo.com, 5/4/2016) bahwa potensi Uang Indonesia yang beredar di luar negeri sebesar Rp. 11.400 triliun.
Jumlah tersebut, setara dengan 5 kali lebih besar dari APBN kita saat ini dan kurang lebih sama dengan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) kita.
Baca Juga: Komitmen Prabowo-Gibran Akan Lanjutkan Program Jokowi
“Kalau persoalan fundamental ini kita perbaiki, kita akan menuju kepada negara yang tidak terpengaruh oleh gejolak ekonomi dunia” kata Jokowi dalam acara pembukaan rapat koordinasi nasional pengendalian inflasi, di grand sahid hotel, Jakarta Pusat, Kamis, (26/7/2016).
Jika diamati perkataan beliau juga secara tidak langsung Jokowi mengatakan bahwa persoalan fundamental ekonomi Indonesia dalam keadaan tidak baik-baik saja.
Padahal beberapa bulan yang lalu tepatnya Januari kemarin dikutip dari RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) pada Dokumen Capaian Paruh Waktu 2015-2019.
Bahwa target pertumbuhan ekonomi naik dari tahun 2018 menuju 2019 sebesar 8% padahal nyatanya pertumbuhan ekonomi hanya mencapai rata-rata 5% saja dikutip dari (Rmol.com).
Baca Juga: Profil Romzi Ahmad, Jubir Relawan Solidaritas Ulama Muda Jokowi
Hal ini menandakan bahwa rezim seakan tidak terima dengan kinerja mereka namun belakangan baru mengakui bahwa adanya masalah Fundamental pada mazhab perekonomian Indonesia.
Padahal Prabowo Subianto sebagai Oposisi dari pemerintahan Jokowi telah berkali-kali memperingatkan dalam pidatonya bahwa keadaan ekonomi di Indonesia tidak baik-baik saja.
Ditegaskan bahwa terjadi kebocoran dimana-mana, kekayaan kita mengalir keluar atau biasa beliau sebut dengan “Net Outflow Of National Whealth”.
Baca Juga: Arah Dukungan Pemilih Jokowi, Pengamat: Prabowo Dinilai Dapat Melanjutkan Program Kerja
Namun entah kenapa Prabowo Subianto hanya dikatakan nyinyir tanpa solusi, apakah memang rezim menutup mata akan hal ini ? ataukah karena sudah terlalu benci dengan sosok Prabowo Subianto sehingga peringatan beliau tidak didengar.
Keluar dari perdebatan siapa yang salah dan siapa yang benar kita sebagai rakyat Indonesia harusnya menyadari. Bahwa ketika ada yang memberi kritik ataupun peringatan berarti masih ada niat baik dari orang lain untuk melihat kita baik.
Sebuah kebaikan jangan dilihat sumbernya, jangan hanya karena berbeda pandangan namun kita menyalahkan orang lain dan tidak mau menerima kritik.
(***)