Partisipasi dan keterwakilan merupakan dua konsep penting yang senantiasa muncul dalam topik diskusi demokrasi. Kendati begitu, masing-masing konsep merupakan buah dari dua gagasan yang berbeda.
Partisipasi tumbuh dalam tradisi pemikiran republikanisme,sedangkan keterwakilan lebih dekat dengan gagasan liberalisme.
Partisipasi merupakan prinsip keterbukaan bagi semua individu untuk mengontrol semua urusan publik, sedangkan keterwakilan berkaitan dengan pengakuan dan pemenuhan atas hak-hak (kepentingan) setiap individu.
Baca Juga: OPINI: Partai Gerindra di Era Keterbukaan
Dalam wacana demokrasi, karena itu, muncul istilah demokrasi langsung (directdemocracy) dan demokrasi perwakilan (representative democracy).
Pada perkembangannya hingga kini, baik partisipasi maupun keterwakilan kerap menjadi tolak ukur kualitas demokrasi.
Semakin luas partisipasi publik dan semakin banyak kepentingan publik yang terwakili, dikatakan kualitas demokrasi semakin baik. Sebaliknya,keterbatasan akses partisipasi dan ketimpangan muatan kepentingan dalam proses dan produk-produk kebijakan publik merupakan indikasi bagi buruknya kualitas demokrasi.
Baca Juga: OPINI: Dubai Manjakan Warganya, Bisakah Indonesia Seperti Itu?
Itu sebabnya demokrasi, entah langsung ataupun perwakilan, dikatakan menjadi semakin baik kualitasnya jika semakin substantif pada pelaksanaannya, bukan semata-mata mengutamakan prosedur.
Institusi-institusi demokrasi yang lain, seperti rule of law, supremasi dan penegakan hukum, kesetaraan di depan hukum, pemerintahan yang bersih dan antikorupsi, pemilihan umum yang bebas, adil, dan terbuka, merupakan instrumen-instrumen operasional yang hanya bisa bekerja baik jika ditopang oleh keterbukaan bagi partisipasi publik yang luas dan keterwakilan publik yang akuntabel.